Misteri Tewasnya Tahanan Polrestabes Medan: Dugaan Kekerasan dan Desakan Keadilan Keluarga
Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan
D'On, Medan - Kasus kematian seorang tahanan bernama Budianto Simangunsong (42) di Rumah Tahanan Polisi (RTP) Polrestabes Medan menjadi sorotan publik. Dua hari setelah penangkapannya, Budianto ditemukan tak bernyawa, memunculkan dugaan tindak kekerasan dan pelanggaran prosedur dalam proses penangkapan hingga penahanan. Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, akhirnya angkat bicara terkait kejadian yang menggemparkan ini.
Kronologi Penangkapan dan Luka-Luka yang Mencurigakan
Menurut keterangan resmi, Budianto ditangkap bersama dua rekannya, D dan G, pada Rabu, 25 Desember 2024, di Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Penangkapan itu dilakukan atas dugaan ancaman dan kekerasan terhadap anggota Polrestabes Medan. Namun, yang menjadi perhatian adalah kondisi fisik Budianto yang penuh luka saat berada di tahanan.
"Hasil visum menunjukkan adanya luka pada kepala dan rahang korban. Luka-luka tersebut diduga terjadi saat penangkapan, bukan di dalam sel tahanan," ujar Kombes Gidion pada Kamis (26/12/2024).
Namun, keluarga korban meragukan pernyataan tersebut. Mereka menduga kekerasan yang dialami Budianto terjadi akibat penganiayaan selama proses penangkapan dan penahanan.
Desakan Keluarga dan Kecurigaan Penganiayaan
Dumaria Simangunsong, istri almarhum, menuturkan awal mula peristiwa tragis ini. Pada Selasa malam, 24 Desember 2024, Budianto sedang nongkrong bersama teman-temannya di sebuah warung di Gang Horas, Desa Sei Semayang. Pertengkaran dengan seorang pria yang diduga oknum polisi menjadi awal malapetaka.
"Suami saya bersama teman-temannya tiba-tiba dibawa pergi oleh seorang oknum polisi yang kabarnya menantu warga setempat. Tidak ada surat penangkapan, tidak ada kejelasan ke mana mereka dibawa," ujar Dumaria.
Keesokan harinya, Dumaria berusaha mencari suaminya di Polrestabes Medan. Namun, ia dihadapkan pada penolakan. "Saya tidak diizinkan bertemu dengan alasan tidak ada Kanit. Saya tidak tahu bagaimana kondisi suami saya saat itu," lanjutnya dengan nada getir.
Kabar duka itu datang dua hari kemudian. Dumaria diberitahu bahwa suaminya sudah berada di Rumah Sakit Bhayangkara, Jalan KH Wahid Hasyim, Medan. Namun, yang terjadi berikutnya memperbesar kecurigaan keluarga.
"Saya datang ke rumah sakit, tetapi tidak diperbolehkan melihat jenazah suami saya. Saat saya mendesak, tiba-tiba jenazah sudah berada di kamar jenazah tanpa ada penjelasan apa pun dari pihak polisi," ungkapnya penuh emosi.
Investigasi Internal dan Pemeriksaan 6 Personel
Di tengah derasnya desakan keluarga untuk mengusut tuntas kasus ini, Kapolrestabes Medan memastikan bahwa pihaknya sedang melakukan pemeriksaan internal. Enam personel yang terlibat dalam penangkapan, termasuk seorang perwira bernama Ipda ID, tengah diperiksa oleh Paminal (Pengamanan Internal).
"Kami serius menangani dugaan pelanggaran ini. Jika ditemukan adanya pelanggaran etik atau prosedur operasional standar (SOP) dalam penangkapan, maka akan ditindak sesuai aturan yang berlaku," tegas Kombes Gidion.
Namun, hingga saat ini, hasil penyelidikan lebih mendalam masih dinantikan. Keterangan lengkap terkait visum akan disampaikan pada Jumat, 27 Desember 2024.
Tuntutan Transparansi dan Keadilan
Kematian Budianto menyisakan duka mendalam bagi keluarga sekaligus memunculkan berbagai pertanyaan. Apakah kematiannya benar akibat luka saat penangkapan? Ataukah ada kekerasan lebih lanjut selama proses penahanan?
Keluarga menuntut transparansi dari pihak kepolisian. Mereka meminta agar kasus ini diungkap secara terang benderang. "Kami ingin keadilan untuk suami saya. Kami minta polisi bertindak adil dan tidak menutup-nutupi kasus ini," harap Dumaria.
Kasus ini juga menarik perhatian masyarakat luas yang mengecam segala bentuk kekerasan dan penyalahgunaan wewenang oleh aparat. Dengan sorotan tajam publik, Polrestabes Medan kini berada di bawah tekanan untuk mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi keluarga korban.
Pelajaran untuk Aparat Penegak Hukum
Kematian Budianto Simangunsong menjadi pengingat akan pentingnya profesionalisme dan akuntabilitas dalam setiap tindakan penegakan hukum. Jika benar terjadi pelanggaran, kasus ini bisa menjadi batu ujian besar bagi institusi kepolisian untuk memperbaiki diri dan mengembalikan kepercayaan publik. Transparansi dan keadilan menjadi kunci utama untuk menjawab kecurigaan serta memberikan kepastian hukum yang diharapkan masyarakat.
(Mond)
#TahananTewas #Peristiwa #Polri #PolrestabesMedan