Miftah Maulana Belum Lapor LHKPN: Pejabat Abaikan Kewajiban?
Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak (tengah) bersama juru bicara baru KPK Tessa Mahardika Sugiarto (kiri) dan tim juru bicara baru KPK Budi Prasetyo (kanan
D'On, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti tingkat kepatuhan para pejabat negara dalam melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Hingga 3 Desember 2024, data KPK mengungkapkan bahwa sebagian besar pejabat di Kabinet Merah Putih, termasuk Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan, Miftah Maulana, belum memenuhi kewajiban ini.
“Yang bersangkutan belum lapor,” ungkap Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan pada Rabu (4/12/2024).
Budi merinci bahwa dari total 124 pejabat yang diwajibkan melaporkan harta kekayaan, hanya 72 orang atau sekitar 58 persen yang telah menyerahkan LHKPN. Sisanya, 52 orang, hingga kini belum memenuhi kewajiban tersebut.
Pejabat Khusus Masih Rendah Tingkat Kepatuhannya
Berdasarkan laporan Direktorat LHKPN KPK, hanya enam dari 15 utusan khusus, penasihat khusus, dan staf khusus Presiden yang telah melaporkan harta kekayaan mereka. Miftah Maulana, salah satu utusan khusus, termasuk di antara sembilan orang yang belum menyerahkan laporan tersebut.
Kondisi ini cukup memprihatinkan mengingat LHKPN merupakan salah satu bentuk transparansi dan akuntabilitas para pejabat negara kepada publik. “Kepatuhan melaporkan LHKPN adalah kewajiban, bukan pilihan. Kami terus mengingatkan para pejabat untuk segera melapor,” tegas Budi.
Kabinet Merah Putih Masih Jauh dari Sempurna
Tak hanya pada level penasihat khusus, tingkat kepatuhan juga rendah di level menteri dan wakil menteri. Dari 52 menteri dan kepala badan, hanya 36 orang yang sudah melaporkan LHKPN. Artinya, masih ada 16 orang yang belum memenuhi kewajiban tersebut.
Sementara itu, di level wakil menteri dan wakil kepala lembaga, dari 57 orang, baru 30 orang yang telah melaporkan harta kekayaannya. “Kami mencatat bahwa masih ada pekerjaan besar dalam meningkatkan kepatuhan di level pejabat tinggi negara,” tambah Budi.
Batas Waktu dan Kendala Verifikasi
KPK mengingatkan bahwa sesuai aturan, seluruh pejabat di Kabinet Merah Putih wajib melaporkan LHKPN maksimal tiga bulan setelah pelantikan. Artinya, bagi yang belum melapor, waktu yang tersisa semakin sempit.
Namun, bagi pejabat yang telah melaporkan, prosesnya belum selesai begitu saja. Menurut Budi, saat ini banyak laporan LHKPN yang masih dalam tahap verifikasi. “Sebagian masih dalam proses pemeriksaan. Ada juga yang harus melengkapi surat kuasa agar laporan mereka dapat dipublikasikan,” jelasnya.
Membangun Transparansi dan Kepercayaan Publik
LHKPN bukan sekadar dokumen administratif, melainkan salah satu bentuk pertanggungjawaban pejabat negara kepada masyarakat. Melalui laporan ini, masyarakat dapat mengetahui secara transparan jumlah dan asal-usul kekayaan para penyelenggara negara.
Namun, rendahnya tingkat kepatuhan menunjukkan adanya tantangan besar dalam membangun budaya transparansi di kalangan pejabat negara. KPK pun terus mendorong agar laporan LHKPN menjadi prioritas utama, terutama dalam Kabinet Merah Putih yang menjadi tulang punggung pemerintahan saat ini.
“Harapan kami, para pejabat negara memahami bahwa LHKPN adalah bentuk nyata dari komitmen mereka dalam menjalankan tugas dengan integritas. Publik memiliki hak untuk mengetahui, dan para pejabat memiliki kewajiban untuk melapor,” pungkas Budi.
Kepatuhan melaporkan LHKPN bukan hanya soal kepentingan hukum, melainkan juga upaya membangun kepercayaan publik terhadap pemerintahan. Dengan waktu yang terus berjalan, akankah pejabat yang belum melapor segera memenuhi kewajiban mereka? Atau justru ini menjadi potret lain dari tantangan membangun pemerintahan yang transparan dan akuntabel?
KPK kini menanti langkah nyata para pejabat untuk menunjukkan bahwa mereka benar-benar bekerja untuk rakyat, dengan integritas sebagai fondasi utama.
(Mond)
#GusMiftah #LHKPN #KPK