Breaking News

Suriah dalam Genggaman Pemberontak Usai Assad Kabur ke Rusia

Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), Ahmed al-Sharaa, menyampaikan pidato di Masjid Umayyah, Suriah, Minggu (8/12/2024). Foto: ABDULAZIZ KETAZ/AFP


D'On, Suriah -
Minggu (8/12/2024) kelabu yang menandai berakhirnya kekuasaan Bashar al-Assad. Setelah 24 tahun mendominasi negeri yang terjebak dalam perang saudara, rezim yang dikendalikan Assad runtuh di bawah tekanan gerilya pemberontak yang semakin intens. Serangan yang dimulai akhir November 2024 ini memaksa Assad melarikan diri dari negaranya, meninggalkan Damaskus yang kini berada di tangan oposisi.

Dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di media oposisi, militer pemberontak menyatakan, “Kami nyatakan Damaskus bebas dari tirani Bashar al-Assad.” Video-video dari ibu kota menunjukkan tentara pemerintah melepaskan seragam mereka di jalanan, simbol dari runtuhnya otoritas negara.

Namun, di tengah perayaan itu, banyak tanda tanya muncul tentang keberadaan Assad. Pernyataan resmi dari kantor kepresidenan sebelumnya bersikeras bahwa ia masih berada di Damaskus, namun berbagai laporan menyebutkan bahwa Assad kini telah mengungsi ke Rusia dengan suaka politik.

Damaskus: Kota yang Ditinggalkan dan Dikuasai

Kehancuran rezim Assad tidak datang tiba-tiba. Selama beberapa pekan terakhir, kelompok pemberontak berhasil meraih kemenangan strategis, termasuk menguasai gedung radio dan televisi di pusat Damaskus, serta menduduki kota-kota penting seperti Homs, Aleppo, dan Daraa.

Laporan dari berbagai sumber menyebutkan penjara Sednaya, yang terkenal sebagai pusat penyiksaan di bawah rezim Assad, kini dibebaskan. Ribuan tahanan politik keluar dari balik jeruji besi, merayakan kebebasan yang lama mereka dambakan. Namun, jejak penyiksaan brutal di fasilitas itu memperlihatkan luka mendalam pada sejarah Suriah.

Siapa Penggerak Revolusi Ini?

Dalam perang yang mengubah peta kekuatan Suriah, kelompok pemberontak terdiri dari berbagai faksi, termasuk Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF). HTS, yang sebelumnya dikenal sebagai Jabhat Fateh al-Sham, adalah aliansi milisi Islamis yang dominan di Idlib. Kelompok ini telah menjalani transformasi strategis dalam beberapa tahun terakhir, mengintegrasikan program pemerintahan sipil di wilayah yang mereka kuasai.

Sementara itu, SDF, yang sebagian besar didukung Amerika Serikat, memainkan peran penting di sisi utara dan timur Suriah. Kerjasama antar kelompok ini memberikan tekanan luar biasa terhadap pasukan pemerintah Assad, bahkan di daerah yang dulunya dianggap sebagai basis loyalis rezim.

Lari ke Rusia: Bab Baru untuk Assad

Dilaporkan oleh Al Jazeera, Assad kini berlindung di Moskow bersama keluarganya. Kremlin mengonfirmasi bahwa pengungsian ini diberikan atas dasar “pertimbangan kemanusiaan.” Langkah ini semakin menegaskan bahwa sekutu utama Assad, Rusia, kini mulai mengurangi keterlibatan mereka di Suriah. Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump bahkan mengomentari situasi ini di media sosial, menyoroti lemahnya posisi Rusia akibat keterlibatan mereka di Ukraina.

“Assad sudah pergi. Putin tidak lagi tertarik melindunginya,” tulis Trump, seraya mengkritik kebijakan pemerintahan Obama yang dianggapnya gagal menegakkan garis merah pada 2013.

Warga Sipil Terjebak di Tengah Konflik

Di sisi lain, rakyat Suriah menghadapi kekacauan yang luar biasa. Laporan dari Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia mencatat setidaknya 910 orang tewas dalam eskalasi konflik sejak akhir November. Jumlah ini termasuk 138 warga sipil. Gelombang pengungsian yang semakin besar memaksa sekitar 280 ribu orang meninggalkan rumah mereka. PBB memperkirakan bahwa angka ini akan meningkat hingga 1,5 juta pengungsi dalam beberapa minggu mendatang.

Bandara Internasional Damaskus, yang menjadi saksi keberangkatan Assad, kini berubah menjadi tempat lengang tanpa pengawasan petugas. Video yang beredar menunjukkan orang-orang bergegas meninggalkan ibu kota, mempertegas suasana panik di negara tersebut.

Imbauan KBRI: WNI Harus Tinggalkan Suriah

Di tengah meningkatnya ancaman, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Damaskus telah mengeluarkan peringatan keras kepada seluruh warga negara Indonesia di Suriah. Status Siaga 1 telah ditetapkan untuk delapan provinsi. Dalam langkah kontingensi, KBRI juga menyusun rencana evakuasi, mengimbau WNI untuk memanfaatkan akses transportasi yang masih tersedia.

“Keadaan semakin memburuk. Kami meminta semua WNI untuk segera meninggalkan wilayah Suriah saat situasi masih memungkinkan,” ujar Duta Besar RI untuk Suriah, Wajid Fauzi.

Babak Baru di Timur Tengah

Runtuhnya rezim Assad menandai era baru bagi Suriah, tetapi juga membawa pertanyaan besar: akankah negara ini mampu bangkit dari reruntuhan perang? Dengan berbagai kelompok pemberontak yang memiliki visi dan kepentingan berbeda, stabilitas tampak menjadi target yang sulit dicapai. Namun, satu hal yang pasti, Suriah telah memasuki fase baru yang penuh dengan ketidakpastian dan potensi konflik lebih lanjut.

(Mond)

#Internasional #Suriah #BasharAlAssad