Breaking News

Skandal Korupsi SPPD Fiktif di DPRD Riau: Kerugian Negara Rp130 Miliar dan Ancaman Hukum bagi Penerima Dana

Ilustrasi 

D'On, Riau –
Korupsi dalam bentuk Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di lingkungan Sekretariat DPRD Riau terungkap menjadi salah satu skandal besar yang merugikan negara hingga Rp130 miliar. Kepolisian Daerah (Polda) Riau kini bergerak tegas, mengingatkan para penerima aliran dana ilegal ini untuk segera mengembalikannya, sebelum tindakan hukum yang lebih keras dijatuhkan.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Nasriadi, secara gamblang menyatakan bahwa siapa pun yang telah menikmati hasil korupsi ini, baik dari kalangan internal maupun eksternal, akan dianggap sebagai pelaku tindak pidana korupsi jika tidak menunjukkan itikad baik.

“Kami Beri Kesempatan, Tapi Tidak untuk Selamanya”

“Jika tidak ada pengembalian dana, maka mereka akan kami proses hukum sebagai bagian dari pelaku korupsi. Ini bukan ancaman kosong; ini adalah peringatan tegas,” ujar Nasriadi dalam pernyataan yang diberikan pada Kamis (26/12/2024).

Sebagai bentuk apresiasi, Nasriadi mengungkapkan bahwa beberapa pihak, termasuk sejumlah Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), telah mengembalikan uang negara sebesar Rp1,8 miliar. Namun, angka ini masih jauh dari jumlah total kerugian yang dihitung berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau.

Manipulasi Dana Besar-Besaran

Penyelidikan mendalam mengungkapkan bahwa selama tahun 2020 dan 2021, Sekretariat DPRD Riau mencairkan dana sebesar Rp206 miliar untuk perjalanan dinas. Namun, sebagian besar penggunaan dana tersebut terbukti dimanipulasi. Berdasarkan hasil audit BPKP, negara dirugikan sebesar Rp130 miliar, angka yang kemungkinan bertambah karena proses audit masih berlangsung.

Dengan mengacu pada 11.000 dokumen perjalanan dinas yang diserahkan Polda Riau kepada BPKP, fakta mengejutkan terungkap: mayoritas perjalanan dinas yang diklaim ternyata tidak pernah terjadi. Dari total 4.744 transaksi hotel yang diperiksa di 66 hotel di berbagai wilayah, hanya 33 transaksi yang nyata. Sisanya, sebanyak 4.708 transaksi, terbukti fiktif.

Hal serupa terjadi dalam klaim penerbangan. Dari 40.015 tiket yang diperiksa, hanya 1.911 tiket yang benar-benar digunakan. Sisanya, 38.104 tiket adalah rekayasa. Ironisnya, manipulasi ini terjadi di tengah pandemi COVID-19, ketika mobilitas seharusnya terbatas.

Jejak Harta dan Aset Korupsi

Dalam pengembangan kasus ini, penyidik Polda Riau menemukan berbagai aset mewah yang diduga hasil dari dana korupsi. Di antaranya adalah sebuah motor Harley Davidson XG500 berwarna hitam senilai lebih dari Rp200 juta, yang disita dari pria berinisial IS pada akhir Oktober 2024.

Tak hanya itu, sejumlah aset tidak bergerak juga berhasil disita, termasuk empat unit apartemen di Batam senilai Rp2,1 miliar, tanah seluas 1.206 meter persegi beserta homestay di Sumatera Barat senilai Rp2 miliar, serta sebuah rumah di Pekanbaru. Total nilai keseluruhan aset yang telah disita mencapai Rp6,4 miliar lebih.

Barang-barang mewah lainnya seperti tas, sepatu, dan sandal bermerek turut menjadi target penyitaan. Penyidik meyakini masih ada banyak aset yang belum terungkap, sehingga upaya tracing terus dilakukan.

Langkah Hukum yang Tegas

Untuk memastikan para pelaku tidak melarikan diri, Polda Riau bekerja sama dengan pihak Imigrasi melakukan upaya cegah dan tangkal (cekal). Sejumlah nama telah diajukan untuk dilarang bepergian ke luar negeri.

“Nama-nama ini akan terus kami awasi, dan koordinasi dengan pihak Imigrasi sudah berjalan. Langkah ini penting agar proses hukum tidak terganggu,” tegas Nasriadi.

Namun, ketika ditanya mengenai identitas mereka yang dicekal, Nasriadi menolak memberikan informasi lebih lanjut, dengan alasan proses penyidikan yang masih berjalan. Ia menegaskan bahwa kepolisian akan segera menetapkan tersangka begitu penghitungan kerugian negara selesai.

“Kebenaran Harus Ditegakkan”

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi integritas birokrasi di Riau. Skema korupsi masif dengan memanfaatkan pandemi sebagai kedok mencerminkan betapa mendalamnya praktik manipulasi anggaran di lingkungan pemerintahan.

Dengan langkah-langkah tegas yang dilakukan Polda Riau, harapannya kasus ini tidak hanya menjadi contoh penegakan hukum, tetapi juga peringatan bagi pihak lain untuk tidak bermain-main dengan uang rakyat. Akankah keadilan ditegakkan sepenuhnya? Semua mata kini tertuju pada perkembangan kasus besar ini.

(Mond)

#SPPDFiktif #PoldaRiau #Korupsi #DPRDRiau #Hukum