Breaking News

BMKG Bersiap Hadapi Ancaman Megathrust di Selat Sunda dan Mentawai: Mengapa Ini Harus Diperhatikan?

Foto: Paparan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam WEBINAR “Resolusi 2025 : Mitigasi Bencana Geologi”, (tangkapan layar Youtube Teknik Geofisika ITS)

D'On, 
JakartaAncaman Megathrust yang Tak Bisa Diabaikan Indonesia kembali diingatkan tentang bahaya laten yang mengintai dari kedalaman bumi. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengungkapkan bahwa pihaknya kini semakin intensif dalam menyiapkan skenario mitigasi menghadapi kemungkinan gempa megathrust di Selat Sunda dan Mentawai. Dengan skenario magnitudo M8,7 di Selat Sunda dan M8,9 di Mentawai, langkah ini bukanlah sekadar teori, tetapi respons terhadap realitas ilmiah yang terus berkembang.

Pemodelan terbaru BMKG menunjukkan bahwa jika gempa ini benar-benar terjadi, dampaknya bisa sangat luas dan merusak. Kota-kota seperti Banten, Jakarta, Jawa Barat, Lampung, hingga Sumatra Selatan diprediksi akan mengalami guncangan berkisar V hingga VII MMI, sebuah skala yang mencerminkan potensi kerusakan dari sedang hingga berat. Artinya, bukan hanya bangunan yang akan terdampak, tetapi juga infrastruktur vital seperti jalan, jembatan, dan jaringan listrik.

“Ini bukan untuk menakut-nakuti, tetapi agar pemerintah daerah dan masyarakat bisa lebih siap menghadapi kemungkinan terburuk. Kita tidak tahu apakah ini akan terjadi pada 2025, atau beberapa dekade ke depan. Namun, dengan sejarah gempa yang kita pelajari, ini adalah sesuatu yang harus kita waspadai,” ujar Dwikorita, dalam webinar “Resolusi 2025: Mitigasi Bencana Geologi”, yang diadakan oleh Teknik Geofisika ITS pada 17 Januari 2025.

Tsunami Bisa Mencapai 20 Meter, Jakarta Berisiko Terkena Dampaknya

Salah satu skenario paling mengkhawatirkan dari gempa megathrust di Selat Sunda adalah potensi tsunami dahsyat. Berdasarkan pemodelan BMKG, ketinggian tsunami di beberapa wilayah bisa mencapai lebih dari 10 hingga 20 meter. Wilayah pesisir seperti Banten, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bengkulu berisiko mengalami gelombang besar yang bisa meluluhlantakkan kawasan permukiman dan industri.

Jakarta, meskipun berjarak cukup jauh dari episentrum, juga diperkirakan bisa terdampak. BMKG memperkirakan tinggi tsunami di Teluk Jakarta bisa mencapai 50 cm. Meskipun tidak sebesar di wilayah pesisir lainnya, gelombang ini tetap bisa berdampak pada sistem drainase dan menyebabkan banjir rob di beberapa titik.

“Di Kota Cilegon misalnya, yang merupakan pusat industri, jika terjadi tsunami besar, dampaknya bisa berlipat. Ada risiko bencana ikutan, seperti kebocoran zat kimia atau kebakaran akibat infrastruktur yang terdampak gempa,” lanjut Dwikorita.

BMKG Gandakan Peralatan Peringatan Dini

Dalam menghadapi ancaman ini, BMKG tidak tinggal diam. Salah satu upaya utama yang dilakukan adalah melipatgandakan sensor dan sistem peringatan dini. Beberapa langkah strategis yang dilakukan meliputi:

  • Pemasangan sensor gempa tambahan di berbagai titik rawan
  • Peningkatan jumlah sensor muka laut untuk mendeteksi perubahan permukaan air laut
  • Pemasangan sirene tsunami di daerah berisiko tinggi
  • Kerja sama internasional, termasuk dengan Taiwan, untuk meningkatkan teknologi pemantauan gempa dan tsunami

“Khusus untuk Selat Sunda, BMKG telah mengontribusikan 15 sirene tsunami, serta meningkatkan edukasi kepada masyarakat. Namun, perlu diingat bahwa BMKG sebenarnya tidak memiliki mandat dalam pengadaan sirene tsunami, karena itu berada di luar kewenangan kami. Tetapi karena ini berpotensi menyebabkan multi-bencana, kami merasa perlu turun tangan,” jelasnya.

