Breaking News

Dugaan Penganiayaan Brutal di Mandailing Natal: Oknum Polisi dan Dua Anaknya Jadi Tersangka, Korban Kritis

Tersangka kasus polisi menganiaya warga digelandang ke sel tahanan Mapolres Mandailing Natal, Sumatera Utara, Sabtu 25 Januari 2025.

D'On, Mandailing Natal 
Sebuah kasus penganiayaan yang melibatkan seorang oknum polisi berujung pada penetapan tersangka terhadap dirinya dan dua anaknya. Aiptu SN, seorang anggota Kepolisian Sektor Lingga Bayu, Polres Mandailing Natal, bersama dua anaknya, RS dan AJ, diduga melakukan penganiayaan brutal terhadap tiga warga Desa Tandikek, Kecamatan Ranto Baek. Salah satu korban, Sumardi, dilaporkan dalam kondisi kritis akibat kekerasan tersebut.

Kasus ini bermula dari tuduhan bahwa para korban terlibat dalam penadahan buah kelapa sawit yang sebelumnya dicuri dari lahan keluarga tersangka. Kejadian ini menyoroti persoalan etika dan perilaku aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi masyarakat, bukan justru menjadi pelaku kekerasan.

Kronologi Penganiayaan: Dari Konflik Sawit hingga Kekerasan Brutal

Insiden bermula pada Senin (20/1/2025) sekitar pukul 16.00 WIB. RS, salah satu anak Aiptu SN, merasa kehilangan buah kelapa sawit dari kebunnya. Ia kemudian menelusuri keberadaan sawit tersebut dan menemukannya berada di tangan korban. RS mendatangi korban untuk menanyakan asal-usul sawit itu. Selanjutnya, RS meminta korban membawa buah sawit tersebut ke rumah ayahnya, Aiptu SN.

Ketegangan memuncak ketika korban Rian tiba di kediaman Aiptu SN. Saat itu, RS langsung menyeret Rian ke dalam sebuah kedai dan menamparnya sebanyak dua kali. Tidak hanya itu, Aiptu SN juga melakukan hal serupa, menampar Rian karena merasa tidak mendapatkan jawaban memuaskan terkait asal-usul sawit tersebut.

Beberapa jam kemudian, korban lainnya, Sumardi dan M Nasution, mendatangi lokasi untuk mencoba menyelesaikan masalah. Namun, upaya mereka justru berujung pada kekerasan lebih lanjut. Aiptu SN diduga menganiaya M Nasution tanpa alasan yang jelas, memperburuk situasi yang sudah tegang.

Kekerasan Berlanjut: Tawaran Uang Ditolak, Sumardi Kritis

Puncak kekerasan terjadi pada Selasa (21/1/2025). Sumardi mencoba menengahi konflik dengan memberikan uang sebesar Rp10 juta kepada RS sebagai bentuk ganti rugi. Namun, RS menolak tawaran tersebut, mengklaim belum ada kesepakatan yang jelas. Pertemuan ini berubah menjadi kekerasan fisik ketika RS merasa tersinggung oleh Sumardi. Ia menampar Sumardi sebanyak tiga kali, menendang kakinya, dan memukulnya dengan selang kompresor berwarna kuning sebanyak empat kali.

Tidak hanya Sumardi, korban Rian kembali menjadi sasaran. RS diduga menampar dan memukulnya dengan selang sebanyak tiga kali. Akibatnya, Sumardi mengalami luka serius yang membuatnya tak sadarkan diri dan harus dilarikan ke Rumah Sakit Permata Madina.

Polisi Bertindak: Penetapan Tersangka dan Barang Bukti

Kapolres Mandailing Natal, Ajun Komisaris Besar Polisi Arie Sufandi Paloh, menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah serangkaian pemeriksaan intensif terhadap para pelaku, korban, dan saksi. Barang bukti berupa selang kompresor yang digunakan untuk menganiaya korban juga telah diamankan.

"Anggota yang kami tetapkan sebagai tersangka langsung diamankan pada Selasa, 22 Januari. Sementara kedua anaknya, RS dan AJ, diamankan pada 24 Januari. Kasus ini ditangani serius, baik dari sisi pidana maupun etik," ungkap Arie.

Motif dan Sanksi Hukum

Hasil penyelidikan awal mengindikasikan bahwa motif utama penganiayaan adalah rasa tidak senang karena buah kelapa sawit yang diduga milik keluarga tersangka ditadah oleh korban. Namun, alasan ini tidak dapat menjadi pembenaran atas tindakan brutal yang dilakukan.

Aiptu SN, yang menjabat sebagai Kanit Intelkam Polsek Lingga Bayu, kini ditempatkan di Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Mandailing Natal untuk menjalani sidang kode etik Polri. Selain itu, ketiga tersangka telah ditahan di Mapolres Mandailing Natal untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka secara hukum.

Sorotan Terhadap Integritas Polisi

Kasus ini kembali mencoreng citra institusi kepolisian yang selama ini berupaya keras membangun kepercayaan publik. Tindakan kekerasan oleh seorang aparat hukum terhadap masyarakat yang seharusnya dilindungi menjadi cerminan perlunya reformasi etika dan pengawasan internal yang lebih ketat di tubuh kepolisian.

Kini, perhatian publik tertuju pada proses hukum yang akan dijalani ketiga tersangka. Akankah keadilan benar-benar ditegakkan, atau justru kasus ini akan menambah panjang daftar penganiayaan oleh oknum polisi yang berakhir tanpa kejelasan? Masyarakat Mandailing Natal dan seluruh Indonesia menunggu jawabannya.

(Mond)

#Penganiayaan #PolisiAniayaWarga #Polri