Mengurai Jejak Penyitaan Aset Bang Uun dalam Skandal Korupsi SPPD Fiktif DPRD Riau
D'On, Riau – Penegakan hukum di Riau semakin memperlihatkan ketegasannya. Subdit III Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau terus menggali jejak dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif yang menyeret sejumlah pihak, termasuk mantan Penjabat Wali Kota Pekanbaru, Muflihun alias Bang Uun. Penyelidikan yang intensif ini telah berujung pada serangkaian penyitaan aset bernilai fantastis.
Aset Berharga Mulai dari Barang Branded hingga Properti Mewah
Sejauh ini, penyidik telah menyita berbagai aset yang diyakini berasal dari praktik korupsi dalam pengelolaan dana SPPD fiktif di Sekretariat DPRD Riau untuk tahun anggaran 2020-2021. Salah satu temuan awal adalah sejumlah barang bermerek yang dimiliki oleh seorang tenaga harian lepas (THL) berinisial MS (33). Barang-barang tersebut ditaksir bernilai antara Rp390 juta hingga Rp395 juta.
Langkah berikutnya mengarah pada penyitaan sebuah rumah megah yang diduga milik Muflihun. Rumah ini terletak di Jalan Banda Aceh, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru. Tidak berhenti di situ, tim penyidik kemudian bergerak lebih jauh hingga ke Kota Batam untuk menyita apartemen mewah yang terletak di Citra Plaza Nagoya, tepatnya di kawasan strategis Komplek Nagoya City Walk, Northwalk A No. 1, Lubuk Baja, Batam.
Empat unit apartemen yang disita tersebut tercatat atas nama beberapa individu, yaitu Muflihun, Mira Susanti (pegawai honorer di Setwan Riau), Irwan Suryadi, dan Teddy Kurniawan. Total nilai keempat unit apartemen itu mencapai lebih dari Rp2 miliar. Aparat menduga, properti-properti ini dibeli menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi.
"Bukti awal menunjukkan bahwa apartemen-apartemen ini dibeli dengan uang dari SPPD fiktif yang melibatkan oknum di Sekretariat DPRD Provinsi Riau," ujar Kombes Pol Nasriadi, Direktur Kriminal Khusus Polda Riau, Senin (9/12/2024).
Lahan Luas dan Homestay di Sumatera Barat
Tidak hanya berhenti di properti perkotaan, penyidik juga berhasil mengungkap aset lain berupa lahan seluas 1.206 meter persegi yang dilengkapi 11 unit homestay. Lokasi aset ini berada di Jorong Padang Torok, Nagari Harau, Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
Penyitaan ini dilakukan pada Sabtu (7/12/2024) dengan dukungan hukum dari Pengadilan Negeri Tanjung Pati melalui izin penyitaan bernomor 178/Pen.Pid/Sita/2024/PN Tjp, tertanggal 18 November 2024. Kombes Nasriadi menyatakan bahwa total nilai aset ini juga ditaksir mencapai Rp2 miliar.
"Penyitaan ini merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa hasil korupsi tidak dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak terkait. Ini adalah bagian dari upaya penyidikan yang tengah kami lakukan," tegas Nasriadi.
Menunggu Audit Kerugian Negara
Meski rangkaian penyitaan ini sudah dilakukan, proses hukum masih terus berjalan. Saat ini, penyidik tengah menunggu hasil audit kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Audit ini akan menjadi salah satu bukti utama untuk memperkuat dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh para calon tersangka.
Skandal korupsi ini menguak bagaimana praktik korupsi di institusi pemerintahan dapat terjadi secara sistemik. Dengan penyitaan aset-aset bernilai miliaran rupiah, publik pun kini menantikan langkah tegas dari aparat hukum untuk memastikan para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.
Penyidikan ini menjadi bukti bahwa hukum tetap berjalan, meski harus menghadapi berbagai tantangan. Langkah berikutnya adalah menuntaskan proses hukum dengan transparan dan adil, demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia.
(Mond)
#SPPDFiktif #DPRDRiau #Korupsi #PoldaRiau