Breaking News

Fenomena Gunung Es: Ratusan ASN Terjerat Pelanggaran Netralitas di Pilkada 2024

Ilustrasi PNS. Foto: pakww/Shutterstock

D'On, Jakarta
– Isu netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali menjadi sorotan tajam dalam Pilkada Serentak 2024. Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengungkapkan bahwa sebanyak 307 ASN telah terbukti melanggar prinsip netralitas dan dijatuhi sanksi administratif. Namun, angka tersebut diyakini hanya sebagai puncak dari fenomena gunung es—indikasi bahwa pelanggaran sebenarnya bisa jauh lebih besar.

Dalam acara ekspose Indeks Kepatuhan Etik Penyelenggara Pemilu (IKEPP) yang digelar oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (30/1), Bima menegaskan bahwa netralitas ASN masih menjadi salah satu isu paling dominan dalam pelanggaran Pilkada 2024.

"Dalam dimensi pelanggaran, kita melihat bahwa isu netralitas masih cukup kencang. Ada sekitar 300 lebih ASN yang terbukti melanggar dan telah dijatuhi sanksi administratif," ungkapnya.

Namun, Bima menegaskan bahwa jumlah yang terungkap ini belum mencerminkan gambaran penuh dari persoalan yang ada.

"Bagaimanapun, angka ini mungkin hanyalah fenomena gunung es. Yang terlihat dan ditindak mungkin hanya sebagian kecil, sementara jumlah sebenarnya bisa jauh lebih besar. Tetapi setidaknya, sistem telah bekerja. Kita telah memberikan contoh bagaimana prinsip netralitas ASN harus ditegakkan," tambahnya.

Mengapa Netralitas ASN Begitu Krusial?

Netralitas ASN dalam pemilu dan pilkada bukan sekadar aturan formalitas, tetapi pilar utama dalam memastikan demokrasi yang sehat dan adil. ASN adalah mesin birokrasi yang seharusnya melayani seluruh masyarakat tanpa bias politik. Jika mereka terlibat dalam politik praktis, baik secara langsung maupun terselubung, maka kepercayaan publik terhadap pemerintah dapat tergerus.

Namun, dalam praktiknya, tekanan politik terhadap ASN sering kali sulit dihindari. Struktur birokrasi yang hirarkis membuat sebagian ASN berada dalam posisi dilematis—antara menjalankan tugas dengan netralitas penuh atau mengikuti tekanan dari atasan yang memiliki kepentingan politik.

Tidak sedikit kasus di mana ASN secara diam-diam berpihak kepada kandidat tertentu, baik melalui dukungan dalam bentuk kampanye terselubung, penggunaan fasilitas negara, maupun mobilisasi massa. Beberapa ASN bahkan secara terang-terangan terlibat dalam kegiatan politik yang seharusnya dilarang.

Sanksi yang Dijatuhkan: Cukupkah untuk Efek Jera?

Sanksi administratif telah dijatuhkan kepada 307 ASN yang terbukti melanggar. Namun, pertanyaan besar muncul: apakah sanksi ini cukup memberikan efek jera?

Sanksi administratif umumnya berupa teguran, penundaan kenaikan pangkat, hingga pencopotan dari jabatan. Namun, jika pelanggaran ini terus berulang dari satu pemilu ke pemilu berikutnya, berarti ada celah dalam sistem pengawasan dan penindakan.

Banyak pihak mendesak agar pemerintah dan lembaga terkait, seperti Kementerian Dalam Negeri, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), meningkatkan pengawasan lebih ketat, mempercepat proses penindakan, dan memperberat sanksi bagi ASN yang terbukti tidak netral.

Evaluasi Kinerja Pemerintah dan Persepsi Publik

Di tengah berbagai isu terkait netralitas ASN, survei Litbang Kompas menunjukkan bahwa tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan dalam 100 hari pertama Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka cukup tinggi, terutama dalam bidang politik dan keamanan.

Menurut Bima Arya, sektor politik dan keamanan mencatat angka kepuasan publik sebesar 85 persen, lebih tinggi dibanding bidang hukum, ekonomi, dan kesejahteraan sosial.

"Angka 80 persen ini adalah hasil kerja keras dari berbagai pihak, termasuk KPU, Bawaslu, DKPP, serta TNI dan Polri yang bekerja keras di lapangan. Publik mengapresiasi pelaksanaan pemilu yang berlangsung aman dan terkendali," katanya.

Namun, tingginya tingkat kepuasan ini tak lantas menutup mata terhadap berbagai tantangan, termasuk netralitas ASN. Pemerintah dituntut untuk terus melakukan evaluasi, memastikan reformasi birokrasi berjalan dengan baik, dan menegakkan aturan secara konsisten agar kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi semakin kuat.

Menyongsong Pilkada yang Lebih Bersih

Dengan masih maraknya pelanggaran netralitas ASN, Pilkada Serentak 2024 menjadi ujian besar bagi sistem demokrasi di Indonesia. Jika fenomena gunung es ini dibiarkan, maka integritas pemilu bisa dipertaruhkan.

Langkah ke depan harus lebih tegas—bukan hanya sekadar memberikan sanksi administratif, tetapi juga memperkuat pengawasan dan membangun sistem yang lebih transparan serta akuntabel. Hanya dengan demikian, Indonesia bisa melangkah menuju demokrasi yang lebih matang dan bermartabat.

(Mond)

#Pilkada2024 #Kemendagri #DKPP #NetralitasASN