Novel Baswedan: Hasto Harusnya Sudah Tersangka Sejak 2020, Ada Dugaan Campur Tangan Firli Bahuri
D'On, Jakarta – Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, kembali mengungkap fakta mencengangkan terkait lambannya penetapan status tersangka terhadap Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. Menurut Novel, Hasto seharusnya sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap yang melibatkan buron Harun Masiku sejak 2020. Novel bahkan menduga ada peran mantan Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam menghambat proses tersebut.
“Sejak awal 2020, ketika Operasi Tangkap Tangan (OTT) dilakukan, penyidik sudah mengusulkan agar Hasto dijadikan tersangka berdasarkan bukti-bukti yang ada. Namun, pimpinan KPK saat itu menolak,” ujar Novel kepada wartawan, Rabu (25/12/2024).
Peran Firli Bahuri dalam Dugaan Kebocoran Informasi
Lebih jauh, Novel mengungkapkan dugaan serius bahwa Firli Bahuri sengaja membocorkan informasi terkait OTT kepada media. Kebocoran ini diduga memberikan celah bagi Hasto untuk melarikan diri bersama Harun Masiku, sekaligus menghilangkan barang bukti penting, termasuk alat komunikasi.
"Ketika petugas KPK mencoba menangkap Harun Masiku dan Hasto, ada kejadian di lapangan yang sangat mencurigakan. Informasi terkait OTT terhadap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, tiba-tiba diumumkan ke media oleh Firli Bahuri, padahal proses penangkapan terhadap Harun Masiku masih berlangsung," ungkap Novel.
Akibatnya, lanjut Novel, Harun Masiku mendapat peringatan untuk menghancurkan ponselnya dan segera kabur. Kejadian ini menjadi titik kritis yang mempersulit pengungkapan keterlibatan Hasto secara langsung dalam kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI tahun 2019.
Keterlambatan yang Penuh Tanda Tanya
Penetapan Hasto sebagai tersangka baru dilakukan pada Desember 2024 oleh pimpinan KPK periode baru, di bawah Ketua KPK Setyo Budiyanto. Dalam konferensi persnya, Setyo menyebut bahwa Hasto memiliki peran aktif dalam membantu Harun Masiku kabur dari jeratan hukum pada Januari 2020.
Novel menilai keterlambatan ini mencerminkan adanya pengaruh politik yang kuat di tubuh KPK pada masa kepemimpinan sebelumnya. "Bila melihat rangkaian peristiwa ini, terlalu banyak kebetulan yang terjadi. Apakah ini benar-benar kebetulan, atau ada tangan-tangan tertentu yang mengatur? Rasanya sulit untuk tidak mengaitkan semua ini,” katanya.
Hasto dan Strategi Penghilangan Bukti
Dalam kasus ini, Hasto tak hanya disebut sebagai fasilitator pelarian Harun Masiku, tetapi juga berperan aktif dalam perintangan penyidikan. Menurut KPK, Hasto memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk menghancurkan ponsel sebelum penyidik KPK dapat menyitanya. Lebih dari itu, Hasto juga diduga mengumpulkan saksi-saksi dalam kasus suap ini dan memberikan doktrin untuk tidak memberikan keterangan yang sebenarnya kepada penyidik.
“Hasto menggunakan pengaruhnya untuk menutupi jejak, termasuk dengan merusak bukti dan mengarahkan saksi agar bungkam. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi bentuk pelecehan terhadap proses penegakan keadilan,” tegas Novel.
Misteri yang Belum Terjawab
Hingga kini, keberadaan Harun Masiku masih menjadi teka-teki besar. Dengan latar belakang kasus ini, pertanyaan besar pun mencuat: siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas kebocoran informasi dan membantu Harun melarikan diri? Novel menyebut bahwa kronologi peristiwa yang ia paparkan dapat menjadi petunjuk penting untuk mengungkap dalang di balik peristiwa ini.
“Jika ditelusuri dengan teliti, semua peristiwa ini saling berkaitan. Dari kebocoran informasi OTT hingga lambannya penetapan tersangka terhadap Hasto, ada pola yang menunjukkan adanya campur tangan kekuatan besar,” ujarnya.
KPK di Persimpangan Jalan
Penetapan Hasto sebagai tersangka menjadi langkah signifikan di era kepemimpinan KPK yang baru. Namun, pertanyaan lebih besar tetap menggantung: apakah ini menjadi awal dari pengungkapan lebih dalam, atau justru langkah terakhir dalam kasus yang penuh liku ini?
Dengan sorotan tajam dari publik, perjalanan kasus ini akan menjadi ujian penting bagi komitmen KPK dalam menegakkan keadilan tanpa pandang bulu. Di sisi lain, masyarakat menanti apakah Harun Masiku, sosok buron yang menjadi simbol kegagalan penegakan hukum selama bertahun-tahun, akhirnya dapat ditangkap dan diadili.
Pernyataan Novel Baswedan membuka kembali luka lama dalam tubuh KPK dan menyoroti bagaimana permainan politik dapat memengaruhi proses hukum di Indonesia. Kasus ini bukan sekadar soal suap atau pelarian seorang buron, tetapi juga ujian besar bagi integritas lembaga antikorupsi negara ini.
(Mond)
#NovelBaswedan #HastoKristiyanto #Hukum #FirliBahuri HastoKristiyantoTersangka