Breaking News

Penderitaan Tiga Tahun di Rumah Polisi Malaysia: WNI Alami 62 Luka di Tubuh

Ilustrasi 

D'On, Malaysia -
Di balik seragamnya yang seharusnya menjadi simbol perlindungan dan keadilan, seorang polisi Malaysia, S. Vijayan Rao (40), justru menjadi pelaku kekejaman yang mengerikan. Bersama istrinya, K. Rineshini Naidu (37), dia menjadikan rumah mereka di Taman Industri Bolton, Gombak, sebagai tempat terjadinya eksploitasi brutal terhadap seorang pekerja rumah tangga (PRT) asal Indonesia. Kisah pilu ini mengungkap penderitaan luar biasa korban selama tiga tahun berada dalam neraka kehidupan.

Pada 30 November 2024, Pengadilan Negeri Klang, Malaysia, yang dipimpin Hakim Zulqarnain Hassan, menjatuhkan hukuman tegas kepada pasangan tersebut. Vijayan dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, sementara Rineshini mendapat hukuman 10 tahun. Lebih dari itu, keduanya diwajibkan membayar kompensasi sebesar RM 80.000 (sekitar Rp 260 juta) kepada korban. Jika gagal membayar, masa hukuman mereka akan bertambah enam bulan.

Luka Fisik dan Trauma Mendalam

Dalam persidangan, fakta-fakta mengerikan terungkap. Korban ditemukan dengan total 62 luka di tubuhnya, hasil dari penyiksaan yang dilakukan secara berulang. Laporan forensik dari Rumah Sakit Kuala Lumpur merinci kondisi tubuh korban: 20 luka baru dan 42 bekas luka menghiasi kepala, leher, dada, punggung, tangan, hingga perutnya. Kondisi ini menggambarkan penderitaan korban yang tak terbayangkan.

Hakim Zulqarnain menggambarkan penderitaan korban dengan kata-kata tajam yang menyayat hati. “Dia berada di neraka selama tiga tahun di negara ini. Seorang pembantu bukanlah boneka, juga bukan barang murahan. Dia punya perasaan, darah mengalir di nadinya, dan jantungnya berdetak,” ujar hakim, seperti dikutip dari Bernama.

Pernyataan hakim tersebut menyoroti betapa dehumanisasi terhadap pekerja rumah tangga masih menjadi masalah serius. "Melakukan kejahatan perdagangan manusia di rumah seorang polisi sangat bertentangan dengan nilai dan tanggung jawab yang melekat pada seragam resmi itu," tegas Zulqarnain, menyesalkan perbuatan pasangan itu yang mencoreng nama institusi kepolisian.

Eksploitasi dan Perdagangan Manusia

Pasangan ini terbukti bersalah atas praktik perdagangan manusia dan kerja paksa. Korban, yang dipekerjakan secara ilegal antara Maret hingga Agustus 2022, tidak hanya dieksploitasi tenaganya tetapi juga disiksa secara fisik. Kekerasan yang dialami korban mencerminkan hilangnya rasa kemanusiaan pada pelaku.

Selain hukuman utama, Vijayan juga dijatuhi hukuman tambahan enam bulan penjara dan denda RM 25.000 (sekitar Rp 81 juta) atas tuduhan mempekerjakan korban tanpa izin kerja. Sementara itu, Rineshini dikenai hukuman tambahan empat tahun penjara dan denda RM 5.000 (sekitar Rp 16 juta) atas kekerasan berat terhadap korban.

Meski telah dijatuhi hukuman berat, pasangan tersebut diberikan kesempatan untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Hingga keputusan final keluar, hukuman mereka ditangguhkan.

Dampak pada Citra Kepolisian dan Hak Pekerja Migran

Kasus ini menciptakan gelombang kemarahan dan kekecewaan, baik di Malaysia maupun Indonesia. Sebagai seorang polisi, Vijayan Rao seharusnya menjadi pelindung hukum, bukan pelanggar hukum. Perbuatannya tidak hanya melukai korban, tetapi juga mencoreng citra institusi kepolisian, yang kini harus berjuang memulihkan kepercayaan masyarakat.

Di sisi lain, kasus ini menyoroti perlindungan minim terhadap pekerja rumah tangga migran, khususnya dari Indonesia. Meski berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi pekerja migran, kisah seperti ini menunjukkan bahwa jalan menuju keadilan masih panjang.

Harapan dari Keadilan

Putusan pengadilan ini menjadi langkah penting dalam memberikan keadilan bagi korban. Namun, keadilan tidak berhenti di sini. Harus ada upaya kolektif untuk memastikan tidak ada lagi pekerja migran yang mengalami kekerasan serupa. Reformasi dalam perlindungan tenaga kerja asing serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku adalah kunci untuk mencegah tragedi ini terulang.

Kisah korban ini adalah pengingat pahit bahwa di balik janji kehidupan yang lebih baik, pekerja migran sering kali menghadapi eksploitasi dan penderitaan yang tak berperi kemanusiaan. Semoga vonis ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk menghormati martabat manusia tanpa pandang bulu.

(Mond)

#Malaysia #Internasional #WNI #Kekerasan