Kemenkes Ungkap Terima 543 Laporan Perundungan PPDS dalam 1,5 Tahun, Kasus Meninggalnya Mahasiswi PPDS Diproses Polisi
Ilustrasi
D'On, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia baru saja mengungkapkan fakta mencengangkan terkait masalah perundungan yang melibatkan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di tanah air. Selama periode 1,5 tahun, Kemenkes menerima sebanyak 543 laporan mengenai praktik bullying yang terjadi dalam lingkungan rumah sakit pendidikan di Indonesia. Angka ini mengungkapkan betapa seriusnya masalah yang selama ini masih dianggap tabu dalam dunia pendidikan medis.
Aji Muhawarman, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, menyebutkan bahwa laporan-laporan ini diterima melalui kanal pengaduan resmi yang disediakan oleh kementerian. Berdasarkan data yang tercatat, insiden perundungan ini mencakup rentang waktu sejak diberlakukannya Instruksi Menteri Kesehatan (Menkes) No. HK.02.01/Menkes/1512/2023 pada 20 Juli 2023 hingga 16 Desember 2024. Instruksi ini bertujuan untuk mencegah dan menangani kasus perundungan terhadap peserta didik di rumah sakit pendidikan yang berada di bawah naungan Kemenkes.
"Dari 543 laporan perundungan yang kami terima, 318 di antaranya terjadi di Rumah Sakit Vertikal (RSV) Kemenkes, sementara sisanya 225 kasus terjadi di luar RSV, termasuk di rumah sakit umum daerah (RSUD), rumah sakit universitas, atau fakultas kedokteran universitas," ujar Aji saat dikonfirmasi, Minggu (22/12). Data ini mengungkapkan bahwa perundungan tidak hanya terjadi di rumah sakit pendidikan milik Kemenkes, tetapi juga di institusi pendidikan medis lainnya.
Kemenkes, melalui Aji, menegaskan komitmennya untuk memerangi praktik perundungan dalam pendidikan kedokteran, khususnya di kalangan peserta PPDS. Komitmen ini tercermin dalam langkah-langkah konkret yang telah diambil, salah satunya dengan mengeluarkan instruksi resmi untuk mencegah dan menangani kasus-kasus tersebut. Kemenkes juga menyediakan kanal pelaporan yang dapat diakses oleh korban atau saksi perundungan untuk melaporkan insiden yang terjadi.
Selain itu, Kemenkes juga telah menyediakan situs khusus dan nomor hotline untuk memudahkan proses pelaporan. Masyarakat, termasuk korban atau saksi perundungan, dapat mengakses website https://perundungan.kemkes.go.id/ atau menghubungi nomor telp./WA 0812-9979-9777 untuk melaporkan kasus-kasus perundungan yang terjadi.
Namun, meski upaya Kemenkes untuk menangani perundungan sudah semakin intensif, kenyataan pahit masih tetap menghantui dunia PPDS. Salah satu insiden yang mengundang perhatian publik adalah kasus kematian tragis seorang mahasiswi PPDS dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, dr. Aulia Risma Lestari. Kasus ini menyoroti kejamnya praktik perundungan yang terjadi di kalangan peserta didik PPDS dan dampak psikologis yang mungkin ditimbulkan.
Pada 12 Agustus 2024, dr. Aulia ditemukan tewas di kamar kosnya, diduga akibat bunuh diri setelah mengalami perundungan berat dari senior-seniornya. Selain perundungan verbal dan psikologis, Aulia bersama teman-teman seangkatannya diduga juga diperas oleh senior untuk kepentingan pribadi. Kasus ini memicu gelombang protes dari berbagai kalangan, dengan banyak pihak mendesak agar penyebab kematian Aulia diusut secara tuntas.
Pada 7 Oktober 2024, Polda Jawa Tengah mengumumkan bahwa kasus ini telah dinaikkan ke tahap penyidikan. Meskipun demikian, hingga kini, belum ada satupun tersangka yang ditetapkan dalam kasus tersebut. Kombes Pol Dwi Subagio, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, menjelaskan bahwa penyidikannya masih berlangsung dengan sangat hati-hati. "Kami masih mendalami kasus ini. Sejauh ini, sudah ada 31 orang saksi yang diperiksa dan 3 saksi ahli yang kami panggil untuk memberikan keterangan," jelasnya dalam wawancara pada Kamis (19/12). Subagio juga mengungkapkan bahwa ada dua laporan polisi yang dibuat oleh ibu almarhumah, namun kedua laporan tersebut digabungkan menjadi satu untuk memudahkan proses investigasi.
Sementara itu, kasus perundungan lainnya di dunia PPDS juga masih terus mengemuka, mengingatkan kita akan betapa pentingnya untuk memberantas praktik kekerasan dalam pendidikan medis. Bagi Kemenkes, langkah-langkah yang telah diambil, seperti memberikan kanal pengaduan yang mudah diakses dan instruksi resmi untuk pencegahan, menunjukkan komitmen untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi para peserta didik. Meski begitu, implementasi kebijakan ini harus diikuti dengan penegakan hukum yang tegas agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Kasus-kasus tragis seperti yang menimpa dr. Aulia menjadi bukti nyata betapa besar dampak perundungan terhadap kesehatan mental dan fisik seseorang. Untuk itu, perlu adanya perubahan budaya yang lebih inklusif dan empatik di kalangan tenaga medis, guna menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan bebas dari kekerasan di dunia pendidikan kedokteran.
(Mond)
#PPDS #Perundungan #Kriminal #Kemenkes