Krisis Sampah di Kota Padang: Volume Meningkat Jadi 500 Ton/Hari, Fasilitas Pengelolaan Masih Jauh dari Ideal
D'On, Padang – Kota Padang menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampah. Volume sampah yang semula 450 ton per hari kini melonjak menjadi 500 ton per hari, menandai peningkatan sebesar 15 persen. Lonjakan ini tidak lepas dari keberadaan Lembaga Pengelola Sampah (LPS) yang mulai beroperasi sejak Januari 2025.
LPS memiliki peran strategis dalam sistem pengelolaan sampah baru di Kota Padang. Dengan skema ini, sampah rumah tangga langsung diangkut menuju Tempat Pembuangan Sementara (TPS) tanpa harus melewati proses pembuangan liar yang kerap terjadi sebelumnya. Masyarakat yang sebelumnya membuang sampah ke sungai atau membakarnya kini mulai diarahkan ke jalur pembuangan yang lebih terorganisir.
Namun, di balik kemajuan ini, Kota Padang masih menghadapi hambatan besar: kurangnya fasilitas pengelolaan sampah yang ideal.
Fasilitas Terbatas, Armada Tak Memadai
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang, Fadelan Fitra Masta, mengungkapkan bahwa lonjakan volume sampah tidak sejalan dengan peningkatan fasilitas pengelolaan yang memadai. Hingga saat ini, Kota Padang hanya mendapatkan tambahan satu unit mobil amrol dan 13 unit bak kontainer dari dana APBD 2025.
Jumlah ini jauh dari cukup. Saat ini, DLH Padang hanya memiliki 29 unit dump truk, 43 unit truk amrol, dan 208 kontainer. Berdasarkan perhitungan kebutuhan ideal, kota ini masih memerlukan setidaknya tambahan 70 bak kontainer dan 10 truk amrol untuk bisa menangani sampah dengan lebih efektif.
"Kami terus berupaya menjaga kebersihan kota, tetapi terbatasnya armada dan peralatan menjadi kendala besar," ujar Fadelan.
Dampak dari kurangnya fasilitas ini mulai terasa. TPS di beberapa titik mengalami penumpukan sampah yang berlebihan, memperburuk estetika kota dan menimbulkan potensi masalah kesehatan. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini bisa berujung pada krisis kebersihan yang lebih besar.
Mengandalkan Bantuan Pihak Ketiga
Menyadari keterbatasan anggaran daerah, Pemkot Padang kini mencari solusi alternatif dengan menggandeng Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR).
"Kami tidak bisa hanya bergantung pada APBD. Oleh karena itu, kami berusaha mendapatkan dukungan dari pihak ketiga. Kebersihan kota ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga semua pihak," tegas Fadelan.
Selain itu, tambahan becak motor (betor) dari dana pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD kini langsung disalurkan ke masing-masing LPS di kelurahan, bukan lagi melalui DLH Kota Padang.
"Betor langsung diserahkan oleh anggota dewan ke LPS di dapil mereka masing-masing," jelasnya.
Dengan langkah ini, pengangkutan sampah dari lingkungan warga ke TPS diharapkan lebih efektif, sehingga dapat semakin mengurangi kebiasaan warga membuang sampah sembarangan.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Kota Padang berada di persimpangan penting dalam upaya pengelolaan sampahnya. Di satu sisi, langkah-langkah baru seperti LPS dan distribusi betor menawarkan harapan akan sistem yang lebih tertata. Namun di sisi lain, keterbatasan armada dan fasilitas tetap menjadi ancaman utama.
Tanpa investasi yang cukup dalam infrastruktur pengelolaan sampah, Padang bisa menghadapi krisis lingkungan yang lebih besar, dengan peningkatan volume sampah yang terus berlangsung.
Ke depan, kesadaran masyarakat dan dukungan dari berbagai pihak menjadi faktor krusial dalam menciptakan sistem pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan. Bagaimanapun, kebersihan kota bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat yang tinggal di dalamnya.
(Mond)
#Sampah #DLH #Padang