Breaking News

AKBP Malvino Dipecat Tak Hormat Usai Terlibat Pemerasan di DWP 2024

AKBP Malvino Edward Yusticia. Foto: Dok. Istimewa

D'On, Jakarta –
Babak baru dalam kasus dugaan pemerasan di ajang musik Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 telah berakhir dengan vonis tegas terhadap mantan Kasubdit III Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, AKBP Malvino Edward Yusticia. Dalam sidang etik yang berlangsung tertutup di Gedung TNCC Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Kamis (2/1), Malvino dijatuhi sanksi berat berupa Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH). Keputusan ini menjadi sorotan karena melibatkan salah satu petinggi kepolisian dalam dugaan pemerasan terhadap pengunjung festival musik elektronik terbesar di Indonesia.

Rangkaian Sidang yang Menggiring pada Pemecatan

Sidang etik ini merupakan kelanjutan dari proses hukum terhadap Malvino, yang sebelumnya telah menjalani penempatan khusus selama enam hari. Berdasarkan keterangan resmi dari Karopenmas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, putusan tersebut mencakup dua jenis sanksi, yaitu:

1. Sanksi Etika: Malvino dinyatakan melakukan perbuatan tercela yang mencoreng nama baik institusi Polri.

2. Sanksi Administratif: Selain penempatan khusus yang telah dijalani, ia dijatuhi sanksi pemberhentian tidak hormat atau PTDH.

"Atas keputusan ini, pelanggar menyatakan banding," ujar Brigjen Trunoyudo dalam konferensi pers di lobi Gedung TNCC Mabes Polri.

Langkah banding ini menjadi perhatian karena menyiratkan bahwa proses hukum masih belum sepenuhnya selesai. Namun, pengamat menilai, langkah tersebut lebih banyak bersifat formalitas mengingat bobot pelanggaran yang sudah terang benderang di mata publik.

Rangkaian Pemecatan: Tidak Hanya Malvino

Kasus pemerasan di DWP 2024 tidak hanya menyeret nama AKBP Malvino. Sebelumnya, mantan Dirresnarkoba Polda Metro Jaya Kombes Pol Donald Parlaungan Simanjuntak juga dijatuhi hukuman serupa pada sidang yang digelar Selasa, 31 Desember 2024. Donald pun diputuskan bersalah setelah berbagai bukti kuat menunjukkan keterlibatannya dalam skandal ini.

Kasus ini semakin mencuat ketika diketahui bahwa total 18 anggota polisi terlibat dalam operasi pemerasan tersebut. Modus operandi yang digunakan adalah melakukan tes urine mendadak terhadap pengunjung festival, dengan ancaman hukum jika hasil tes menunjukkan indikasi penggunaan narkoba. Tak peduli hasil tes, belasan petugas tersebut meminta uang tebusan kepada para korban, yang mayoritas adalah warga negara Malaysia.

Kronologi Sidang dan Pengungkapan Fakta

Proses sidang etik terhadap Malvino digelar secara maraton sejak awal pekan ini. Komisioner Kompolnas Choirul Anam, yang turut mengawasi jalannya sidang, mengungkapkan bahwa sidang untuk Malvino sempat tertunda akibat kompleksitas materi yang dihadirkan.

"Sampai pagi, sidang untuk Malvino belum selesai, jadi ditunda ke hari ini. Sidang ini melibatkan tiga orang sekaligus, dua di antaranya adalah bawahannya yang memegang jabatan Kanit," ujar Choirul kepada awak media.

Choirul juga menyebutkan bahwa rangkaian sidang ini tidak hanya untuk mengungkap pelanggaran etik, tetapi juga membuka kemungkinan tindak pidana. "Saya meyakini ada unsur pidana dalam kasus ini. Kita tunggu penyelesaian struktur peristiwanya, agar semua menjadi terang benderang," katanya.

Skandal yang Memalukan Institusi Polri

Dugaan pemerasan ini pertama kali mencuat melalui unggahan para korban di media sosial. Dalam unggahan tersebut, mereka menceritakan bagaimana belasan anggota polisi menggunakan dalih tes urine untuk menakut-nakuti pengunjung DWP 2024. Para korban, yang merasa tertekan, akhirnya menyerahkan sejumlah uang agar bisa segera lepas dari situasi tersebut.

Publik geram dengan tindakan ini, mengingat Polri seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga keamanan, bukan malah mencoreng reputasi melalui aksi pemerasan. Skandal ini tidak hanya merugikan korban secara langsung, tetapi juga menimbulkan keraguan terhadap integritas institusi kepolisian.

Potensi Jerat Hukum Pidana

Meski sidang etik telah selesai untuk beberapa pelaku, pengamat hukum meyakini langkah selanjutnya adalah pengusutan pidana. Choirul Anam menegaskan bahwa dugaan pidana dalam kasus ini sangat kuat, sehingga tindak lanjut di ranah hukum pidana hampir pasti dilakukan.

"Setelah proses ini selesai, saya yakin perkara ini akan dibawa ke pengadilan pidana. Mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, baik di mata hukum maupun publik," tutup Choirul.

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi institusi Polri untuk terus melakukan reformasi internal. Publik menuntut transparansi dan ketegasan dalam menindak anggota yang melanggar hukum, agar kepercayaan masyarakat terhadap institusi dapat pulih.

DWP 2024, yang seharusnya menjadi ajang perayaan musik, justru ternodai oleh aksi oknum polisi yang tidak bertanggung jawab. Ke depan, kasus ini diharapkan menjadi momentum untuk membersihkan tubuh Polri dari perilaku korup dan menciptakan institusi yang benar-benar melayani masyarakat.

(Mond)

#Pemerasan #DWP #Polri #Polisi #OknumPolisiPerasWNMalaysia