Breaking News

Dua Polisi di Kuta Terjerat Kasus Pemerasan: Turis Kolombia Jadi Korban, Kronologi Lengkap Terungkap

Turis Kolombia berinisial SGH bercerita kepada pengemudi mobil setelah dimintai uang Rp200 ribu oleh anggota SPKT Polsek Kuta. (FOTO/Tangkapan layar)

D'On, Kuta, Bali
Dua personel Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polsek Kuta, Aiptu GKS dan Aiptu S, kini harus menghadapi pemeriksaan intensif oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Bali. Keduanya diduga melakukan praktik pungutan liar (pungli) terhadap seorang turis asal Kolombia, SGH, yang tengah melaporkan kehilangan barangnya. Kasus ini menjadi sorotan publik setelah viral di media sosial.

Awal Kejadian: Laporan Darurat Sang Turis
Peristiwa ini bermula pada Minggu, 5 Januari 2025, ketika SGH, turis asal Kolombia, tiba di Polsek Kuta untuk melaporkan kehilangan telepon genggamnya. Insiden itu terjadi di kawasan wisata Uluwatu, Jimbaran, yang sebenarnya masuk dalam wilayah hukum Kecamatan Kuta Selatan. Namun, karena alasan darurat, SGH memohon agar laporannya dapat diproses di Polsek Kuta. Ia menyebut keperluan mendesaknya adalah untuk klaim asuransi di negaranya sebelum kembali pulang.

Turis tersebut datang bersama seorang pendamping, berharap polisi dapat membantu mengatasi permasalahannya. Dalam situasi seperti ini, harapan untuk mendapat perlindungan dari aparat keamanan menjadi sesuatu yang wajar. Namun, alih-alih mendapatkan bantuan tanpa syarat, SGH justru dihadapkan pada permintaan uang sebesar Rp200 ribu, yang disebut sebagai "biaya administrasi".

Pengakuan Aparat yang Terlibat
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Ariasandy, mengungkapkan bahwa kedua polisi tersebut mengakui meminta uang kepada SGH sebagai imbalan untuk membantu pembuatan laporan kehilangan. "Mereka bersedia membantu pembuatan laporan dengan syarat turis tersebut memberikan uang sebesar Rp200 ribu untuk biaya administrasi," jelas Ariasandy, Selasa (21/1/2025).

Lebih lanjut, ia menjelaskan, setelah kesepakatan terjadi, kedua polisi membawa SGH ke sebuah ruangan tertutup di Polsek Kuta untuk menyerahkan surat tanda laporan dan menerima uang yang telah disepakati.

Viral di Media Sosial
Kasus ini mencuat setelah video yang menunjukkan turis Kolombia tersebut menceritakan pengalaman buruknya beredar di media sosial pada 19 Januari 2025. Dalam video itu, SGH terlihat berbicara kepada seorang pengemudi mobil, menjelaskan bahwa ia merasa dimanfaatkan oleh oknum polisi.

“Saya mendapatkan surat ini, tetapi saya tahu ini bukan untuk pembayaran Rp200 ribu. Saya pikir mereka hanya menginginkan uang untuk diri mereka sendiri,” ungkap SGH dalam video tersebut.

Unggahan ini memicu reaksi keras dari masyarakat, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Banyak yang mengecam tindakan tidak etis tersebut, terutama karena melibatkan turis asing yang seharusnya merasa aman saat berkunjung ke Bali.

Proses Penyelidikan dan Sanksi yang Menanti
Setelah video tersebut viral, Bidpropam Polda Bali segera melakukan penyelidikan mendalam. Hasil awal menunjukkan adanya cukup bukti untuk menjerat kedua polisi atas pelanggaran kode etik profesi Polri. Keduanya kini ditempatkan di penempatan khusus (Patsus) Bidpropam Polda Bali sembari menunggu proses lebih lanjut.

“Perbuatan mereka melanggar Pasal 5 Ayat (3) dan Pasal 12 Huruf h Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri,” ujar Ariasandy. Sanksi tegas menanti jika keduanya terbukti bersalah, sebagai bentuk komitmen institusi dalam menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat.

Bali di Tengah Sorotan
Kasus ini menambah daftar panjang insiden yang mencoreng citra Bali sebagai destinasi wisata internasional. Sebagai salah satu tujuan wisata utama dunia, Bali selalu menjadi sorotan, baik karena keindahan alamnya maupun dinamika sosial yang terjadi di dalamnya. Kejadian ini menjadi pengingat penting bagi aparat penegak hukum untuk menjaga profesionalisme, terlebih dalam menangani turis yang menjadi "wajah" sektor pariwisata Indonesia.

Respons Publik dan Harapan untuk Perubahan
Reaksi masyarakat terhadap insiden ini sangat keras. Banyak yang menyayangkan tindakan oknum polisi yang mencederai kepercayaan publik, terutama dari wisatawan mancanegara. Mereka berharap kasus ini menjadi momentum bagi institusi kepolisian untuk melakukan evaluasi internal, memastikan pelayanan yang lebih profesional, dan mencegah terulangnya kejadian serupa.

Bagi SGH dan para turis lainnya, insiden ini mungkin menjadi pengalaman pahit. Namun, di sisi lain, ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum dan menjaga citra baik di mata dunia.

(KS)

#Pemerasan #Bali #Polisi #OknumPolisiPerasWNKolombia