Breaking News

Makanan Manis dan Depresi: Mengupas Hubungan yang Mengkhawatirkan

Ilustrasi Depresi 

Dirgantaraonline -
Mengonsumsi makanan manis telah lama menjadi kebiasaan yang melekat dalam kehidupan sehari-hari. Namun, di balik kenikmatan rasa manis, tersimpan risiko kesehatan yang mungkin belum sepenuhnya disadari. Selain meningkatkan kemungkinan obesitas dan diabetes, penelitian terbaru menunjukkan bahwa makanan manis juga dapat memengaruhi kesehatan mental secara signifikan.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Translational Medicine pada Oktober 2024 mengungkap fakta mengejutkan: orang yang sering mengonsumsi makanan manis memiliki risiko lebih tinggi mengalami depresi dibandingkan mereka yang membatasi asupan gula. Penelitian ini melibatkan 182.000 responden yang terbagi dalam tiga kelompok berdasarkan kebiasaan pola makan mereka:

1. Kelompok peduli kesehatan: Cenderung mengonsumsi buah dan sayuran lebih banyak dibandingkan makanan manis atau hewani.

2. Kelompok omnivora: Menyukai variasi makanan, seperti daging, ikan, sayuran, dan makanan manis.

3. Kelompok pecinta makanan manis: Lebih banyak mengonsumsi makanan dan minuman yang tinggi kandungan gula.

Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok yang peduli kesehatan memiliki risiko penyakit kronis, seperti gagal jantung dan penyakit ginjal, yang jauh lebih rendah dibandingkan kelompok lainnya. Sebaliknya, kelompok pecinta makanan manis memiliki risiko depresi 27% lebih tinggi, risiko stroke 22% lebih besar, dan risiko diabetes 15% lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya.

Mengapa Gula Dikaitkan dengan Depresi?

Penelitian ini tidak serta-merta menyimpulkan bahwa gula adalah penyebab utama depresi. Menurut Dr. Nophar Geifman, salah satu peneliti dan profesor di University of Surrey, studi ini hanya menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi makanan manis dan depresi tanpa memastikan sebab-akibatnya. Meski demikian, temuan ini sejalan dengan penelitian lain yang juga menunjukkan kaitan serupa.

Hillary Ammon, PsyD, psikolog klinis dari Center for Anxiety & Women's Emotional Wellness, menyebutkan bahwa peningkatan asupan gula dapat memengaruhi mekanisme otak, seperti yang terlihat dalam penelitian sebelumnya di BMC Psychiatry pada Februari 2024. Sementara itu, Dr. Gail Saltz, seorang psikiater dari Weill-Cornell Medical College, menambahkan bahwa konsumsi gula berlebih dapat memicu peradangan dalam tubuh dan mengganggu keseimbangan mikrobiota usus.

“Peradangan tubuh yang dipicu gula memiliki dampak langsung pada risiko depresi,” ujar Saltz. Selain itu, pola makan tinggi gula juga dapat memengaruhi produksi hormon stres kortisol, yang jika meningkat secara berlebihan dapat memperburuk kondisi mental seseorang.

Berapa Banyak Gula yang Aman?

Mengingat risiko kesehatan yang begitu kompleks, penting untuk memahami batas aman konsumsi gula harian. Berdasarkan pedoman Kementerian Kesehatan Indonesia, konsumsi gula per hari sebaiknya tidak melebihi 50 gram atau sekitar empat sendok makan. Namun, kebiasaan masyarakat Indonesia yang gemar mengonsumsi makanan dan minuman manis kerap membuat batas ini sulit dicapai.

Teh manis setelah makan, martabak, es krim, hingga berbagai camilan manis lainnya menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup. Sayangnya, kebiasaan ini dapat berdampak buruk. Penelitian pada Februari 2024 menemukan bahwa setiap tambahan delapan sendok makan gula dapat meningkatkan risiko depresi secara signifikan.

Namun, perlu ditekankan bahwa risiko ini tidak langsung muncul hanya karena sekali konsumsi gula berlebih. “Hubungan antara depresi dan gula tidak bersifat instan. Ini terkait dengan pola makan secara keseluruhan,” jelas Dr. Saltz.

Mengendalikan Kebiasaan Demi Kesehatan Mental

Meskipun gula bukan satu-satunya faktor yang berkontribusi pada risiko depresi, membatasi konsumsinya adalah langkah awal yang baik untuk menjaga kesehatan mental dan fisik. Mengganti makanan manis dengan sumber energi yang lebih sehat, seperti buah-buahan, biji-bijian, atau camilan rendah gula, dapat menjadi pilihan yang bijak.

Kesadaran terhadap pola makan juga harus diperkuat dengan edukasi yang menyeluruh, baik melalui keluarga maupun komunitas. Jangan biarkan kenikmatan sesaat dari rasa manis membawa konsekuensi panjang yang berbahaya bagi tubuh dan pikiran.

Keseimbangan adalah kunci. Nikmati makanan manis sesekali, tetapi pastikan asupan gula Anda tetap dalam batas aman. Dengan demikian, Anda tidak hanya melindungi tubuh dari risiko penyakit kronis tetapi juga menjaga kesehatan mental agar tetap optimal.

(Rini)

#Depresi #MakananManis #Gayahidup #Lifestyle