Menteri Agus: Hasto Dicekal, Drama Kasus Suap dan Perintangan Penyidikan Makin Panas
D'On Jakarta – Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penetapan ini menyusul keterlibatannya dalam dua kasus besar: dugaan suap terkait mantan calon legislatif PDIP Harun Masiku dan kasus perintangan penyidikan. Dalam perkembangan terbaru, Hasto dicegah untuk bepergian ke luar negeri, memperkuat sinyal bahwa proses hukum akan berjalan tanpa kompromi.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (KemenImiPas), Jenderal Polisi (Purn.) Agus Andrianto, memastikan pencekalan Hasto telah dilakukan dalam waktu singkat. "Sudah kami tindak lanjuti (cekal) kemarin malam, hanya 45 menit setelah pengajuan cekal dari KPK," ujar Agus saat dikonfirmasi pada Rabu (25/12).
Selain Hasto, KPK juga mengajukan pencekalan terhadap Donny Tri Istiqomah, yang turut menjadi tersangka dalam kasus ini. Pencegahan ini akan berlaku selama enam bulan, dan, seperti dijelaskan Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan.
Mengungkap Kasus Suap Harun Masiku
Hasto diduga memainkan peran kunci dalam upaya meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Ia dituduh menjadi penyokong dana untuk menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat itu, Wahyu Setiawan.
Dalam aksi suap tersebut, Hasto tidak bekerja sendirian. Ia diduga berkolaborasi dengan Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saiful Bahri. Uang suap ini diberikan melalui perantara Agustiani Tio F dan Wahyu Setiawan. Sebagai catatan, Saiful dan Wahyu sudah lebih dulu diproses hukum, dengan vonis bersalah dijatuhkan kepada keduanya.
Namun, kasus ini tidak hanya berhenti pada dugaan suap. Hasto juga diduga kuat berupaya menghalangi jalannya penyelidikan. Ia dituduh mengarahkan sejumlah saksi agar memberikan keterangan palsu kepada penyidik KPK. Dalam insiden yang semakin memperkeruh kasus ini, Hasto bahkan memerintahkan salah satu bawahannya untuk menghubungi Harun Masiku agar menenggelamkan ponsel ke dalam air sebelum melarikan diri dari kejaran KPK.
Perintah serupa juga dilakukan pada 6 Juni 2024, hanya empat hari sebelum Hasto dijadwalkan diperiksa sebagai saksi. Ia meminta Kusnadi, salah satu stafnya, untuk menenggelamkan ponsel agar barang bukti tidak ditemukan.
Dalam kasus suap, Hasto dijerat Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b, serta Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sedangkan dalam kasus perintangan penyidikan, ia disangkakan melanggar Pasal 21 UU Tipikor, juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
PDIP: Proses Hukum atau Politisasi?
Di tengah badai kasus ini, PDI Perjuangan melalui Ketua DPP-nya, Ronny Talapessy, menegaskan bahwa partai tetap menghormati proses hukum. Namun, Ronny juga melontarkan tudingan adanya politisasi hukum terhadap kasus ini.
“PDI Perjuangan dan Sekjen DPP PDI Perjuangan telah dan akan selalu mentaati proses hukum serta bersikap kooperatif,” ujar Ronny dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Selasa (24/12).
Lebih lanjut, Ronny menilai bahwa apa yang menimpa Hasto merupakan bentuk manipulasi hukum untuk menyerang PDIP secara politis. “PDI Perjuangan lahir dari cita-cita besar untuk membawa Republik ini berjalan di atas rel demokrasi dengan prinsip negara hukum yang adil dan transparan. Yang terjadi saat ini adalah politisasi hukum,” tegasnya.
Sorotan Publik
Kasus ini tidak hanya menyeret nama besar Hasto Kristiyanto tetapi juga membuka kembali luka lama yang ditinggalkan Harun Masiku, sosok buron yang hingga kini masih menjadi teka-teki besar. Dengan pencekalan, penetapan tersangka, dan tudingan politisasi, drama politik dan hukum ini semakin menyita perhatian publik.
Akankah ini menjadi ujian besar bagi integritas hukum di Indonesia, atau sekadar babak baru dalam permainan politik? Waktu yang akan menjawab.
(Mond)
#Hukum #HastoKristiyantoDicekal #HastoKristiyanto #HastoKristiyantoTersangka