Polisi Penembak Siswa SMK Ajukan Banding: Babak Baru di Tengah Polemik Etik dan Hukum
D'On, Semarang, Jawa Tengah – Polemik kasus penembakan tragis yang melibatkan anggota Satresnarkoba Polrestabes Semarang, Aipda Robig Zaenudin, kembali memanas. Setelah dijatuhi sanksi berat berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) oleh majelis sidang etik Polri, Aipda Robig kini mengambil langkah lanjutan: mengajukan banding atas putusan tersebut. Keputusan ini sontak menuai perhatian, tidak hanya dari keluarga korban tetapi juga dari masyarakat luas.
Langkah Banding: Hak atau Upaya Melawan Arus?
Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto, mengonfirmasi langkah banding yang diambil oleh Aipda Robig. "Beliau menyatakan akan menggunakan haknya untuk mengajukan banding. Kami memberikan waktu tiga hari kepada beliau untuk menyusun berkas banding tersebut," jelas Artanto saat memberikan keterangan di Mapolda Jawa Tengah, Senin (9/12/2024).
Banding dalam sidang etik memang merupakan hak setiap anggota Polri yang merasa keberatan dengan putusan. Namun, dalam kasus ini, langkah tersebut mendapat sorotan tajam mengingat beratnya konsekuensi perbuatannya. Sidang etik sebelumnya memutuskan bahwa Aipda Robig telah melanggar kode etik dengan tindakan yang merusak citra institusi. Selain PTDH, ia juga dijatuhi sanksi penempatan khusus (patsus) selama 14 hari sebagai bagian dari hukuman administratif.
Tragedi Penembakan yang Mengguncang Semarang
Kasus ini bermula dari insiden penembakan di Jalan Candi Penataran Raya, Kota Semarang, pada Minggu dini hari, 24 November 2024. Aipda Robig diduga melepaskan tembakan ke arah sekelompok pemuda yang sedang melintas dengan sepeda motor. Dalam kejadian tersebut, tiga siswa SMKN 4 Semarang menjadi korban.
Gamma Rizkynata Oktafandy, salah satu korban, terkena peluru di bagian pinggul dan meninggal dunia di lokasi. Dua remaja lainnya, A dan S, mengalami luka tembak di dada dan tangan. Tragedi ini memicu gelombang emosi di masyarakat, yang mempertanyakan alasan dan prosedur di balik tindakan fatal tersebut.
Dalam penyelidikan awal, Aipda Robig mengklaim bahwa tindakannya dilakukan karena mengira kelompok pemuda tersebut adalah pelaku kejahatan jalanan. Namun, bukti dan kronologi yang diungkap penyidik memperlihatkan ketidaksesuaian dengan prosedur penegakan hukum.
Tanggapan Keluarga Korban: Optimisme di Tengah Kekecewaan
Keluarga almarhum Gamma memberikan respons tegas atas langkah banding ini. Melalui kuasa hukum mereka, Zainal Abidin Petir, keluarga menyatakan menghormati hak banding yang dimiliki oleh Aipda Robig, tetapi juga menegaskan keyakinan mereka bahwa upaya tersebut tidak akan membuahkan hasil.
"Kami yakin banding itu tidak akan diterima. Kalau sampai diterima, dampaknya bukan hanya pada kasus ini tetapi juga pada citra Polri di mata masyarakat," tegas Zainal. Menurutnya, keputusan yang lebih lunak akan meruntuhkan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat.
Zainal juga menekankan pentingnya keadilan bagi korban. "Keluarga kami bukan hanya berduka karena kehilangan, tetapi juga berjuang agar kasus ini menjadi pelajaran agar kejadian serupa tidak terulang. Gamma adalah siswa yang penuh potensi. Kehilangannya adalah luka mendalam bagi kami."
Citra Polri yang Diuji di Mata Publik
Kasus ini menjadi ujian besar bagi Polri, terutama di tengah sorotan masyarakat yang semakin kritis terhadap institusi penegak hukum. Tidak sedikit yang memandang bahwa penegakan hukum harus berjalan transparan dan tegas, tanpa pandang bulu.
Di sisi lain, langkah banding yang diajukan oleh Aipda Robig dianggap oleh sebagian pihak sebagai wujud perlawanan terhadap putusan etik yang jelas-jelas mencoreng nama baik Polri. “Keputusan akhir nantinya akan menentukan arah kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri,” ujar seorang pengamat hukum di Semarang.
Menantikan Keputusan Akhir
Dalam beberapa hari ke depan, banding yang diajukan oleh Aipda Robig akan menjadi fokus utama. Apakah upaya ini akan mengubah keputusan PTDH atau justru mempertegas hukuman yang telah dijatuhkan? Yang jelas, kasus ini bukan sekadar tentang individu, melainkan juga tentang tanggung jawab institusi dan dampaknya terhadap kepercayaan publik.
Keluarga korban dan masyarakat luas kini menanti keputusan yang diharapkan bisa menjadi penegasan bahwa hukum berlaku adil bagi semua, baik bagi pelanggar maupun korban. Tragedi ini tidak hanya meninggalkan luka, tetapi juga pesan kuat untuk tidak lagi mengorbankan nyawa atas nama kewenangan yang disalahgunakan.
(Mond)
#Polri #PolisiTembakSiswa #PoldaJateng #AipdaRobig