Kasus Pemerasan di DWP 2024: WN Malaysia Mengadu ke KBRI, Dimintai Rp 100 Juta oleh Oknum Polisi
Ilustrasi
D'On, Kuala Lumpur – Sebuah pengakuan mengejutkan mencuat dari salah satu korban dugaan pemerasan yang melibatkan oknum kepolisian Indonesia pada acara Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024. Seorang warga negara Malaysia yang menghadiri festival musik elektronik terbesar di Asia Tenggara tersebut mengaku diperas dan dimintai uang sebesar Rp 100 juta. Kasus ini telah dilaporkan oleh orang tua korban kepada Atase Kepolisian RI di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur.
Pengaduan Mencengangkan dari KBRI
Pada Sabtu (28/12), Atase Kepolisian RI di KBRI Kuala Lumpur mengonfirmasi bahwa mereka menerima satu laporan resmi terkait dugaan pemerasan tersebut. Dalam keterangan tertulis, pihak Atase menyampaikan kronologi awal yang memicu pengaduan tersebut.
"Pengaduan dilakukan oleh orang tua korban, yang datang ke KBRI untuk melaporkan anaknya. Mereka khawatir karena korban ditahan oleh pihak Polda Metro Jaya dan didampingi pengacara, lalu dimintai sejumlah uang sebesar Rp 100 juta untuk pembebasannya," ungkap pernyataan resmi itu.
Menurut laporan, korban awalnya ditahan di lokasi acara sebelum dibawa ke markas polisi. Ketegangan keluarga korban memuncak ketika komunikasi langsung dengan anak mereka menjadi sulit. Merasa buntu, orang tua korban memilih mendatangi KBRI untuk mencari bantuan.
Pelepasan Tanpa Tebusan
Berbekal laporan tersebut, pihak Atase Kepolisian RI langsung menghubungi korban yang saat itu masih berada di bawah pengawasan kepolisian. Upaya diplomatik ini akhirnya membuahkan hasil. Korban dilepaskan oleh pihak kepolisian tanpa harus membayar uang sepeser pun.
"Kami berhasil menghubungi korban melalui telepon. Setelah berkoordinasi, korban akhirnya dibebaskan dan kini sudah kembali ke Malaysia tanpa membayar uang seperti yang diminta," jelas pihak Atase Kepolisian.
Identitas korban dirahasiakan demi melindungi privasi dan keamanan yang bersangkutan. Namun, kejadian ini telah menjadi sorotan besar, khususnya di kalangan warga negara Malaysia yang menghadiri DWP 2024.
Fenomena Pemerasan di Balik Pesta Musik
Kasus ini bukanlah insiden tunggal. Dalam beberapa pekan terakhir, berbagai laporan viral di media sosial mengungkapkan modus serupa. Sejumlah warga negara asing, terutama dari Malaysia, mengaku dimintai uang oleh oknum polisi saat menghadiri DWP.
Modusnya pun mirip. Para korban diminta menjalani tes urine untuk mendeteksi narkoba. Meski hasil tes menunjukkan negatif, beberapa dari mereka tetap dituduh menggunakan zat terlarang dan dimintai uang agar tidak diproses hukum.
Salah satu unggahan yang viral di Twitter bahkan menggambarkan bagaimana beberapa korban dipaksa menyerahkan uang puluhan juta rupiah. "Mereka tidak peduli hasil tes. Asalkan ada uang, kasus Anda selesai," tulis salah satu pengguna yang mengaku sebagai korban.
Reaksi Publik: Ketidakadilan yang Viral
Kasus ini memicu gelombang kemarahan di media sosial. Warganet mengecam tindakan oknum yang dianggap mencoreng nama baik institusi kepolisian Indonesia sekaligus mengancam citra DWP sebagai acara internasional yang selama ini menjadi kebanggaan.
"Kami datang ke Indonesia untuk menikmati musik, bukan diperas seperti ini," tulis seorang pengguna TikTok yang mengaku sebagai salah satu korban.
Pihak panitia DWP hingga kini belum memberikan pernyataan resmi terkait insiden ini. Namun, tekanan dari berbagai pihak agar ada tindakan tegas terhadap oknum polisi tersebut terus meningkat.
Pertanyaan Besar yang Belum Terjawab
Meski pihak Atase Kepolisian RI sudah memberikan keterangan terkait laporan ini, sejumlah pertanyaan penting masih menggantung. Apakah benar seluruh korban terbukti negatif menggunakan narkoba? Atau apakah ada manipulasi data dalam proses pemeriksaan? Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian Indonesia terkait dugaan tersebut.
Apa Selanjutnya?
Kasus ini menjadi ujian besar bagi pemerintah Indonesia dalam menangani isu integritas aparat keamanan di tengah sorotan internasional. Jika dugaan pemerasan terbukti benar, maka tindakan hukum yang tegas diperlukan untuk memulihkan kepercayaan publik, baik dari dalam negeri maupun mancanegara.
DWP 2024 yang seharusnya menjadi ajang merayakan musik dan budaya kini justru tercoreng oleh kasus-kasus seperti ini. Publik menantikan jawaban, tidak hanya dari kepolisian, tetapi juga dari pemerintah dan penyelenggara acara.
Apakah ini akan menjadi akhir dari fenomena memalukan ini, atau justru awal dari pengungkapan kasus-kasus lain yang serupa? Hanya waktu yang akan menjawab.
(*)
#Pemerasan #KBRI #Polri #DWP #OknumPolisiPerasWNMalaysia