Breaking News

KPK Tangkap Buronan Paulus Tannos di Singapura, Akhiri Pelarian Panjang Kasus Korupsi e-KTP

Paulus Tannos. Foto: Dok. Istimewa

D'On, Jakarta –
Setelah bertahun-tahun menjadi buronan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya berhasil menangkap Paulus Tannos, tersangka kasus mega korupsi proyek e-KTP, di Singapura. Penangkapan ini menandai babak baru dalam salah satu skandal korupsi terbesar yang pernah mengguncang Indonesia.

Paulus Tannos, yang telah menjadi tersangka sejak 2019, merupakan salah satu tokoh kunci dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga triliunan rupiah tersebut. Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, mengonfirmasi penangkapan tersebut dalam pernyataannya kepada media pada Jumat (24/1).

"Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan," ujar Fitroh. Ia menambahkan bahwa KPK tengah berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM, untuk memproses pemulangan tersangka ke Indonesia.

Misi Panjang untuk Mengembalikan Paulus Tannos
Penangkapan ini bukanlah hal yang mudah bagi KPK. Selama bertahun-tahun, keberadaan Paulus Tannos di Singapura menjadi kendala besar dalam proses hukum. Upaya sebelumnya untuk menangkapnya pada tahun 2023 sempat hampir berhasil, tetapi terbentur fakta bahwa Tannos telah mengganti identitasnya menjadi Tjhin Thian Po.

Dengan identitas barunya, ia memiliki paspor dari salah satu negara di Afrika, yang semakin mempersulit pelacakan dan penangkapan. Namun, kerja sama internasional antara KPK dan otoritas Singapura akhirnya membuahkan hasil.

Jejak Korupsi: Peran Paulus Tannos dalam Proyek e-KTP
Kasus korupsi proyek e-KTP menjadi sorotan publik sejak terungkapnya skandal tersebut pada 2014. Proyek ambisius yang seharusnya menjadi tonggak digitalisasi data kependudukan Indonesia ini justru berubah menjadi ladang korupsi yang melibatkan banyak pejabat tinggi, politisi, dan pengusaha.

Perusahaan milik Paulus Tannos, PT Sandipala Arthaputra, disebut menjadi salah satu pihak yang diuntungkan dari proyek ini. Perusahaan tersebut diduga menerima keuntungan sebesar Rp 145,8 miliar dari proyek e-KTP. Jumlah ini hanyalah sebagian kecil dari total kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp 2,3 triliun.

KPK menetapkan Paulus sebagai tersangka pada Agustus 2019. Namun, sejak saat itu, proses hukum terhadapnya berjalan tersendat karena keberadaannya di luar negeri. Paulus diketahui tinggal di Singapura bersama sejumlah saksi kunci dalam kasus ini, termasuk anggota keluarganya.

Langkah Berikutnya: Ekstradisi dan Persidangan
Kini, setelah tertangkap, langkah berikutnya adalah memastikan Paulus Tannos dapat segera diekstradisi ke Indonesia untuk menjalani proses hukum. KPK, menurut Fitroh, telah mengajukan berbagai dokumen dan persyaratan untuk mempercepat proses ini.

"Kami berkomitmen membawa Paulus Tannos ke persidangan secepat mungkin. Koordinasi dengan pihak-pihak terkait terus kami lakukan agar kasus ini segera mendapat kejelasan hukum," tegas Fitroh.

Penangkapan ini memberikan secercah harapan bagi masyarakat yang telah lama menanti keadilan atas kasus korupsi e-KTP. Proses hukum terhadap Paulus Tannos diharapkan dapat mengungkap lebih banyak fakta, termasuk potensi keterlibatan pihak-pihak lain yang selama ini belum tersentuh hukum.

Akhir Pelarian, Awal Pengungkapan
Penangkapan Paulus Tannos tidak hanya menjadi akhir dari pelariannya, tetapi juga membuka peluang baru bagi KPK untuk menggali lebih dalam tentang jaringan korupsi yang mengakar dalam proyek e-KTP. Bagi publik, ini adalah momen penting untuk melihat apakah hukum benar-benar dapat ditegakkan tanpa pandang bulu.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa pelaku kejahatan korupsi, sebesar apapun usahanya untuk melarikan diri, pada akhirnya tidak akan bisa menghindari jerat hukum. Kini, seluruh mata tertuju pada langkah-langkah KPK selanjutnya dalam menuntaskan kasus yang telah mencoreng wajah hukum Indonesia ini.

(Mond)

#KPK #KorupsiEKTP #PaulusTannos