Firli Bahuri dan Polemik Penyidikan: Kuasa Hukum Klaim Tidak Ada Bukti Cukup
Konferensi pers kuasa hukum tersangka Firli Bahuri terkait kasus dugaan korupsi yang ditangani Polda Metro Jaya, Kamis (28/11/2024).
D'On, Jakarta – Kasus yang menjerat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, terus menjadi sorotan publik. Kuasa hukumnya, Ian Iskandar, kembali menegaskan bahwa penyidikan yang dilakukan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Metro Jaya terhadap kliennya seharusnya dihentikan. Pernyataan ini muncul setelah pihak kepolisian sempat mengindikasikan akan melakukan jemput paksa terhadap Firli yang beberapa kali mangkir dari panggilan pemeriksaan.
Menurut Ian, proses penyidikan yang berlangsung sejauh ini tidak memenuhi syarat hukum untuk melanjutkan perkara ke persidangan. Dia mengklaim bahwa bukti-bukti yang dikumpulkan oleh penyidik belum cukup untuk menyeret Firli Bahuri ke meja hijau.
Argumen Hukum: Tidak Cukup Bukti
Ian menyoroti dasar hukum yang jelas terkait penghentian penyidikan dalam kasus yang tidak memiliki cukup bukti. Dia mengacu pada Pasal 109 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang mengatur kewajiban penyidik untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) jika bukti yang dimiliki tidak mencukupi.
“Polda Metro Jaya wajib menghentikan penyidikan dan mengeluarkan SP3 karena tidak cukup bukti sebagaimana diatur dalam undang-undang,” ujar Ian dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (2/1/2025).
Berkas Perkara yang Bolak-Balik
Ian juga mengungkapkan bahwa berkas perkara Firli Bahuri telah empat kali dikembalikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jakarta. Pengembalian berkas ini, menurut Ian, menjadi indikator kuat bahwa kasus tersebut belum memenuhi syarat materiil yang dibutuhkan untuk dilanjutkan ke pengadilan.
“Salah satu petunjuk dari jaksa adalah perlunya pemeriksaan terhadap saksi yang memiliki kriteria melihat, mendengar, mengetahui, dan mengalami langsung peristiwa. Setidaknya harus ada dua orang saksi yang memenuhi kriteria ini,” kata Ian.
Namun, meskipun penyidik mengklaim telah memeriksa 123 orang sebagai saksi, Ian menilai tidak ada satu pun dari mereka yang memenuhi kriteria tersebut. "Artinya, dari 123 saksi yang diperiksa, tidak ada yang dapat dianggap sebagai saksi yang relevan sesuai hukum. Ini menunjukkan bahwa alat bukti tidak cukup, sehingga perkara ini tidak layak dilanjutkan," jelasnya.
Putusan Praperadilan: Bukan Perbuatan Pidana
Ian juga menyinggung hasil sidang praperadilan yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu. Dalam pertimbangan hakim Lusiana Amping, dinyatakan bahwa kasus yang menjerat Firli tidak memiliki bukti yang cukup kuat untuk dikategorikan sebagai perbuatan pidana.
“Dalam putusannya, hakim memberikan saran agar penyidikan perkara ini dihentikan atau diterbitkan SP3 demi kepastian hukum dan keadilan,” tambah Ian.
Pertaruhan Integritas Penegakan Hukum
Kasus ini tak hanya menjadi ujian bagi Firli Bahuri sebagai sosok yang pernah memimpin lembaga antirasuah, tetapi juga menjadi tantangan besar bagi penegakan hukum di Indonesia. Publik kini menantikan langkah berikutnya dari Polda Metro Jaya, apakah akan melanjutkan penyidikan atau mengikuti saran hukum untuk menghentikannya.
Di tengah polemik ini, Ian menutup pernyataannya dengan pesan tegas bahwa hukum harus ditegakkan secara adil dan tidak boleh digunakan sebagai alat untuk menekan pihak-pihak tertentu.
"Klien kami berharap agar kasus ini segera dihentikan demi kepastian hukum dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum di Indonesia," pungkas Ian.
Jalan Panjang Menuju Kepastian
Kasus Firli Bahuri adalah cerminan kompleksitas dalam sistem hukum Indonesia, di mana proses penyidikan sering kali menjadi arena tarik ulur antara pembuktian dan keadilan. Dengan belum adanya bukti yang memadai, publik kini menantikan langkah-langkah konkrit yang tidak hanya memprioritaskan kepastian hukum, tetapi juga menjaga integritas sistem peradilan.
(Mond)
#FirliBahuri #Hukum #Suap #Korupsi