Miris, 216 Anak di Bawah 15 Tahun di Indonesia Terjangkit Sifilis: Ketika Kesenangan dan Ekonomi Berbaur dengan Risiko
Ilustrasi
D'On, Jakarta – Kasus penyakit infeksi menular seksual (IMS) di Indonesia kian mencemaskan. Data terbaru dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan bahwa sifilis, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum, terus menjangkiti masyarakat, bahkan menyerang kelompok usia yang seharusnya masih berada dalam masa pertumbuhan dan perlindungan.
Dalam laporan yang dirilis Kemenkes, tercatat sebanyak 8.984 kasus sifilis sejak Januari hingga September 2024. Yang mengejutkan, dari jumlah tersebut, 216 kasus ditemukan pada anak-anak di bawah usia 15 tahun. Data ini menyoroti fenomena yang semakin memprihatinkan: anak-anak terjebak dalam lingkaran risiko seksual, baik karena faktor ekonomi, lingkungan, maupun kondisi sosial lainnya.
Sifilis dan Anak-Anak: Sebuah Potret Ironi
“Kami mencatat ada 216 anak di bawah usia 15 tahun yang terjangkit sifilis,” ungkap Kabiro Humas Kemenkes, Aji Muhawarman, dalam pernyataan resminya. Meski detail distribusi usia dan lokasi anak-anak tersebut belum dipublikasikan, angka ini menandai adanya celah besar dalam perlindungan kesehatan dan pendidikan seksual di tanah air.
Lebih lanjut, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes, Ina Agustina Isturini, menjelaskan bahwa fenomena ini tidak terjadi begitu saja. Menurutnya, ada sejumlah faktor kompleks yang berperan, mulai dari kebutuhan ekonomi hingga tekanan lingkungan sosial.
“Beberapa anak terpaksa menjual jasa seksual untuk bertahan hidup. Ada pula yang menjadi korban kekerasan seksual, terjerumus dalam pergaulan bebas, atau terpengaruh budaya kawin muda yang masih marak di beberapa daerah,” ujar Ina dalam keterangannya pada Selasa (3/12).
Mengenal Gejala Sifilis dan Tahapannya
Sifilis adalah penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan, namun seringkali tidak terdeteksi karena gejalanya yang tidak selalu tampak. Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual, kehamilan, dan transfusi darah. Berikut adalah tahapan sifilis yang penting untuk dipahami:
1. Sifilis Primer: Luka kecil dan keras (chancre) muncul di area genital, anus, atau mulut. Sering kali tidak terasa sakit dan sembuh sendiri dalam waktu 3–10 hari, sehingga banyak penderita tidak menyadari infeksi ini. Jika tidak diobati, sifilis dapat berkembang ke tahap berikutnya.
2. Sifilis Sekunder: Muncul ruam tidak gatal, biasanya di telapak tangan atau kaki, disertai lesi putih di area lembab seperti anus atau labia. Gejala ini bisa hilang tanpa pengobatan, namun infeksi tetap aktif dalam tubuh.
3. Sifilis Laten: Penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali, tetapi bakteri tetap hidup dan dapat berkembang ke sifilis tersier setelah bertahun-tahun.
4. Sifilis Tersier: Tahap paling berbahaya, dapat menyebabkan kerusakan pada otak, jantung, dan pembuluh darah, bahkan mengancam nyawa.
Pada ibu hamil, sifilis bisa menyebabkan keguguran, kematian bayi saat lahir, atau melahirkan bayi dengan sifilis kongenital. Kondisi ini menegaskan pentingnya deteksi dini dan pengobatan tepat waktu.
Kasus di Kota-Kota Besar: Dari Medan hingga Yogyakarta
Di Kota Medan, sepanjang tahun 2024, ditemukan 14 remaja berusia 15-18 tahun yang terjangkit sifilis. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Medan, Pocut Fatimah Fitri, menjelaskan bahwa seluruh kasus tersebut berasal dari kelompok lelaki seks lelaki (LSL), salah satu populasi dengan perilaku berisiko tinggi.
“Sifilis dapat diobati secara efektif jika terdeteksi dini. Selama pengobatan, penderita harus menghentikan aktivitas seksual hingga dokter memastikan mereka sembuh sepenuhnya,” tegas Pocut.
Sementara itu, di Kota Yogyakarta, Dinas Kesehatan setempat memastikan tidak ada kasus sifilis yang melibatkan anak-anak. Jumlah kasus sifilis di wilayah ini bahkan menurun dari 716 pada 2023 menjadi 651 pada 2024. Meski begitu, angka ini tetap menjadi pengingat bahwa sifilis masih menjadi ancaman kesehatan masyarakat yang harus ditangani serius.
Tindakan Pencegahan dan Harapan ke Depan
Penggunaan kondom secara benar dan konsisten adalah langkah sederhana namun efektif untuk mencegah penularan sifilis. Selain itu, edukasi seksual yang komprehensif, khususnya di kalangan remaja, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran akan risiko penyakit menular seksual.
Kasus sifilis di kalangan anak-anak dan remaja di Indonesia adalah cerminan nyata dari berbagai permasalahan sosial yang kompleks, termasuk ketimpangan ekonomi, minimnya akses pendidikan, dan kurangnya pengawasan orang tua.
Diperlukan langkah bersama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan untuk memastikan anak-anak Indonesia tumbuh dalam lingkungan yang aman, sehat, dan bebas dari risiko penyakit menular seksual. Sifilis bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga potret menyeluruh dari tantangan sosial yang mendesak untuk segera diselesaikan.
(Mond)
#Sifilis #Kesehatan #Nasional #KementerianKesehatan