Breaking News

Aroma Konflik di Kemendiktisaintek: Polemik, Arogansi, dan Islah di Balik Demo ASN

Polemik Menteri Mendiktisaintek Satryo Soemantri dan pegawai Kemendiktisaintek berkahir damai, Senin (20/1/2025). Foto: Dok. Istimewa

D'On, Jakarta -
 Suasana pagi di Kemendiktisaintek, Jakarta Pusat, berubah menjadi saksi bisu gelombang protes yang tak biasa. Bukan hanya karena unjuk rasa damai yang digelar para Aparatur Sipil Negara (ASN) kementerian, tetapi juga karena hadirnya rangkaian karangan bunga berisi kritik tajam yang disusun di depan gedung kementerian.

Tulisan-tulisan bernada satir seperti “Kami Tidak Diam Saat Hak Diinjak” dan “Luka Satu Adalah Luka Kita Semua” menjadi pengingat kuat akan konflik internal yang memanas. Tagar-tagar seperti #Lawan, #MenteriDzalim, dan #PaguyubanPegawaiDikti mempertegas pesan protes. Aksi ini bukan sekadar luapan emosi, melainkan refleksi dari ketegangan yang telah lama terpendam.


Awal Konflik: Mutasi dan Dugaan Arogansi

Kisah ini bermula dari keputusan mengejutkan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro. Jumat (17/1) lalu, ia memindahkan secara sepihak Neni Herlina, seorang Pejabat Humas Ahli Muda sekaligus Penanggung Jawab Rumah Tangga Kemendiktisaintek, ke Kemendikdasmen.

Neni mengaku tak hanya dipindahkan tanpa alasan jelas, tetapi juga menjadi korban perlakuan yang ia sebut "tidak etis". Kejadian tersebut bermula dari insiden sederhana: penataan meja kerja dan pemasangan Wi-Fi di rumah dinas yang berlangsung hingga larut malam. Neni mengisahkan bahwa insiden kecil tersebut memicu kemarahan Satryo hingga ia dipecat melalui pesan WhatsApp.

"Ketika masalah meja muncul, saya pikir itu hanya kesalahpahaman kecil. Tapi kemudian ada kejadian pemasangan internet di rumah dinas yang berlangsung hingga malam. Saat itu Pak Menteri marah besar. Saya tidak menyangka kemarahan itu berujung pada pemecatan saya melalui pesan singkat," ujar Neni dengan nada getir.

Namun, puncak ketegangan terjadi pada Jumat (17/1) ketika Menteri Satryo mendatangi ruang kerja Neni di lantai 8, memarahinya di depan banyak pegawai. "Itu momen yang sangat memalukan. Saya merasa harga diri saya hancur," kata Neni.


Demo ASN: Suara Protes yang Tersampaikan

Pada Senin pagi (20/1), ratusan ASN mengenakan pakaian serba hitam sebagai simbol duka dan solidaritas. Mereka mengepung Gedung Kemendiktisaintek dengan tuntutan agar Menteri Satryo memberikan klarifikasi atas tindakan yang dinilai sewenang-wenang.

Di tengah aksi, Satryo sempat menggelar audiensi tertutup dengan Neni. Meski hasil pertemuan tidak langsung diumumkan, ketegangan meningkat saat Satryo meninggalkan gedung menuju Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk menghadiri pelantikan rektor baru. Mobil dinasnya dicegat pegawai yang meneriakkan “Turun! Turun!” sebagai bentuk protes.


Satryo Soemantri Membantah Tuduhan

Dalam pernyataannya, Satryo menepis segala tuduhan arogansi dan sewenang-wenang. Ia menjelaskan bahwa mutasi besar-besaran yang dilakukan adalah bagian dari restrukturisasi kementerian pasca pemisahan dari Kemendikbud.

"Ini semua adalah upaya efisiensi sesuai arahan Presiden. Tidak ada unsur arogansi. Mutasi memang dilakukan demi penempatan orang yang tepat di posisi yang tepat," ujar Satryo di sela pelantikan Rektor ITB.

Menanggapi isu penamparan yang beredar di media sosial, Satryo dengan tegas membantah. "Tidak ada penamparan. Itu fitnah yang tidak berdasar," katanya merujuk pada sebuah unggahan yang menunjukkan potongan suara dugaan aksi kekerasan di rumah dinasnya.


Islah dan Harapan Baru

Setelah hari penuh ketegangan, Senin malam (20/1), perwakilan ASN dan Menteri Satryo akhirnya sepakat untuk berdamai. Dalam pertemuan tertutup, kedua belah pihak memilih islah sebagai solusi. Neni Herlina yang sebelumnya menjadi simbol protes terlihat berpegangan tangan dengan Menteri Satryo, menandakan akhir konflik.

“Perbedaan sudah diselesaikan dengan cerdas malam ini. Islah adalah jalan terbaik demi kemajuan Kemendiktisaintek,” ujar Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek, Togar Simatupang.

Togar juga menegaskan bahwa rencana mutasi ASN yang menjadi sumber polemik akan dievaluasi ulang. “Ini hanya miskomunikasi. Prinsip organisasi adalah menempatkan orang yang tepat di tempat yang tepat. Semua akan diselesaikan dengan prosedur yang benar.”


Refleksi Akhir: Tantangan Kepemimpinan di Tengah Transformasi

Kisruh di Kemendiktisaintek menunjukkan bahwa proses reformasi tidak selalu berjalan mulus. Di balik kebijakan restrukturisasi, ada dinamika emosional dan resistensi yang harus dikelola dengan bijaksana. Polemik ini menjadi pengingat bahwa kepemimpinan bukan hanya soal visi, tetapi juga kemampuan mendengar dan menyelesaikan konflik dengan hati.

Dengan berakhirnya konflik ini, harapan baru muncul. Apakah islah ini akan benar-benar membawa perbaikan? Ataukah ini hanya jeda sementara sebelum babak baru polemik dimulai? Waktu yang akan menjawab.

(Mond)

#Kemendiktisaintek #DemoASN #Islah #SatryoSoemantriBrodjonegoro