Pinjaman Online: Pemicu Baru Kasus Femisida yang Mengancam Perempuan Indonesia
D'On, Jakarta – Femisida, istilah yang mendefinisikan pembunuhan terhadap perempuan karena jenis kelamin atau gendernya, semakin menonjol sebagai isu genting di Indonesia. Dalam laporan terbaru Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), sebanyak 290 kasus femisida tercatat terjadi sepanjang periode 1 Oktober 2023 hingga 31 Oktober 2024. Angka ini didapatkan melalui pantauan pemberitaan media massa dan menjadi pengingat akan ancaman nyata yang mengintai perempuan dalam berbagai aspek kehidupan.
Potret Kasus Femisida di Indonesia
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, menyebutkan bahwa jumlah tersebut masih dapat berubah mengingat data yang dikumpulkan belum sepenuhnya mencakup semua kasus femisida di Indonesia. Meskipun begitu, ia menegaskan bahwa laporan ini adalah langkah awal penting untuk menyadarkan publik bahwa femisida merupakan masalah serius yang nyata.
“Data ini adalah bukti bahwa femisida itu ada. Kami berharap ini menjadi landasan untuk mendalami lebih jauh pola-pola kasus femisida di Indonesia serta mengangkat pengalaman perempuan yang kehilangan nyawanya dalam situasi-situasi yang sangat tidak adil,” ujar Siti dalam diskusi daring bertajuk Laporan Pemantauan Femisida 2024, Selasa (10/12/2024).
Siti menjelaskan, dari 290 kasus femisida yang berhasil teridentifikasi, provinsi-provinsi di Pulau Jawa menjadi penyumbang tertinggi. Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah berada di peringkat teratas, diikuti oleh Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan DKI Jakarta.
Pinjaman Online, Tekanan Ekonomi, dan Lonjakan Kasus Kekerasan
Salah satu temuan mengejutkan dari riset Komnas Perempuan adalah munculnya utang, terutama dari layanan pinjaman online (pinjol), sebagai faktor pemicu baru dalam kasus femisida. Menurut Siti, tekanan ekonomi akibat jeratan utang kini memperburuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang pada akhirnya dapat berujung pada pembunuhan perempuan oleh pasangannya.
“Di tahun 2024, kami menemukan fenomena baru. Utang atau pinjaman online ini memperburuk konflik rumah tangga. Ini menjadi pemantik terjadinya KDRT yang, dalam beberapa kasus, berakhir dengan kematian. Bahkan, utang ini juga mendorong seseorang untuk menerima perintah atau tekanan untuk membunuh,” jelas Siti.
Ia mencontohkan kasus tragis yang terjadi di Sumedang, Jawa Barat, di mana seorang suami membunuh istrinya karena terlilit utang akibat judi online. Kasus serupa juga terjadi di Ciamis, ketika seorang suami tega memutilasi istrinya karena permasalahan yang dipicu oleh pinjol.
Mengenali Pola dan Memperkuat Data Femisida
Dalam laporan ini, Komnas Perempuan juga menekankan perlunya penguatan data terkait femisida agar kasus-kasus pembunuhan yang memenuhi kriteria femisida dapat diidentifikasi secara lebih sistematis.
“Ke depan, kami berharap data ini dapat lebih tertata. Dengan demikian, kita dapat membedakan mana kasus pembunuhan biasa dan mana yang merupakan femisida, sehingga respons kita pun bisa lebih tepat,” ungkap Siti.
Menurut Komnas Perempuan, femisida tidak hanya merujuk pada pembunuhan langsung terhadap perempuan, tetapi juga tindakan yang dilakukan secara tidak langsung akibat ketimpangan relasi kuasa, superioritas, dominasi, hingga kekerasan misoginis.
Femisida sebagai Cerminan Ketimpangan Struktural
Fenomena femisida bukan sekadar kejahatan individual, melainkan refleksi dari masalah struktural yang mengakar dalam masyarakat. Relasi kuasa yang timpang antara laki-laki dan perempuan, ditambah dengan norma sosial yang memberikan ruang bagi dominasi laki-laki, menjadi faktor utama di balik banyak kasus femisida.
Siti mengingatkan, utang atau tekanan ekonomi dari pinjaman online hanyalah salah satu pemicu yang memperburuk situasi ini. Ia menyerukan langkah kolektif untuk mencegah terulangnya kasus-kasus serupa, termasuk regulasi lebih ketat terhadap layanan pinjaman online dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang dampak buruknya.
“Utang dan pinjaman online bukan hanya masalah ekonomi; mereka juga bisa menjadi ancaman nyata bagi keselamatan perempuan,” tegasnya.
Harapan untuk Masa Depan
Melalui laporan ini, Komnas Perempuan berharap masyarakat dan pemangku kebijakan dapat lebih memahami pola-pola kekerasan yang berujung pada femisida serta mengambil tindakan preventif yang konkret. Dengan penguatan data, advokasi, dan regulasi yang mendukung keadilan gender, diharapkan nyawa perempuan tidak lagi menjadi korban dalam pusaran konflik sosial dan ekonomi yang merugikan.
Femisida adalah masalah yang menuntut perhatian dan tindakan kolektif. Setiap kasus bukan hanya tragedi bagi korban dan keluarganya, tetapi juga cerminan dari tantangan yang dihadapi perempuan dalam perjuangan menuju kesetaraan dan keamanan.
(Mond)
#KomnasPerempuan #Femisida #PinjamanOnline