Breaking News

Kejati Jakarta Geledah Kantor Dinas Kebudayaan, Ratusan Stempel Palsu Disita

Penyidik Kejati Jakarta menggeledah Kantor Dinas Kebudayaan Jakarta. Foto: Dok. Kejati Jakarta

D'On, Jakarta -
Jakarta kembali menjadi panggung pengungkapan dugaan korupsi. Kali ini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta menggeledah kantor Dinas Kebudayaan Jakarta di Jalan Gatot Subroto, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Rabu (18/12). Langkah ini dilakukan untuk menyelidiki dugaan korupsi dalam pengelolaan anggaran tahun 2023, yang disebut-sebut mencapai angka fantastis, yaitu Rp 150 miliar.

Penggeledahan di Lima Lokasi Strategis

Kasipenkum Kejati Jakarta, Syahron Hasibuan, menjelaskan bahwa penggeledahan tidak hanya dilakukan di kantor Dinas Kebudayaan Jakarta, tetapi juga di empat lokasi lainnya. Kantor EO GR-Pro di Jakarta Selatan menjadi salah satu target utama, diikuti tiga rumah tinggal di Jakarta Timur dan Jakarta Barat.

“Penggeledahan dan penyitaan dilakukan di lima lokasi,” ungkap Syahron dalam keterangannya.

Langkah ini membuahkan hasil signifikan. Tim penyidik menyita berbagai barang bukti yang menjadi petunjuk penting dalam kasus ini, termasuk dokumen-dokumen kunci, perangkat teknologi, dan barang-barang yang mencurigakan. Salah satu temuan yang mencuri perhatian adalah ratusan stempel palsu yang diyakini digunakan untuk memalsukan laporan pertanggungjawaban kegiatan.

Stempel Palsu dan Modus Kegiatan Fiktif

Syahron menjelaskan, stempel palsu tersebut digunakan untuk mengesahkan kegiatan-kegiatan yang diduga fiktif. Modus ini memungkinkan pihak-pihak tertentu mencairkan dana secara tidak sah.

“Misalnya, ada stempel sanggar kesenian atau stempel UMKM yang seolah-olah digunakan untuk kegiatan resmi. Padahal, itu hanya modus untuk pencairan dana,” jelas Syahron.

Penyidik juga menyita beberapa unit laptop, ponsel, komputer, flashdisk, serta uang tunai. Semua barang ini akan dianalisis lebih lanjut untuk mengungkap alur dana dan pihak-pihak yang terlibat.

Korupsi Bernilai Fantastis

Dugaan korupsi ini bermula dari penyimpangan dalam pelaksanaan beberapa kegiatan di lingkungan Dinas Kebudayaan Jakarta. Dengan nilai kegiatan yang mencapai Rp 150 miliar, penyidik menduga sebagian besar anggaran tersebut disalahgunakan melalui kegiatan yang tidak pernah benar-benar terjadi.

“Anggaran ini berasal dari dana tahun 2023. Nilainya mencapai ratusan miliar. Penyelidikan kami dimulai sejak November 2024 dan baru ditingkatkan ke tahap penyidikan pada Selasa (17/12) kemarin,” kata Syahron.

Namun, hingga kini, Kejati Jakarta belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Konstruksi perkara juga belum diungkap secara rinci. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar, mengingat skala dan dampak dari dugaan korupsi yang mencakup dana publik.

Belum Ada Respons dari Pemprov Jakarta

Meski penggeledahan ini telah menarik perhatian publik, hingga saat ini pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun Dinas Kebudayaan belum memberikan keterangan resmi terkait kasus ini. Keheningan dari pihak-pihak terkait menambah kesan misterius dalam pengungkapan skandal ini.

Menguak Akar Masalah

Kasus dugaan korupsi ini tidak hanya menyoroti potensi penyalahgunaan dana besar, tetapi juga memperlihatkan lemahnya pengawasan terhadap anggaran publik. Ratusan stempel palsu dan dokumen yang diduga dipalsukan menunjukkan bahwa sistem verifikasi di sejumlah instansi masih rentan disalahgunakan.

Apakah kasus ini akan menjadi awal dari pengungkapan jaringan yang lebih besar? Ataukah akan menguap begitu saja seperti kasus-kasus sebelumnya? Masyarakat kini menunggu keberanian dan ketegasan aparat hukum untuk menuntaskan perkara ini hingga ke akar-akarnya.

Skandal ini adalah cerminan dari bagaimana korupsi masih menjadi momok di tengah upaya transparansi dan reformasi birokrasi. Di tengah gemerlap budaya Jakarta, cerita ini menjadi pengingat pahit bahwa integritas masih menjadi tantangan yang harus diperjuangkan.

(Mond)

#KejatiJakarta #Korupsi #DinasKebudyaanJakarta