Breaking News

Lebih dari 2000 Warga Jakarta Mengungsi Akibat Banjir Besar

Sejumlah pengendara motor menuntun motornya melewati banjir di Jalan Daan Mogot, Cengkareng, Jakarta, Selasa (28/1/2025). ANTARA FOTO

D'On, Jakarta
 – Hujan deras yang mengguyur Jakarta sejak Selasa siang (28/1/2025) telah menenggelamkan sejumlah kawasan di ibu kota, memaksa lebih dari 2.000 warga meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke tempat yang lebih aman. Genangan yang berkisar antara 30 sentimeter hingga lebih dari satu meter melumpuhkan aktivitas, memutus akses jalan, serta menimbulkan kerugian material yang belum sepenuhnya terhitung.

Di tengah kondisi yang semakin memprihatinkan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta bekerja keras untuk mengevakuasi warga dan mendirikan posko darurat di berbagai titik pengungsian. Namun, di balik upaya tersebut, ada kisah-kisah perjuangan yang lebih dari sekadar angka-angka statistik.

Duka Para Pengungsi: Rumah Terendam, Harapan yang Kandas

Bagi Ribka, seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Kelurahan Cakung Timur, Jakarta Timur, air mulai masuk ke rumahnya pada Selasa sore. Awalnya hanya semata kaki, tetapi dalam hitungan jam, ketinggian air sudah mencapai dada orang dewasa. Dengan panik, ia segera mengungsikan anak-anaknya ke tempat yang lebih tinggi sebelum akhirnya tim evakuasi membawa mereka ke Gereja Advent di Jl. Pulau Sangiang, tempat lebih dari 1.200 warga lain juga mencari perlindungan.

“Tidak ada waktu untuk menyelamatkan barang-barang. Semua perabotan terendam. Kami hanya bisa pasrah dan berharap air segera surut,” katanya dengan mata sembab menahan kesedihan.

Di Jakarta Barat, kondisi serupa juga dialami oleh warga Kelurahan Pegadungan. Masjid Sawatul Ummah kini menjadi rumah sementara bagi 300 jiwa yang terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka. Sementara di Duri Kosambi, Mushala Darussalam menampung 200 warga yang kehilangan tempat tinggal akibat banjir.

Meski berada di lokasi pengungsian, bukan berarti beban mereka berkurang. Banyak dari mereka harus berdesakan dengan fasilitas terbatas. Persediaan makanan dan air bersih masih menjadi tantangan besar, terutama bagi lansia dan anak-anak yang rentan terhadap penyakit akibat lingkungan yang lembab dan tidak higienis.

Pemprov Jakarta Bergerak: Dari Evakuasi Hingga Modifikasi Cuaca

Di tengah situasi yang mendesak, Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi, memastikan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta tidak tinggal diam. Seluruh perangkat daerah, termasuk BPBD, Dinas Sosial, dan Dinas Kesehatan, telah dikerahkan untuk menangani dampak banjir.

“Kami akan terus memaksimalkan upaya ini. Jika cuaca ekstrem masih berlanjut, langkah-langkah lain akan kami tempuh, termasuk modifikasi cuaca,” ujar Teguh, Rabu (29/1/2025).

Modifikasi cuaca yang dimaksud adalah teknologi rekayasa hujan untuk mengendalikan curah hujan agar tidak semakin memperparah kondisi. Langkah ini pernah diterapkan dalam beberapa kejadian banjir sebelumnya dan terbukti efektif mengurangi intensitas hujan di wilayah tertentu.

Selain itu, ratusan petugas kebersihan juga diturunkan untuk memastikan saluran air segera dibersihkan setelah banjir surut, guna mencegah genangan bertahan lebih lama.

Banjir Jakarta: Siklus Berulang, Solusi yang Masih Dipertanyakan

Banjir bukanlah fenomena baru bagi Jakarta. Hampir setiap tahun, ibu kota menghadapi masalah yang sama: hujan ekstrem, saluran air yang tidak mampu menampung debit air, serta sistem drainase yang belum sepenuhnya optimal.

Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) BPBD Jakarta, Mohamad Yohan, kapasitas saluran air yang ada saat ini memang tidak mencukupi untuk menahan curah hujan dengan intensitas tinggi seperti yang terjadi dalam dua hari terakhir.

“Saluran air yang ada melebihi kapasitas daya tampung sehingga meluap dan menyebabkan banjir,” jelas Yohan.

Kondisi ini semakin diperparah dengan perubahan tata ruang kota yang pesat, berkurangnya daerah resapan air, serta sungai-sungai yang mengalami pendangkalan akibat sedimentasi dan sampah.

Masyarakat pun mulai mempertanyakan solusi jangka panjang dari pemerintah. Apakah normalisasi sungai akan kembali digalakkan? Apakah Jakarta akan semakin gencar membangun waduk dan polder untuk mengurangi risiko banjir? Ataukah mitigasi yang ada masih akan berkutat pada respons darurat tanpa perencanaan matang untuk masa depan?

Masyarakat Diminta Tetap Waspada

Sementara menunggu solusi yang lebih menyeluruh, BPBD Jakarta mengimbau masyarakat agar tetap berhati-hati dan waspada terhadap potensi genangan.

“Dalam keadaan darurat, segera hubungi nomor telepon 112. Layanan ini gratis dan beroperasi 24 jam non-stop,” ujar Yohan.

Banjir kali ini kembali menjadi pengingat bahwa Jakarta masih menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan tata kota dan lingkungan. Di balik ribuan pengungsi yang kini menunggu air surut, ada harapan bahwa kejadian ini tidak lagi menjadi siklus tahunan yang terus berulang tanpa penyelesaian nyata.

Namun, harapan itu hanya bisa terwujud jika ada langkah konkret dari semua pihak—pemerintah, masyarakat, dan para pemangku kepentingan—untuk bersama-sama mencari solusi yang lebih dari sekadar respons darurat.