3 Perubahan yang Terjadi di Tubuh Suami Saat Menjadi Ayah
Ilustrasi
Dirgantaraonline - Menjadi seorang ayah adalah perjalanan yang penuh dengan perubahan, baik secara emosional, mental, maupun fisik. Meskipun peran ibu sering kali mendapat sorotan utama dalam proses kehamilan dan kelahiran, suami atau ayah juga mengalami transformasi besar yang patut diperhatikan. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi tiga perubahan fisik yang terjadi pada tubuh suami saat ia menjadi seorang ayah, yang mungkin belum banyak diketahui oleh banyak orang.
1. Peningkatan Hormon Oksitosin dan Prolaktin
Ketika seorang suami menjadi ayah, salah satu perubahan paling menarik yang terjadi di tubuhnya adalah peningkatan hormon oksitosin dan prolaktin. Meskipun hormon-hormon ini lebih dikenal dalam konteks ibu, tubuh pria juga memproduksi oksitosin dan prolaktin dalam jumlah yang meningkat, terutama setelah kelahiran anak.
Oksitosin, yang sering disebut sebagai "hormon cinta" atau "hormon pelukan," berfungsi untuk memperkuat ikatan emosional antara ayah dan anak. Ini adalah hormon yang juga dilepaskan ketika ayah memegang atau berinteraksi dengan bayinya. Hormon ini membantu suami merasa lebih terhubung dengan bayi mereka, merangsang rasa empati dan kasih sayang yang mendalam, serta mendorong keinginan untuk merawat dan melindungi. Kenaikan oksitosin ini tidak hanya berfungsi dalam hubungan dengan bayi, tetapi juga mempererat hubungan dengan pasangan, meningkatkan kerjasama dalam mengasuh anak.
Sementara itu, prolaktin, yang lebih dikenal sebagai hormon yang memicu produksi ASI pada ibu, juga mengalami peningkatan pada tubuh suami setelah kelahiran anak. Pada beberapa pria, prolaktin dapat mempengaruhi perasaan kedekatan dan tanggung jawab terhadap anak. Meskipun prolaktin pada pria tidak memicu produksi ASI, hormon ini berperan dalam memperkuat dorongan untuk berperan aktif dalam mengasuh dan merawat bayi.
2. Penurunan Kadar Testosteron
Perubahan hormon lainnya yang terjadi pada suami saat menjadi ayah adalah penurunan kadar testosteron. Testosteron adalah hormon yang identik dengan energi, dorongan seksual, dan kekuatan fisik. Namun, penelitian menunjukkan bahwa pria yang baru saja menjadi ayah mengalami penurunan kadar testosteron dalam tubuh mereka.
Penurunan testosteron ini kemungkinan disebabkan oleh perubahan gaya hidup yang terjadi setelah kelahiran anak. Waktu yang lebih banyak dihabiskan untuk merawat anak dan meningkatkan ikatan keluarga mengarah pada penurunan hasrat untuk bersaing atau mencari kekuatan fisik, sehingga tubuh menyesuaikan diri dengan kondisi baru ini. Penurunan testosteron juga dapat mempengaruhi mood, membuat pria menjadi lebih empatik, perhatian, dan kurang terfokus pada keinginan pribadi yang lebih egois. Hal ini memungkinkan pria untuk lebih fokus pada keluarga, menjadi pendamping yang lebih setia, dan berperan aktif dalam pengasuhan anak.
Namun, meskipun kadar testosteron menurun, pria masih dapat merasa lebih bahagia dan lebih puas dalam hidupnya berkat kebahagiaan yang diperoleh dari hubungan yang lebih dalam dengan pasangan dan anak. Keseimbangan hormon ini menciptakan dinamika baru dalam rumah tangga, yang memungkinkan pria untuk menanggalkan sebagian dari "identitas maskulin" yang biasanya diasosiasikan dengan testosteron tinggi, dan menggantinya dengan peran yang lebih penuh perhatian dan empatik.
3. Perubahan Pola Tidur dan Dampaknya pada Kesehatan
Salah satu perubahan paling jelas yang dirasakan banyak suami adalah gangguan pola tidur setelah kelahiran anak. Bayi yang baru lahir sering terjaga sepanjang malam, dan peran suami dalam membantu merawat bayi, seperti mengganti popok atau menenangkan bayi, berarti mereka sering terjaga juga di malam hari. Akibatnya, suami akan mengalami penurunan kualitas tidur dan sering kali merasa lebih lelah dari sebelumnya.
Kualitas tidur yang terganggu ini memiliki dampak signifikan pada kesehatan fisik dan mental. Kurang tidur dapat meningkatkan kadar stres dan memperburuk suasana hati, bahkan menyebabkan kelelahan kronis yang bisa berpengaruh pada produktivitas dan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Selain itu, gangguan tidur yang terjadi dalam jangka panjang dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh, menyebabkan penurunan daya tahan tubuh, dan meningkatkan kerentanannya terhadap penyakit.
Namun, dalam beberapa kasus, meskipun kualitas tidur terganggu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa ayah yang terlibat aktif dalam pengasuhan anak juga dapat merasakan manfaat dari interaksi sosial yang lebih sering, meski dalam bentuk yang lebih tidak teratur. Hubungan emosional yang lebih dekat dengan anak serta dukungan dari pasangan sering kali dapat membantu mengurangi dampak negatif dari kekurangan tidur.
Menjadi seorang ayah bukan hanya perubahan besar dalam kehidupan sosial dan emosional, tetapi juga mempengaruhi tubuh suami secara fisik. Perubahan hormon, penurunan kadar testosteron, dan gangguan tidur yang terjadi adalah bagian dari proses alami yang menandakan betapa dalamnya pengaruh kedatangan anak dalam kehidupan keluarga. Meskipun perubahan ini bisa menantang, mereka juga membawa peluang untuk berkembang menjadi versi diri yang lebih penuh perhatian, lebih pengertian, dan lebih terikat pada keluarga. Ayah yang baik adalah mereka yang mampu beradaptasi dengan perubahan ini, menerima peran barunya, dan menjalaninya dengan kasih sayang dan komitmen.
(***)
#Gayahidup #Lifestyle