Megathrust Mentawai: Potensi Lebih Besar dan Dampak yang Luas

Selain Selat Sunda, BMKG juga tengah memantau potensi gempa besar di Megathrust Mentawai-Siberut. Jika skenario M8,9 terjadi, dampaknya bisa sangat destruktif. Wilayah yang paling terdampak diprediksi adalah Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, sebagian Riau, Bengkulu, dan Sumatra Utara, dengan intensitas guncangan VII hingga VIII MMI, yang berarti akan terjadi kerusakan berat.

Tsunami yang dihasilkan juga berpotensi lebih tinggi dari 3 meter di beberapa wilayah, terutama di pesisir Sumatra Barat, Kepulauan Mentawai, dan sebagian Bengkulu.

“Kami telah menyampaikan skenario ini kepada pemerintah daerah dan pihak terkait, sehingga langkah mitigasi bisa segera diperkuat,” tambahnya.

Mengapa BMKG Bersiap?

Langkah siaga yang diambil BMKG bukanlah tanpa alasan. Tren kejadian gempa di Indonesia mengalami lonjakan drastis dalam beberapa dekade terakhir. Data BMKG menunjukkan bahwa sejak tahun 1990-an, jumlah kejadian gempa terus meningkat:

  • 1990-2008: Rata-rata 2.254 gempa per tahun
  • 2009-2017: Meningkat menjadi 5.389 gempa per tahun
  • 2018-2019: Melonjak drastis, dengan 12.062 kejadian pada 2018 dan 11.731 pada 2019
  • 2024: 29.869 kali gempa terjadi, lonjakan signifikan dibanding tahun sebelumnya

Lebih mengkhawatirkan lagi, jumlah gempa merusak juga terus meningkat. Dalam rentang 2018-2023, tercatat 119 kali gempa merusak, sementara hanya pada tahun 2024 saja sudah terjadi 20 kali gempa merusak.

Seismic Gap: Mengapa Selat Sunda dan Mentawai Berisiko Tinggi?

Salah satu alasan utama BMKG fokus pada dua wilayah ini adalah karena adanya seismic gap—zona kegempaan yang telah lama tidak melepaskan energi. Berdasarkan catatan sejarah:

  • Seismic gap Megathrust Selat Sunda terakhir kali mengalami gempa besar 267 tahun lalu (1757)
  • Seismic gap Megathrust Mentawai-Siberut terakhir kali mengalami gempa besar 227 tahun lalu (1797)

Sebagai perbandingan, Megathrust Nankai di Jepang hanya berjarak 78 tahun sebelum akhirnya melepaskan energi, sementara Tohoku-Oki (2011) memiliki seismic gap 176 tahun sebelum akhirnya memicu tsunami besar di Jepang. Dengan kata lain, Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sudah melewati batas waktu normal untuk pelepasan energi, sehingga potensi terjadinya gempa besar semakin tinggi.

“Ketika ada seismic gap, itu artinya ada energi yang tertahan. Kita tidak tahu kapan akan lepas, tapi kita tahu bahwa waktunya sudah lebih dari cukup. Itu sebabnya kita harus bersiap,” tegas Dwikorita.

13 Segmen Megathrust yang Mengancam Indonesia

Selain Selat Sunda dan Mentawai, ada 11 segmen megathrust lain yang juga berpotensi menimbulkan gempa besar di Indonesia. Mengacu pada Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017, berikut daftar lengkapnya:

  1. Megathrust Mentawai-Pagai (M8,9)
  2. Megathrust Enggano (M8,4)
  3. Megathrust Selat Sunda (M8,7)
  4. Megathrust Jawa Barat-Jawa Tengah (M8,7)
  5. Megathrust Jawa Timur (M8,7)
  6. Megathrust Sumba (M8,5)
  7. Megathrust Aceh-Andaman (M9,2)
  8. Megathrust Nias-Simelue (M8,7)
  9. Megathrust Batu (M7,8)
  10. Megathrust Mentawai-Siberut (M8,9)
  11. Megathrust Sulawesi Utara (M8,5)
  12. Megathrust Filipina (M8,2)
  13. Megathrust Papua (M8,7)

Kesiapan Adalah Kunci

Dengan semakin meningkatnya aktivitas seismik dan potensi gempa megathrust yang belum melepaskan energi selama ratusan tahun, kesiapsiagaan adalah hal mutlak. BMKG terus memperkuat sistem peringatan dini, tetapi pada akhirnya, kesadaran masyarakat dan kesiapan infrastruktur akan menentukan seberapa besar dampak yang bisa diminimalkan.

(Mond)

#BMKG #Megathrust #nasional