Mengurai Dugaan Korupsi Dana CSR Bank Indonesia: Jejak Aliran ke Yayasan dan Afiliasi yang Mengundang Tanya
Asep Guntur, Direktur Penyidikan KPK
D'On, Jakarta – Kasus dugaan penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) mengemuka dan menjadi perhatian publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menggali aliran dana yang seharusnya diperuntukkan untuk kegiatan sosial tersebut. KPK mencurigai bahwa dana ini tidak sepenuhnya sampai ke pihak yang berhak, tetapi malah dinikmati oleh sejumlah pihak melalui mekanisme yang terkesan terselubung.
Dana CSR dan Yayasan: Pola Penyaluran yang Disorot
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa dalam skema penyaluran dana CSR BI, yayasan menjadi perantara utama. Dalam konferensi pers di Gedung KPK pada Senin (30/12), ia menjabarkan bagaimana mekanisme ini diduga menjadi pintu masuk bagi praktik yang tidak sesuai aturan.
"Penyaluran dana CSR ini mekanismenya melalui yayasan. Dari yayasan tersebut, barulah dana disalurkan kepada individu-individu tertentu," ujar Asep. Namun, yang menjadi fokus penyelidikan adalah bagaimana yayasan tersebut dipilih. Apakah yayasan itu dipilih secara independen atau ada afiliasi dengan pihak-pihak tertentu, masih terus didalami.
Asep menambahkan, jika yayasan yang menerima dana memiliki hubungan afiliasi dengan pihak yang berwenang dalam penyaluran CSR, maka situasinya akan berbeda. “Kalau yayasannya ternyata milik pihak tertentu, misalnya anggota keluarga atau kenalan, tentu ini bisa menjadi indikasi pelanggaran,” ujarnya.
Meski demikian, Asep belum membeberkan detail yayasan mana saja yang terlibat. “Saya belum hapal terkait yayasan-yayasan ini. Silakan teman-teman investigasi, mungkin bisa menemukan afiliasi yang dimaksud,” katanya.
Anggota DPR dan Program CSR BI: Sebuah Pengakuan
Dalam perkembangan lain, dua anggota DPR RI dari Komisi XI periode 2019-2024 telah diperiksa KPK terkait kasus ini, yakni Heri Gunawan dari Partai Gerindra dan Satori dari Partai NasDem. Satori secara terbuka mengungkapkan bahwa dana CSR BI memang diterima oleh seluruh anggota Komisi XI. Dana tersebut, menurutnya, digunakan untuk program sosialisasi di daerah pemilihan masing-masing.
“Semua anggota Komisi XI menerima dana itu. Programnya adalah sosialisasi di dapil,” ujar Satori. Namun, ia tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai bentuk sosialisasi tersebut.
Ketika ditanya mengenai nominal dana yang diterima, Satori mengaku lupa. Ia juga menepis adanya praktik suap dalam pembagian dana CSR ini. “Tidak ada uang suap. Kami hanya mengikuti prosedur yang ada,” tegasnya. Namun, namanya tetap disebut-sebut sebagai salah satu calon tersangka dalam kasus ini.
Bank Indonesia: Komitmen Tata Kelola dan Kooperasi
Di sisi lain, Gubernur BI, Perry Warjiyo, menegaskan bahwa pihaknya mendukung penuh proses hukum yang tengah dilakukan oleh KPK. Perry memastikan BI bersikap transparan dan kooperatif dengan menyerahkan dokumen-dokumen yang diminta serta menghadirkan pejabat terkait untuk memberikan keterangan.
“Kami tegaskan, CSR BI selalu dikelola berdasarkan tata kelola yang baik sesuai ketentuan yang berlaku,” ungkap Perry dalam konferensi pers sebelumnya.
Perry, yang telah menjabat sebagai Gubernur BI sejak 2018, menambahkan bahwa pihaknya akan terus mendukung upaya penegakan hukum dalam kasus ini. Ia juga memastikan bahwa mekanisme pengelolaan CSR di BI dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Namun, kasus ini tetap menjadi sorotan, terutama karena dugaan penyimpangan yang terjadi pada 2023, saat ia masih menjabat.
Misteri Kerugian Negara dan Jejak Yayasan
Hingga kini, KPK belum membeberkan detail mengenai kerugian negara akibat dugaan korupsi ini. Namun, beberapa lokasi strategis telah digeledah, termasuk ruangan di Gedung BI. Sementara itu, publik menunggu dengan harap-harap cemas akan terungkapnya konstruksi kasus ini secara utuh.
Yang menjadi tanya besar adalah bagaimana yayasan-yayasan tersebut dipilih dan sejauh mana keterkaitannya dengan pihak-pihak tertentu. Apakah ini murni kesalahan prosedur atau ada unsur kesengajaan untuk mengarahkan dana CSR ke pihak yang tidak berhak?
Peluang Pengungkapan dan Tantangan Transparansi
Kasus ini membuka diskusi lebih luas tentang pengelolaan dana CSR di lembaga-lembaga negara. CSR, yang sejatinya bertujuan untuk membantu masyarakat, justru menjadi celah bagi praktik korupsi jika tidak diawasi dengan baik. KPK kini berada di persimpangan krusial untuk mengungkap siapa saja yang terlibat dan memastikan keadilan ditegakkan.
Publik pun menanti langkah tegas dari KPK, tidak hanya untuk memberikan sanksi kepada pihak yang terbukti bersalah, tetapi juga untuk memperbaiki sistem pengelolaan CSR agar lebih transparan dan akuntabel di masa depan. Akankah kasus ini menjadi momen besar bagi reformasi tata kelola CSR di Indonesia? Hanya waktu yang akan menjawab.
(Mond)
#KPK #Korupsi #BankIndonesia #KorupsiDanaCSRBankIndonesia