Keteladanan Ibadah yang Merugi: Refleksi Mendalam tentang Makna Sejati Pengabdian kepada Allah
Ilustrasi Beribadah
Dirgantaraonline - Dalam tradisi Islam, kisah-kisah hikmah sering kali menjadi medium yang penuh makna untuk menyampaikan pesan spiritual yang mendalam. Salah satu kisah yang menggetarkan jiwa adalah cerita tentang Abu bin Hasyim, seorang ahli ibadah yang luar biasa dalam menjalankan sholat tahajud, namun berakhir dengan kesadaran pahit bahwa amalannya tidak cukup untuk menjadikannya hamba yang dicintai Allah. Kisah ini mengingatkan kita bahwa ibadah bukan sekadar hubungan vertikal kepada Allah (hablumminallah), tetapi juga mencakup hubungan horizontal dengan sesama manusia (hablumminannas).
Kisah Abu bin Hasyim dan Malaikat Allah
Abu bin Hasyim dikenal sebagai seorang ahli ibadah yang konsisten dalam sholat tahajud. Malam-malamnya dipenuhi doa dan sujud, sementara orang lain terlelap dalam mimpi. Bertahun-tahun ia menjaga rutinitas tersebut, meyakini bahwa pengabdiannya akan menempatkannya di antara hamba-hamba yang paling dicintai Allah.
Namun, suatu malam, saat hendak mengambil wudhu, ia bertemu dengan seorang sosok yang duduk di bibir sumur. Sosok tersebut memperkenalkan dirinya sebagai malaikat utusan Allah yang ditugaskan untuk mencari para pencinta Allah. Dengan rasa bangga, Abu bertanya apakah namanya termasuk dalam daftar tersebut, mengingat ibadahnya yang tanpa henti.
Malaikat itu membuka kitab besar yang berisi nama-nama para pencinta Allah. Namun, setelah mencarinya dengan teliti, nama Abu bin Hasyim tidak ada di sana. Tersentak, Abu memohon agar malaikat memeriksa kembali. Namun, hasilnya tetap sama.
Dengan hati yang hancur, Abu bertanya, "Mengapa namaku tidak ada, padahal aku telah beribadah tanpa putus selama ini?" Malaikat menjawab dengan tenang tetapi penuh makna:
“Engkau memang rajin bermunajat kepada Allah, tetapi engkau melakukannya dengan rasa bangga dan memamerkannya. Lebih dari itu, engkau mengabaikan orang-orang di sekitarmu. Ada yang sakit, lapar, dan membutuhkan bantuan, tetapi engkau tidak peduli. Bagaimana mungkin engkau menjadi hamba yang dicintai Allah jika hubunganmu dengan sesama manusia terabaikan?”
Kata-kata malaikat tersebut menampar hati Abu bin Hasyim. Ia tersadar bahwa ibadahnya selama ini telah kehilangan ruh kasih sayang kepada sesama manusia.
Refleksi: Makna Sejati Ibadah
Kisah ini menggambarkan dua pelajaran utama yang sangat relevan bagi setiap Muslim:
1. Kesombongan Spiritual adalah Bahaya yang Tersembunyi
Dalam Islam, niat merupakan fondasi dari setiap amal. Ketika ibadah dilakukan dengan tujuan mendapat pengakuan atau merasa lebih baik daripada orang lain, maka amal tersebut kehilangan nilai di hadapan Allah. Kesombongan spiritual, meskipun tidak selalu terlihat, dapat merusak keikhlasan seorang hamba.
2. Keseimbangan Hablumminallah dan Hablumminannas
Allah tidak hanya memerintahkan manusia untuk menyembah-Nya, tetapi juga untuk memperhatikan sesama. Rasulullah SAW bersabda:
"Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kepedulian terhadap orang lain, seperti memberi makan orang lapar, menolong yang kesusahan, atau sekadar menyebarkan kebaikan, adalah bentuk ibadah yang tidak kalah pentingnya.
Menghidupkan Ibadah yang Seimbang
Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk menyeimbangkan hubungan dengan Allah dan manusia. Berikut adalah langkah-langkah praktis untuk menjaga keseimbangan ini:
1. Ikhlas dalam Beribadah
Perbarui niat sebelum beribadah. Pastikan setiap amal dilakukan semata-mata untuk Allah, bukan untuk mendapatkan pengakuan atau pujian dari manusia.
2. Peka terhadap Kebutuhan Sesama
Jadilah pribadi yang peka terhadap lingkungan sekitar. Jika ada yang membutuhkan bantuan, jadikan itu sebagai bagian dari ibadah. Memberi makan orang lapar, membantu orang sakit, atau sekadar mendengar keluh kesah orang lain adalah amal yang besar di sisi Allah.
3. Evaluasi Diri Secara Berkala
Lakukan introspeksi terhadap amalan yang telah dilakukan. Tanyakan kepada diri sendiri: Apakah ibadah ini mendekatkan saya kepada Allah dan bermanfaat bagi orang lain?
4. Tingkatkan Kualitas, Bukan Kuantitas
Ibadah yang sedikit tetapi berkualitas dan dilakukan dengan penuh keikhlasan lebih disukai oleh Allah dibandingkan ibadah yang banyak tetapi kehilangan ruhnya.
Pelajaran dari Abu bin Hasyim
Kisah Abu bin Hasyim adalah pengingat bagi kita semua bahwa ibadah sejati melibatkan keseimbangan antara mencintai Allah dan peduli kepada sesama. Jangan sampai kesibukan beribadah membuat kita lupa bahwa ada tangan-tangan yang menanti uluran kasih sayang kita.
Rasulullah SAW bersabda:
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." (HR. Ahmad)
Semoga kisah ini menjadi cermin bagi kita untuk memperbaiki niat dan tindakan, sehingga kita bisa menjadi hamba yang benar-benar dicintai Allah. Aamiin.
(***)
#Islami #Religi