Sidang Putusan Pungli 15 Petugas Rutan KPK Ditunda: Ketegangan di Balik Pengadilan Antirasuah
D'On, Jakarta – Sidang pembacaan putusan untuk 15 terdakwa kasus dugaan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali tertunda. Keputusan yang seharusnya diumumkan pada Kamis (12/12/2024) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu harus diundur oleh Ketua Majelis Hakim Maryono. Alasannya? Musyawarah hakim belum mencapai titik temu.
"Hari ini, sedianya putusan akan dibacakan. Namun, karena musyawarah belum selesai, kami harus menunda," ujar Maryono di ruang sidang yang tampak penuh sesak oleh pengunjung, termasuk penasihat hukum, jaksa penuntut umum, dan para terdakwa. Penundaan ini semakin menambah ketegangan dalam salah satu kasus paling kontroversial yang mencuat di tubuh lembaga antirasuah Indonesia.
Hakim Anggota Berhalangan, Sidang Tertunda Lagi
Selain musyawarah yang belum tuntas, alasan lain yang memaksa sidang ditunda adalah ketidakhadiran salah satu hakim anggota. "Hakim anggota Ibu Sri sedang berhalangan hadir hari ini. Karena itu, kami belum dapat melanjutkan agenda pembacaan putusan," tambah Maryono dengan nada tegas.
Keputusan ini diambil meski para terdakwa, jaksa, dan pengunjung sidang telah mempersiapkan diri untuk mendengar putusan yang telah lama dinanti. Hakim Maryono memastikan, pembacaan putusan dijadwalkan ulang untuk hari Jumat (13/12/2024). "Besok kita akan bacakan. Mohon semuanya bersabar," tegasnya.
Kasus yang Mengungkap Luka di Tubuh KPK
Kasus ini mengguncang publik ketika pertama kali terungkap. Sebanyak 15 petugas rutan KPK didakwa terlibat dalam pungli terhadap tahanan, termasuk sejumlah koruptor kelas kakap. Nama-nama yang terseret bukanlah figur sembarangan, di antaranya:
Achmad Fauzi, mantan Kepala Rutan KPK.
Deden Rochendi, eks Plt Kepala Rutan KPK tahun 2018.
Ristanta, eks Plt Kepala Cabang Rutan KPK 2021.
Hengki, Kepala Keamanan dan Ketertiban Rutan KPK 2018-2022.
Selain itu, 11 petugas lainnya juga menjadi terdakwa, termasuk Muhammad Ridwan, Ari Rahman Hakim, dan Ramadhan Ubaidillah.
Dugaan pungli ini mencakup berbagai bentuk, mulai dari pemberian fasilitas khusus hingga penyalahgunaan jabatan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Para terdakwa disebut memanfaatkan kelemahan sistem pengawasan internal rutan KPK untuk menjalankan praktik-praktik ilegal tersebut.
Tuntutan Berat, Pertaruhan Integritas
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK pada 25 November 2024 telah membacakan tuntutan untuk ke-15 terdakwa. Hukuman yang diajukan tidak main-main, berkisar antara empat hingga enam tahun penjara. Salah satu terdakwa, Deden Rochendi, menerima tuntutan paling berat: enam tahun penjara, denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan, dan pembayaran uang pengganti sebesar Rp398 juta subsider 1,5 tahun penjara.
Vonis ini menjadi ujian besar bagi KPK, lembaga yang selama ini dikenal sebagai garda terdepan dalam memberantas korupsi di Indonesia. Banyak pihak berharap, putusan yang dijatuhkan akan memberikan efek jera dan memulihkan citra KPK yang tercoreng akibat kasus ini.
Dinamika Sidang yang Mendebarkan
Sidang pembacaan putusan selalu menjadi puncak dari proses hukum, terutama dalam kasus dengan sorotan tinggi seperti ini. Namun, penundaan hari ini justru menambah babak baru dalam drama yang terus berlanjut.
Penundaan ini bukan hanya tentang musyawarah hakim yang belum selesai, melainkan juga mencerminkan kompleksitas kasus yang menyeret tidak hanya individu, tetapi juga institusi.
Besok, saat sidang dilanjutkan, mata seluruh bangsa akan tertuju pada putusan yang akan dibacakan. Akankah majelis hakim menjatuhkan hukuman berat seperti yang dituntut jaksa? Ataukah ada faktor-faktor lain yang memengaruhi putusan? Jawabannya akan terungkap dalam waktu dekat.
"KPK diuji. Tidak hanya soal hukum, tetapi juga soal kepercayaan publik," ujar seorang pengamat hukum yang enggan disebut namanya.
Kini, waktu menjadi saksi. Jumat (13/12/2024) akan menjadi hari penentuan, tidak hanya bagi para terdakwa, tetapi juga bagi masa depan integritas KPK itu sendiri.
(Mond)
#KPK #PungliRutanKPK #Hukum