Korupsi di Pekanbaru: Konyolnya Modus Lama yang Masih Jadi Pilihan Pj Wali Kota
D'On, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap kasus korupsi yang menghebohkan. Kali ini, giliran Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, yang diduga terjerat praktik korupsi dengan modus pengadaan barang dan jasa fiktif. Kasus ini mencuat setelah operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin (2/12) yang melibatkan delapan orang, termasuk Risnandar.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, membeberkan modus operandi yang digunakan dalam perkara ini. "Informasi sementara terkait dengan penggunaan uang bendahara daerah. Di sistem keuangan daerah, biasanya pengeluaran didahulukan, baru kemudian dipertanggungjawabkan dengan bukti-bukti. Tapi di sini, pengeluaran itu disamarkan dengan bukti fiktif untuk mengisi kekosongan kas,” ujar Alex saat menghadiri Pertemuan Pimpinan Lembaga Antikorupsi Negara ASEAN ke-20 di Bali, Selasa (3/12).
Kuitansi Ada, Barangnya Tidak Ada
Salah satu modus yang disoroti KPK adalah pengadaan alat tulis kantor (ATK). Menurut Alex, kasus ini terbilang ironis karena modusnya sangat kuno. “Ada kuitansi pembelian ATK, tapi barangnya tidak ada. Bahkan, uang yang diambil secara tunai itu dibagi-bagi dengan dalih bukti pengeluaran yang sepenuhnya fiktif. Ini konyol sekali,” tegasnya.
Namun, modus ini ternyata tidak berhenti di pengadaan ATK. Alex juga mengungkap adanya pungutan liar yang dilakukan terhadap kepala dinas, Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dan bahkan institusi kesehatan seperti Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Pekanbaru. “Ada iuran yang dipungut dari dinas-dinas dan RSUD. Uang itu diduga disalurkan kepada Risnandar,” tambah Alex.
Meski begitu, KPK masih mendalami apakah uang tersebut hanya berhenti di tangan Risnandar atau melibatkan pihak lain.
Praktik Lama yang Terus Berulang
Ironisnya, modus pengadaan fiktif ini bukanlah hal baru dalam kasus korupsi. Alex yang memiliki pengalaman dua dekade sebagai auditor menyatakan bahwa pola seperti ini sudah sering ia temui sejak lama. "Saya sudah 20 tahun jadi auditor, dan modus ini masih saja digunakan. Ini menunjukkan bahwa ada kelemahan sistemik yang belum juga diperbaiki,” katanya.
Dalam OTT yang dilakukan KPK, ditemukan uang tunai sebesar Rp 1 miliar yang diduga erat kaitannya dengan praktik korupsi ini. Namun, Alex menyebut pihaknya masih mendalami detail konstruksi perkara dan aliran dana dalam kasus ini.
Delapan Orang Dibawa ke Jakarta
OTT di Pekanbaru berujung pada penangkapan delapan orang, termasuk Risnandar Mahiwa. Mereka segera diterbangkan ke Gedung KPK di Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif. Penangkapan ini kembali menyoroti lemahnya pengawasan pengelolaan keuangan daerah serta kerapuhan moral pejabat publik yang seharusnya menjadi teladan.
Luka Lama yang Terus Menganga
Kasus ini menambah daftar panjang korupsi di negeri ini yang melibatkan pejabat daerah. Praktik pengadaan fiktif dan pungutan liar seolah menjadi cerminan betapa sulitnya memberantas budaya korupsi yang mengakar. Pengungkapan kasus Risnandar Mahiwa bukan hanya sekadar mengekspos satu individu, tetapi juga menunjukkan betapa sistem pengelolaan anggaran publik masih mudah disalahgunakan.
KPK berjanji akan terus mengusut tuntas kasus ini dan menyeret semua pihak yang terlibat ke meja hijau. Namun, pertanyaannya tetap: sampai kapan Indonesia terus terjebak dalam lingkaran setan korupsi yang sama?
(Mond)
#KPK #OTT #Korupsi