Empat Koridor Trans Padang Lumpuh Akibat Kisruh Kontrak Operasional
Trans Padang
D'On, Padang – Awal tahun 2025 menjadi babak baru yang kelam bagi moda transportasi andalan masyarakat Kota Padang, Sumatera Barat. Empat dari enam koridor bus Trans Padang yang selama ini menjadi tulang punggung mobilitas warga resmi berhenti beroperasi. Keputusan ini mengundang keresahan, terutama bagi masyarakat yang sangat bergantung pada transportasi umum untuk aktivitas sehari-hari.
Koridor yang Terhenti: Peta Baru Transportasi Kota
Dari enam rute yang tersedia, hanya dua koridor yang masih melayani penumpang: Koridor 1 yang menghubungkan Pasar Raya Padang dengan Lubuk Buaya dan Koridor 4 yang melintasi rute Teluk Bayur hingga Terminal Anak Air. Empat koridor lainnya yang selama ini dianggap strategis terpaksa menghentikan layanan.
Koridor 2: Menghubungkan pusat kota dengan Bungus Teluk Kabung.
Koridor 5: Melayani jalur dari Pasar Raya Padang hingga kawasan industri Indarung.
Koridor 6: Merupakan akses utama dari Pasar Raya Padang menuju Universitas Andalas.
Khususnya Koridor 6, jalur ini dianggap vital karena mendukung mobilitas ribuan mahasiswa dan akademisi Universitas Andalas, salah satu kampus terbesar di Sumatera Barat.
Kisruh Kontrak: Penyebab Lumpuhnya Operasi
Kepala Dinas Perhubungan Kota Padang, Ances Kurniawan, menjelaskan bahwa penghentian operasi ini disebabkan oleh mogoknya operator bus Trans Padang. Situasi tersebut bermula dari gagalnya kesepakatan antara Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Padang Sejahtera Mandiri (PSM) dengan operator bus terkait kontrak kerja sama tahunan.
“Sebenarnya, kontrak kerja sama ini seharusnya ditandatangani pada 31 Desember 2024. Namun, operator bus merasa nominal biaya operasional yang ditawarkan tidak memenuhi kebutuhan mereka,” ungkap Ances pada Sabtu, 4 Januari 2025.
Meski Perumda PSM telah menaikkan nominal kontrak dibandingkan tahun sebelumnya seiring alokasi anggaran Rp48 miliar dari APBD Kota Padang empat dari enam operator tetap menolak melanjutkan layanan. Tuntutan mereka mencakup kenaikan gaji pengemudi, biaya perawatan bus, dan operasional lainnya yang dianggap tidak tercakup secara memadai dalam kontrak baru.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Dampak langsung dari penghentian ini tentu dirasakan oleh masyarakat, khususnya mereka yang bergantung pada moda transportasi murah dan efisien. “Tidak ada opsi transportasi lain yang terjangkau seperti Trans Padang. Sekarang saya harus menggunakan ojek online, yang biayanya jauh lebih mahal,” ujar Hendra, seorang karyawan yang biasa menggunakan Koridor 5 untuk menuju tempat kerjanya di Indarung.
Situasi ini juga memukul sektor pendidikan, terutama mahasiswa Universitas Andalas yang biasa menggunakan Koridor 6. “Setiap hari saya harus mengeluarkan biaya ekstra untuk transportasi. Ini jelas memberatkan kami,” keluh Rani, seorang mahasiswi semester akhir.
Pandangan Operator: Tekanan Finansial
Ardi, salah satu pengelola Trans Padang Koridor 6, mengungkapkan bahwa penghentian operasi adalah langkah yang terpaksa mereka ambil. Menurutnya, tanpa kontrak yang jelas, mereka menghadapi risiko kerugian yang signifikan.
“Kami masih harus membayar cicilan untuk bus yang digunakan. Jika kontrak tidak ditandatangani, bagaimana kami bisa menanggung biaya operasional?” ungkapnya. Ardi menambahkan, operator membutuhkan kepastian nilai kontrak yang realistis agar dapat terus menjalankan layanan tanpa menambah beban finansial.
Mencari Solusi: Dilema Pemerintah dan Operator
Pemerintah Kota Padang kini berada dalam posisi sulit. Di satu sisi, mereka telah mengalokasikan dana yang cukup besar untuk mendukung operasional Trans Padang. Namun, di sisi lain, operator menuntut peningkatan yang dianggap melebihi kemampuan anggaran.
Ances Kurniawan menekankan bahwa operator seharusnya tetap menjalankan layanan sambil menunggu negosiasi selesai. “Kami paham ada kebutuhan yang harus dipenuhi, tetapi layanan publik tidak boleh dikorbankan. Kami akan berupaya mencari solusi terbaik untuk semua pihak,” tuturnya.
Harapan Masyarakat: Akhir dari Ketidakpastian
Krisis ini menjadi pengingat bahwa layanan transportasi publik bukan sekadar soal kontrak bisnis, melainkan tulang punggung kehidupan sehari-hari masyarakat. Banyak pihak kini berharap pemerintah dan operator bus dapat menemukan jalan keluar agar roda transportasi di Kota Padang kembali berputar normal.
Sementara negosiasi berlangsung, warga hanya bisa berharap situasi ini tidak berkepanjangan. "Kami butuh solusi cepat, bukan sekadar janji. Transportasi publik adalah hak kami," ujar salah satu warga dengan nada kecewa.
(Mond)
#TransPadang #Padang #Transportasi