Breaking News

Dosen Penyuka Sesama Jenis Diduga Lakukan Pelecehan Seksual Terhadap 15 Mahasiswa: Polda NTB Gunakan Lie Detector untuk Usut Kasus

Direktur Ditreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat. 

D'On, Mataram, Nusa Tenggara Barat
– Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang dosen pria di Kota Mataram, berinisial LRR, terus menjadi sorotan publik. Dosen yang diduga memiliki orientasi seksual sesama jenis ini dituduh telah melecehkan setidaknya 15 mahasiswanya. Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) kini mengerahkan upaya maksimal untuk mengungkap fakta di balik kasus yang memicu keprihatinan luas ini.

Demi memastikan transparansi dan integritas dalam penyelidikan, Polda NTB telah menggandeng tim Laboratorium Forensik (Labfor) Polri. Salah satu langkah penting yang direncanakan adalah penggunaan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) terhadap terduga pelaku, LRR. Langkah ini dianggap krusial untuk memastikan kejujuran LRR dalam memberikan keterangan selama pemeriksaan.

Ketidakjujuran Terduga Pelaku Mendorong Penggunaan Lie Detector

Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, mengungkapkan bahwa pihaknya memutuskan untuk menggunakan lie detector setelah menemukan indikasi ketidaksesuaian dalam pernyataan LRR.

"Dari hasil pemeriksaan sementara, kami melihat adanya kesan ketidakjujuran dalam keterangan yang diberikan oleh terduga pelaku. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk meminta bantuan Labfor terkait penggunaan alat ini," jelas Kombes Syarif dalam keterangannya di Mataram pada Jumat (17/1/2025).

Lie detector, sebagai teknologi canggih milik Polri, diharapkan dapat mengungkap apakah LRR menyembunyikan fakta penting terkait kasus ini. Pemeriksaan ini menjadi bagian dari langkah lanjutan setelah polisi mengantongi kesaksian dari empat korban, termasuk pelapor utama dalam kasus ini.

Kronologi Kasus: Pelecehan di Kegiatan Paguyuban

Kasus ini bermula dari laporan salah seorang korban pada 26 Desember 2024. Korban yang merupakan mantan mahasiswa LRR mengaku menerima perlakuan pelecehan seksual pada September 2024, saat terlibat dalam kegiatan paguyuban yang dikelola oleh pelaku.

Menurut keterangan korban, tindakan pelecehan tersebut terjadi dalam suasana yang semestinya profesional, namun berubah menjadi momen yang traumatis. Laporan ini memicu pengungkapan lebih lanjut oleh korban-korban lainnya, hingga total ada 15 mahasiswa yang mengaku mengalami pelecehan serupa.

Koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Anak dan Rekonstruksi Kasus

Dalam upaya memastikan penanganan yang komprehensif, Polda NTB turut menggandeng Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram dan Koalisi Stop Kekerasan Seksual NTB. Langkah ini dimaksudkan untuk mengevaluasi indikasi pidana dan dampak psikologis yang dialami para korban.

"Jika semua bukti dan keterangan sudah dirasa cukup, kami akan menggelar perkara untuk menentukan langkah hukum selanjutnya," ujar Kombes Syarif.

Polda NTB juga berencana melakukan rekonstruksi kejadian sebagai bagian dari proses investigasi. Rekonstruksi ini akan dilakukan setelah penyidik berhasil mendapatkan keterangan lebih mendetail dari LRR dalam pemeriksaan kedua.

Respon Publik dan Dampak Kasus

Kasus ini telah memicu respons beragam dari masyarakat, khususnya di lingkungan akademik di Mataram. Banyak pihak yang mengecam keras tindakan LRR, sembari mendesak agar pelaku diberikan hukuman tegas jika terbukti bersalah. Beberapa mahasiswa bahkan menyuarakan keprihatinan mereka melalui media sosial, menyerukan perlindungan yang lebih baik bagi mahasiswa dari potensi pelecehan di lingkungan pendidikan.

Sementara itu, pihak universitas tempat LRR mengajar masih belum memberikan pernyataan resmi terkait kasus ini. Namun, tekanan dari publik untuk mengambil langkah tegas terhadap pelaku semakin menguat.

Menanti Titik Terang

Seiring dengan berjalannya proses hukum, masyarakat menanti hasil investigasi yang dilakukan oleh Polda NTB. Penggunaan teknologi canggih seperti lie detector diharapkan dapat membantu mengungkap kebenaran, sekaligus memberikan keadilan bagi para korban. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan terhadap mahasiswa dan penerapan etika yang tinggi di dunia pendidikan.

Dengan perhatian yang terus meningkat, harapan besar tertuju pada upaya aparat penegak hukum untuk memberikan titik terang dan memastikan tidak ada lagi kasus serupa yang terulang di masa depan.

(Mond)

#DosenPenyukaSesamaJenis #PelecehanSeksual #DosenCabuliMahasiswa