Polisi Bongkar Aset Mewah Rp 2 Miliar Terkait Korupsi SPPD Fiktif DPRD Riau
Dirkrimsus Polda Riau, Kombes Pol Narsiadi. Foto: Dok. Istimewa
D'On, Riau – Pengusutan kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di lingkungan DPRD Riau terus menguak lapisan baru. Ditreskrimsus Polda Riau berhasil menyita sejumlah aset bernilai fantastis, yang diduga berasal dari praktik tindak pidana korupsi tersebut. Tak tanggung-tanggung, total aset yang telah diamankan mencapai Rp 2 miliar, termasuk 11 unit homestay di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
Dari Homestay hingga Lahan Strategis
Penyitaan aset dilakukan setelah penyelidikan mendalam yang dilakukan oleh Subdit III Tipidkor. Kombes Pol Nasriadi, Dirkrimsus Polda Riau, mengungkapkan bahwa homestay-homestay tersebut dimiliki oleh sejumlah aparatur sipil negara (ASN) dan pejabat di lingkungan Sekretariat DPRD Riau.
“Kami menduga kuat aset-aset ini diperoleh dengan memanfaatkan dana hasil korupsi SPPD fiktif. Investigasi terus berlanjut, dan kami memastikan seluruh aset hasil kejahatan akan disita untuk kepentingan negara,” ujar Nasriadi, Minggu (8/12).
Kasus ini bermula dari laporan dugaan pencairan dana perjalanan dinas luar daerah yang bersifat fiktif, yang terjadi di Setwan DPRD Riau. Dana yang seharusnya digunakan untuk kegiatan kedinasan ternyata diduga diselewengkan untuk memperkaya diri sendiri dan kelompok tertentu. Penyelidikan awal mengungkap pola pencairan dana tanpa dasar laporan kegiatan atau perjalanan yang sah.
Mewahnya Apartemen di Batam
Tak hanya homestay, sebelumnya Polda Riau juga telah menyita empat unit apartemen mewah di kawasan Citra Plaza Nagoya, Batam. Lokasi apartemen ini, yang berada di pusat strategis Lubuk Baja, mencerminkan gaya hidup glamor para pelaku. Keempat unit tersebut tercatat atas nama berbagai individu yang memiliki keterkaitan erat dengan dugaan korupsi ini, termasuk Muflihun (mantan Penjabat Wali Kota Pekanbaru) dan Mira Susanti, seorang pegawai honor di Setwan Riau.
“Apartemen-apartemen ini diperkirakan bernilai lebih dari Rp 2 miliar. Berdasarkan data, properti tersebut dibeli menggunakan uang hasil korupsi SPPD fiktif pada tahun anggaran 2020-2021,” ungkap Nasriadi.
Tak hanya itu, penyidik juga berhasil menyita barang-barang branded bernilai ratusan juta rupiah, serta satu unit rumah megah di Jalan Banda Aceh. Barang-barang ini memperlihatkan gaya hidup mewah yang diduga didanai oleh uang negara yang seharusnya digunakan untuk keperluan publik.
Skala Besar, Ratusan Saksi Diperiksa
Penyidikan kasus ini terus berkembang, dengan 283 saksi telah diperiksa hingga kini. Termasuk di antaranya adalah sejumlah pejabat penting, seperti mantan Sekretaris DPRD Riau, Muflihun, yang kini menjadi perhatian publik. Muflihun diperiksa terkait dugaan keterlibatannya dalam pengelolaan dana perjalanan dinas fiktif saat menjabat sebagai Sekwan pada 2020-2021.
Yang mengejutkan, nama selebgram Hana Hanifah juga muncul dalam penyelidikan. Ia diperiksa selama 9 jam oleh penyidik Subdit III Polda Riau untuk mendalami keterkaitannya dengan aliran dana kasus ini. Belum ada keterangan lebih lanjut terkait peran selebgram ini, namun kehadirannya menambah intrik dalam kasus yang telah menjadi sorotan nasional.
Menunggu Hasil Audit Kerugian Negara
Saat ini, kasus ini telah naik ke tahap penyidikan, namun polisi masih menunggu hasil audit kerugian negara yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Penentuan besaran kerugian ini menjadi elemen penting dalam penuntasan kasus.
“Proses hukum terus berjalan, dan kami memastikan bahwa setiap aset hasil kejahatan akan disita untuk kepentingan negara,” tegas Nasriadi. Ia juga menambahkan bahwa temuan ini diharapkan menjadi langkah awal untuk membongkar jaringan lebih luas yang terlibat dalam kasus korupsi yang merugikan keuangan negara.
Korupsi dan Gaya Hidup Mewah
Kasus ini mencerminkan pola korupsi yang tidak hanya merampas hak rakyat, tetapi juga menggambarkan gaya hidup mewah yang bertolak belakang dengan amanah jabatan. Dari homestay hingga apartemen mewah, properti yang disita menjadi bukti nyata bahwa uang negara digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi segelintir oknum.
Publik kini menunggu tindakan tegas dari penegak hukum, tidak hanya untuk mengembalikan kerugian negara tetapi juga memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. Kombes Pol Nasriadi memastikan, penyelidikan ini tidak akan berhenti sampai seluruh pihak yang terlibat diadili. “Kami akan terus mendalami kasus ini hingga ke akarnya,” pungkasnya.
Kasus SPPD fiktif DPRD Riau tidak hanya menjadi peringatan keras bagi para pejabat, tetapi juga pengingat akan pentingnya pengawasan transparan terhadap penggunaan anggaran negara.
(Mond)
#SPPDFiktif #Korupsi #DPRDRiau #PoldaRiau