Breaking News

Apa Arti Mental Strawberry? Menyelami Istilah yang Sempat Disinggung Kepala BKKBN Wihaji

Ilustrasi Buah Strawberry 

Dirgantaraonline -
Istilah mental strawberry belakangan mencuri perhatian publik setelah Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji, menyebutkan istilah ini dalam salah satu pernyataannya. Ungkapan ini tidak hanya terdengar menarik, tetapi juga mengandung makna yang cukup dalam terkait karakter generasi muda saat ini. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan mental strawberry, dan mengapa istilah ini menjadi sorotan?

Asal Usul Istilah Mental Strawberry

Mental strawberry merupakan istilah yang berasal dari analogi terhadap buah stroberi. Jika dilihat sekilas, stroberi memiliki penampilan yang menarik: merah cerah, menggoda, dan terlihat sempurna. Namun, di balik keindahannya, stroberi memiliki sifat yang rapuh, mudah hancur, dan membutuhkan perlakuan ekstra hati-hati. Konsep ini kemudian digunakan sebagai metafora untuk menggambarkan individu atau generasi yang tampak luar biasa tetapi cenderung rapuh secara mental dan emosional ketika menghadapi tekanan atau tantangan.

Istilah ini sebenarnya bukan baru, melainkan bagian dari fenomena yang lebih luas, seperti generasi strawberry generation yang populer di beberapa negara Asia seperti Taiwan dan Korea Selatan. Dalam konteks ini, mental strawberry menjadi istilah yang lebih spesifik untuk menyoroti karakteristik pribadi tertentu yang dianggap kurang tangguh.

Konteks yang Disinggung oleh Kepala BKKBN

Wihaji menggunakan istilah ini untuk menggambarkan kondisi generasi muda Indonesia yang menurutnya mulai menunjukkan gejala kurangnya daya tahan mental dalam menghadapi tekanan hidup. Ia menekankan pentingnya membangun karakter kuat, tangguh, dan resilien di tengah berbagai tantangan modern, mulai dari persaingan global hingga derasnya arus informasi yang tidak selalu positif.

Generasi dengan mental strawberry cenderung merasa kewalahan ketika dihadapkan pada situasi sulit. Mereka mudah menyerah, memiliki tingkat ketahanan emosional yang rendah, dan sering kali mencari jalan pintas untuk menghindari tekanan. Fenomena ini menjadi perhatian khusus mengingat Indonesia membutuhkan generasi muda yang mampu menjadi motor penggerak pembangunan bangsa.

Mengapa Fenomena Mental Strawberry Muncul?

Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa mental strawberry menjadi fenomena yang semakin nyata di masyarakat, di antaranya:

  1. Pola Asuh yang Overprotektif
    Banyak orang tua modern yang cenderung memberikan perlindungan berlebih kepada anak-anak mereka. Hal ini sering kali dilakukan dengan niat baik, namun efeknya bisa membuat anak kurang terbiasa menghadapi tantangan. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan seperti ini cenderung sulit mengelola stres atau tekanan karena tidak memiliki pengalaman menghadapi kesulitan.

  2. Kenyamanan Teknologi
    Kehidupan digital yang semakin maju menawarkan kemudahan dalam hampir semua aspek kehidupan, tetapi di sisi lain, kemudahan ini juga dapat membuat individu kehilangan kemampuan untuk menghadapi tantangan secara mandiri. Generasi muda yang terbiasa dengan solusi instan sering kali merasa tidak siap saat menghadapi situasi yang membutuhkan usaha keras.

  3. Budaya Kesempurnaan
    Media sosial juga berperan besar dalam membentuk mental strawberry. Tekanan untuk terlihat sempurna di dunia maya sering kali menciptakan generasi yang fokus pada citra daripada substansi. Akibatnya, ketika kehidupan nyata tidak sejalan dengan ekspektasi, banyak yang merasa kecewa, tertekan, bahkan tidak mampu bangkit.

Dampaknya terhadap Masyarakat

Jika tidak ditangani, mental strawberry dapat berdampak luas. Generasi muda yang kurang tangguh cenderung menghindari tantangan, sulit berinovasi, dan tidak memiliki daya juang. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memengaruhi kualitas sumber daya manusia, yang pada akhirnya menghambat kemajuan bangsa.

Selain itu, fenomena ini juga berdampak pada kesehatan mental. Individu yang memiliki mental strawberry lebih rentan mengalami stres, depresi, dan kecemasan. Di tengah tekanan hidup yang semakin kompleks, generasi ini membutuhkan perhatian khusus untuk memastikan mereka dapat bertahan dan berkembang.

Membangun Generasi yang Tangguh

Mengatasi mental strawberry bukanlah tugas yang mudah, tetapi juga bukan hal yang mustahil. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

  1. Mengajarkan Nilai Ketangguhan Sejak Dini
    Pendidikan karakter harus menjadi bagian dari pola asuh, baik di rumah maupun di sekolah. Anak-anak perlu diajarkan pentingnya kerja keras, menerima kegagalan, dan belajar bangkit dari kesalahan.

  2. Mendorong Kemandirian
    Memberikan kesempatan kepada anak muda untuk mengambil keputusan sendiri dan menghadapi konsekuensinya akan membantu mereka membangun rasa percaya diri dan ketangguhan.

  3. Mengelola Ekspektasi
    Mengurangi tekanan untuk selalu tampil sempurna dapat membantu generasi muda lebih fokus pada pengembangan diri daripada sekadar mengejar citra. Orang tua, pendidik, dan masyarakat perlu menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan mental yang sehat.

  4. Memperkuat Pendidikan Emosional
    Penting bagi generasi muda untuk memahami emosi mereka dan belajar mengelolanya dengan baik. Pendidikan tentang kesehatan mental harus menjadi bagian dari kurikulum formal maupun informal.

Kesimpulan

Mental strawberry bukan hanya sekadar istilah, tetapi cerminan tantangan besar yang dihadapi generasi muda saat ini. Pernyataan Wihaji menjadi pengingat bahwa membangun generasi yang tangguh memerlukan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk keluarga, sekolah, dan pemerintah.

Generasi muda adalah harapan bangsa. Untuk itu, penting bagi kita semua untuk menciptakan lingkungan yang tidak hanya memupuk kecerdasan, tetapi juga ketangguhan mental dan emosional. Dengan begitu, kita bisa memastikan bahwa generasi mendatang tidak hanya memukau di permukaan, tetapi juga kokoh di dalam.

(*)

#MentalStrawberry