Breaking News

Dugaan Pemerasan Bos Prodia Rp20 Miliar: Kisah di Balik Pemeriksaan 8 Jam AKBP Bintoro

AKBP Bintoro (kiri) saat masih menjabat kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan.

D'On, Jakarta
Sebuah kasus kontroversial yang melibatkan seorang perwira menengah Polri mencuat ke publik. Mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, menjalani pemeriksaan intensif selama delapan jam di Propam Polda Metro Jaya. Ia dituduh memeras bos Prodia sebesar Rp20 miliar. Namun, di tengah desakan publik dan tudingan keras, Bintoro dengan tegas membantah tuduhan tersebut, menyebutnya sebagai fitnah yang tak berdasar.

Kasus Bermula: Pembunuhan Tragis dan Anak Bos Prodia

Dugaan pemerasan ini berawal dari penanganan kasus pembunuhan dua remaja, N (16) dan X (17), yang terjadi di sebuah hotel di Jakarta Selatan pada April 2024. Kasus tersebut menjadi perhatian publik karena melibatkan tersangka dari keluarga terpandang, yaitu Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto, anak pemilik jaringan klinik laboratorium Prodia.

Kedua remaja itu dilaporkan tewas setelah diduga disetubuhi dan dicekoki narkoba oleh para tersangka. Laporan resmi pun dibuat dengan nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel, menandai dimulainya proses hukum terhadap Arif dan Bayu.

Namun, perjalanan kasus ini tak berjalan mulus. Isu pemerasan senilai Rp20 miliar muncul, dituding dilakukan oleh AKBP Bintoro dengan dalih menghentikan penyidikan terhadap kedua tersangka.

Tudingan Pemerasan: Janji Palsu dan Intimidasi

Menurut laporan yang beredar, pemerasan ini dilakukan dengan iming-iming menghentikan penyidikan sehingga Arif dan Bayu bebas dari jerat hukum. Tak hanya itu, oknum perwira tersebut diduga juga mengintimidasi keluarga korban agar mencabut laporan. Sebagai gantinya, keluarga korban dijanjikan uang kompensasi senilai Rp50 juta yang diserahkan melalui seseorang berinisial J, dan Rp300 juta melalui orang lain berinisial R, pada Mei 2024.

Keluarga tersangka akhirnya menyerahkan uang sebesar Rp20 miliar kepada oknum polisi tersebut, berharap kasus dihentikan. Namun, alih-alih mendapatkan hasil yang dijanjikan, penyidikan tetap berlanjut. Hal ini memicu kemarahan keluarga tersangka, yang merasa tertipu.

Sebagai bentuk protes, pada 6 Januari 2025, Arif dan Bayu menggugat oknum perwira tersebut secara perdata, menuntut pengembalian uang Rp20 miliar serta aset-aset mewah milik keluarga mereka, seperti mobil Ferrari dan motor Harley Davidson, yang diduga disita secara tidak sah.

AKBP Bintoro Membantah: "Itu Fitnah!"

Di tengah sorotan publik, AKBP Bintoro muncul dengan pembelaan diri. Ia menegaskan bahwa tuduhan pemerasan terhadap dirinya tidaklah benar. Dalam pernyataannya, Bintoro mengatakan bahwa dirinya tidak pernah meminta uang kepada bos Prodia, apalagi menghentikan penyidikan secara ilegal.

“Saya tidak pernah melakukan pemerasan seperti yang dituduhkan. Itu fitnah dan mengada-ada. Penanganan kasus pembunuhan tersebut telah berjalan sesuai prosedur hukum, dan hingga kini kasusnya sudah P21 (berkas perkara lengkap),” ujarnya, Minggu (26/1/2025).

Bintoro juga mengungkapkan bahwa selama menjabat sebagai Kasatreskrim, ia telah melimpahkan berkas perkara tersebut ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk proses dakwaan ke pengadilan.

“Saya menjabat sebagai Kasatreskrim saat itu dan menjalankan penyidikan secara profesional. Hingga saat ini, kasus tersebut sudah P21 dengan dua tersangka, yaitu Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto,” tambahnya.

Namun, pemeriksaan terhadap dirinya oleh Propam Polda Metro Jaya tetap berlangsung. Bahkan, ponsel pribadinya telah disita sebagai bagian dari penyelidikan internal.

Desakan IPW dan Atensi Kapolri

Kasus ini tidak hanya menjadi perhatian publik, tetapi juga lembaga pengawas seperti Indonesia Police Watch (IPW). Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun tangan langsung.

“Kami mendesak Propam Mabes Polri untuk menyelidiki secara mendalam dugaan penyalahgunaan wewenang oleh AKBP Bintoro. Jika terbukti, oknum tersebut harus diproses secara hukum pidana dan kode etik,” kata Sugeng dalam siaran persnya, Sabtu (25/1/2025).

Sugeng juga menekankan bahwa tindakan pemerasan seperti ini dapat mencoreng nama baik institusi Polri di mata masyarakat. “Ini menjadi ujian besar bagi integritas institusi kepolisian dalam menjaga kepercayaan publik,” ujarnya.

Polemik dan Pertaruhan Reputasi Polri

Kasus ini bukan hanya soal dugaan pemerasan. Ini adalah ujian besar bagi Polri dalam menunjukkan komitmen mereka terhadap penegakan hukum yang bersih dan transparan. Bagaimana kasus ini akan berakhir? Apakah AKBP Bintoro benar-benar bersalah, ataukah ia menjadi korban dari rangkaian fitnah yang terstruktur?

Yang pasti, semua mata kini tertuju pada Propam Polri dan jajaran penegak hukum lainnya. Keputusan mereka dalam menangani kasus ini tidak hanya menentukan nasib seorang perwira menengah, tetapi juga kredibilitas Polri sebagai institusi yang dipercaya menjaga hukum dan keadilan di Indonesia.

(Mond)

#Pemerasan #Polri #AKBPBintoro #BosProdiaDiperasOknumPolisi