Breaking News

Korupsi di Rutan KPK: 15 Pelaku Pungli Divonis Penjara 4-5 Tahun

Para terdakwa kasus pungutan liar di Rutan KPK menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (25/11/2024). Jaksa menuntut 15 terdakwa dengan hukuman 4-6 tahun penjara atas pelanggaran UU Tipikor dan KUHP.


D'On, Jakarta –
Babak baru dalam kasus memalukan yang mencoreng institusi penegak hukum telah mencapai puncaknya. Sebanyak 15 terdakwa dalam skandal pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) divonis dengan hukuman penjara 4 hingga 5 tahun. Kasus ini membentang sepanjang empat tahun, dari 2019 hingga 2023, menciptakan luka dalam di tengah upaya bangsa memberantas korupsi.

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Maryono, yang memimpin jalannya persidangan di Jakarta, Jumat (13/12/2024), menegaskan bahwa seluruh terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. “Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah,” ujarnya dengan nada tegas, sebagaimana dikutip dari Antara.

Skenario Gelap di Balik Jeruji KPK

Tidak tanggung-tanggung, 15 nama yang sebelumnya memiliki posisi strategis di Rutan KPK kini menjadi simbol kegagalan integritas. Mereka terdiri dari para kepala rutan, petugas keamanan, hingga pegawai biasa yang terlibat dalam pengelolaan tahanan. Hukuman mereka bervariasi, dengan rincian sebagai berikut:

1. Deden Rochendi, Kepala Cabang Rutan KPK 2018, menerima vonis terberat berupa 5 tahun penjara, denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan, dan kewajiban mengganti uang Rp398 juta atau tambahan 1,5 tahun penjara jika tak dibayar.

2. Hengki, Kepala Keamanan KPK periode 2018–2022, dihukum serupa: 5 tahun penjara, denda Rp250 juta subsider 6 bulan, serta mengganti Rp419,6 juta subsider 1,5 tahun.

3. Nama-nama lain, termasuk Ristanta, Achmad Fauzi, hingga Ramadhan Ubaidillah, rata-rata divonis 4 tahun penjara dengan denda Rp200 juta hingga Rp250 juta. Mereka juga wajib mengembalikan uang yang dikumpulkan dari hasil pungli selama menjabat.

Pungli Sistematis: Miliaran Rupiah Diperas dari Tahanan

Modus operandi mereka terbilang rapi namun menjijikkan. Para terdakwa, yang tersebar di tiga cabang Rutan KPK – Rutan Pomdam Jaya Guntur, Gedung C1, dan Gedung Merah Putih (K4) – memanfaatkan posisi mereka untuk memeras para tahanan. Dari ketiga rutan itu, pungli terorganisir menghasilkan Rp80 juta setiap bulannya. Selama empat tahun, total dana hasil pemerasan mencapai Rp6,38 miliar.

Dana yang terkumpul didistribusikan dengan rapi untuk memperkaya masing-masing pelaku. Di antaranya:

Hengki menikmati hasil terbesar, yakni Rp692,8 juta.

Deden Rochendi memperoleh Rp399,5 juta, sementara Sopian Hadi mengantongi Rp322 juta.

Nama lainnya, seperti Ristanta, Ridwan, dan Ramadhan, menerima pembagian keuntungan mulai dari puluhan juta hingga lebih dari Rp100 juta.

Ironisnya, pungutan ini bukan hanya terjadi sekali. Pungli dilakukan berulang-ulang, mulai dari biaya tambahan untuk fasilitas istimewa hingga pemberian hak-hak tahanan yang seharusnya tak perlu dibayar.

Pasal Berat, Hukuman Tegas

Ke-15 terdakwa dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur perbuatan pemerasan oleh pejabat publik. Pasal tersebut dikaitkan dengan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 Ayat (1) KUHP, yang menegaskan unsur persekongkolan dan keberlanjutan tindak pidana. Vonis ini memberikan sinyal kuat bahwa pelanggaran integritas, terutama di institusi pemberantasan korupsi, tak akan dibiarkan begitu saja.

Namun, hukuman ini juga memunculkan pertanyaan besar: bagaimana praktik korupsi bisa mengakar hingga ke institusi yang seharusnya menjadi simbol pemberantasan korupsi?

Celah Sistem atau Pengkhianatan Moral?

Kasus ini membuka aib mendalam terkait pengawasan internal di lembaga negara. Keberadaan pungli di Rutan KPK mencerminkan lemahnya pengendalian, baik secara sistem maupun budaya kerja. Tindakan para terdakwa tidak hanya merugikan negara, tetapi juga memperburuk kepercayaan publik terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Apa yang seharusnya menjadi benteng terakhir dalam melawan korupsi justru menjadi sarang praktik tercela. Bagi masyarakat, vonis ini diharapkan menjadi pelajaran besar sekaligus penegasan bahwa hukum tak pandang bulu, termasuk bagi mereka yang berada di institusi anti-korupsi itu sendiri.

Momentum untuk Bangkit

Setelah vonis ini, tantangan berikutnya adalah memastikan reformasi menyeluruh di tubuh KPK. Transparansi dalam pengelolaan tahanan, pengawasan ketat, dan mekanisme pelaporan independen harus segera diberlakukan untuk mencegah peristiwa serupa terjadi lagi.

Kasus ini adalah pengingat pahit bahwa perang melawan korupsi adalah perjuangan yang tak pernah selesai. Semoga vonis terhadap 15 terdakwa ini menjadi langkah awal menuju keadilan yang sesungguhnya.

(Mond)

#KPK #PungliRutanKPK #Hukum