Breaking News

Pungli di Sekolah Dasar Kota Padang Kembali Mencuat, Wali Murid Merasa Terbebani

Pungli Terjadi di SDN 31 Jati Tanah Tinggi Kota Padang (dok:SCTV)

D'On, Padang -
Kota Padang kembali diguncang oleh kasus dugaan pungutan liar (pungli) di dunia pendidikan. Setelah sebelumnya mencuat di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Padang, kini persoalan serupa dilaporkan terjadi di SD Negeri 31 yang terletak di Komplek PJKA Sawahan Timur, Kecamatan Padang Timur. Kasus ini mulai terungkap pada Senin, 23 Desember 2024, setelah beberapa wali murid menyampaikan keluhan mereka kepada media.

Pungutan yang Membebani Orang Tua

Sejumlah wali murid yang enggan disebutkan namanya mengaku resah dengan banyaknya pungutan yang dianggap tidak jelas di SDN 31 tersebut. Menurut pengakuan mereka, hampir setiap kegiatan sekolah memerlukan biaya tambahan yang tidak sedikit.

Salah satu contoh yang disebutkan adalah biaya sebesar Rp25 ribu untuk lomba menghias kelas. “Kalau tidak dibayar, wali murid akan dikeluarkan dari grup paguyuban,” ungkap seorang wali murid. Ancaman ini membuat orang tua merasa wajib membayar meskipun mereka keberatan. Lebih parah lagi, pungutan tidak hanya ditujukan kepada wali murid tetapi juga siswa.

Seorang wali murid lainnya menyebut adanya pungutan sebesar Rp300 ribu untuk kegiatan jalan-jalan sekolah. Ironisnya, pungutan tersebut tetap harus dibayar meskipun siswa tidak ikut dalam kegiatan tersebut. "Pergi atau tidak pergi, uangnya tetap diminta," keluhnya.

Kondisi ini menjadi semakin memberatkan karena mayoritas wali murid di SDN 31 berasal dari kalangan ekonomi lemah. “Meskipun berat, kami tetap membayar karena khawatir anak kami mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan,” tambah seorang wali murid.

Kepala Sekolah Mengaku Tidak Tahu

Saat dikonfirmasi, Kepala SDN 31, Ratna Yuriani, menyatakan tidak mengetahui adanya pungutan-pungutan tersebut. Ia beralasan bahwa pihak sekolah tidak terlibat dalam perencanaan kegiatan yang dilakukan oleh paguyuban wali murid.

Namun, pernyataan ini justru menimbulkan tanda tanya besar. Sebagai pemimpin di sekolah, kepala sekolah seharusnya mengetahui setiap aktivitas dan kebijakan yang melibatkan siswanya. Ketidaktahuan ini dinilai sebagai bentuk kelalaian yang memperburuk situasi.

Ratna juga mengungkapkan bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp450 juta yang diterima SDN 31 masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan operasional sekolah. Pernyataan ini menambah keprihatinan, mengingat dana BOS seharusnya mampu menutupi kebutuhan dasar sekolah tanpa membebani wali murid.

Panggilan untuk Penyelidikan Lebih Lanjut

Kasus pungli di SDN 31 ini tidak hanya mencerminkan masalah internal di sekolah, tetapi juga menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap penggunaan dana BOS dan aktivitas sekolah. Pemerintah daerah serta Dinas Pendidikan diharapkan segera turun tangan untuk menyelidiki kasus ini secara menyeluruh.

Selain itu, perlu ada transparansi dalam penggunaan dana sekolah agar kepercayaan wali murid dapat dipulihkan. Kejadian ini juga menjadi pengingat bahwa pendidikan, sebagai hak dasar anak, tidak boleh menjadi beban tambahan bagi keluarga, terutama yang kurang mampu.

Pendidikan Tanpa Beban

Kisah di SDN 31 ini menjadi potret nyata bagaimana praktik pungli masih menjadi masalah besar di dunia pendidikan Indonesia. Di saat pemerintah berupaya mendorong pendidikan gratis dan berkualitas, kasus-kasus seperti ini mencederai semangat tersebut.

Pendidikan seharusnya menjadi ruang bagi anak-anak untuk berkembang tanpa tekanan finansial, bukan menjadi momok yang membuat wali murid merasa terbebani. Kini, semua pihak menunggu tindakan nyata dari pihak berwenang untuk memastikan kasus serupa tidak terulang lagi.

(Mond)

#Pendidikan #Padang #Pungli #SDN31Jati