Mahfud MD Desak Aparat Tegas Usut Korupsi Pagar Laut di Tangerang: “Ini Perampokan Kekayaan Negara”
Mahfud MD
D'On, Jakarta – Mahfud MD, pakar hukum tata negara yang juga mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), kembali menggemparkan publik dengan pernyataan tegasnya. Ia mendesak aparat penegak hukum, yakni Kejaksaan Agung (Kejagung), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera mengambil langkah hukum terhadap kasus penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di wilayah perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Menurut Mahfud, kasus ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan sebuah tindakan kejahatan besar yang tergolong sebagai perampokan terhadap kekayaan negara. Ia menegaskan bahwa penerbitan sertifikat kepemilikan atas laut bukan hanya melanggar aturan hukum yang berlaku, tetapi juga menjadi bukti adanya praktik korupsi dan kolusi di dalam birokrasi.
Laut Bukan Milik Perorangan, Mengapa Bisa Terbit Sertifikat?
Dalam sistem hukum Indonesia, laut secara tegas dinyatakan sebagai milik negara dan tidak dapat dimiliki oleh pihak swasta, baik perusahaan maupun individu. Tidak ada konsep Hak Guna Bangunan (HGB) di atas laut, karena sertifikasi semacam itu hanya berlaku untuk tanah. Namun, dalam kasus pagar laut di Tangerang ini, sertifikat justru diterbitkan, bahkan dengan pembagian kavling-kavling, seolah-olah wilayah tersebut memang sengaja disiapkan untuk kepentingan tertentu di masa depan.
Mahfud melihat pola yang sangat mencurigakan. Menurutnya, skema yang digunakan dalam kasus ini mirip dengan modus operandi praktik reklamasi ilegal. Lautan yang telah dikavling dan diberikan sertifikat nantinya berpotensi berubah menjadi daratan akibat abrasi alami atau intervensi manusia. Ketika itu terjadi, tanah tersebut bisa dijual, diukur per meternya, dan diklaim sebagai hak milik.
"Ini bukan hanya soal penyalahgunaan kewenangan, ini sudah masuk ke dalam kejahatan terstruktur. Ada niat jahat di balik penerbitan sertifikat ini. Kalau ini dibiarkan, maka laut kita bisa habis dikuasai oleh pihak swasta," ujar Mahfud dengan nada geram dalam keterangannya pada Rabu, 29 Januari 2024.
Bukti Jelas Korupsi: Ada Permainan dengan Pejabat?
Mahfud tidak hanya menyoroti penerbitan sertifikat yang cacat hukum, tetapi juga menyinggung adanya indikasi kuat kolusi dan permainan kotor antara pihak tertentu dengan pejabat di instansi terkait. Ia menekankan bahwa sertifikat resmi tidak mungkin keluar tanpa adanya keterlibatan oknum di dalam birokrasi.
"Kenapa bisa keluar sertifikat untuk laut? Ini bukan hanya satu sertifikat, tetapi banyak. Pasti ada yang bermain di belakang layar. Jika sertifikat ini keluar dengan mudah, berarti ada pejabat yang terlibat, dan ini sudah masuk ranah korupsi," tegasnya.
Ia pun menantang aparat penegak hukum untuk segera bertindak. Jika ada indikasi suap dalam penerbitan sertifikat ini, maka Kejagung, Polri, dan KPK bisa langsung turun tangan. Sebab, kasus ini sudah memenuhi unsur tindak pidana korupsi, yakni penyalahgunaan wewenang, pemalsuan dokumen, serta potensi gratifikasi dan suap.
Mengapa Aparat Penegak Hukum Terlihat Pasif?
Meski kasus ini telah mencuat ke publik, Mahfud justru heran mengapa hingga kini belum ada kejelasan terkait proses hukum yang sedang berjalan. Ia mempertanyakan apakah ada faktor ketakutan atau justru upaya saling melindungi di antara para pihak yang seharusnya bertindak.
"Saya heran, kok aparat kita seperti saling takut. Padahal, siapa pun yang lebih dulu mengetahui dan bertindak dalam kasus ini seharusnya mendapat dukungan dari institusi lain, bukan malah didiamkan," ujar Mahfud.
Ia menyoroti fenomena dalam birokrasi Indonesia, di mana bawahan cenderung takut bertindak tanpa instruksi atasan. Mahfud menilai, ini menjadi faktor utama mengapa kasus-kasus besar sering kali mengendap tanpa kejelasan. Oleh karena itu, ia berharap Presiden Prabowo Subianto dapat mengambil langkah tegas dengan memberikan arahan langsung kepada aparat penegak hukum agar kasus ini tidak lenyap begitu saja.
"Kalau dibiarkan, jangan heran kalau nanti semua pihak tiba-tiba diam. Biasanya kalau sudah ada yang dapat bagian atau saling melindungi, kasusnya hilang begitu saja. Ini yang tidak boleh terjadi," tegasnya.
Desakan untuk Mengusut Tuntas
Mahfud meminta agar Kejagung, Polri, dan KPK segera melakukan penyelidikan mendalam terkait penerbitan sertifikat ini. Ia menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, dan siapa pun yang terbukti terlibat, baik dari pihak swasta maupun pejabat pemerintah, harus diproses sesuai hukum yang berlaku.
Kasus pagar laut ini bukan hanya soal administrasi pertanahan, tetapi menyangkut kedaulatan negara atas sumber daya alamnya. Jika tidak segera ditindak, bukan tidak mungkin kasus serupa akan terjadi di wilayah-wilayah lain, mengancam keberlanjutan ekosistem laut serta hak negara atas aset strategisnya.
"Sekali lagi, ini bukan pelanggaran biasa. Ini adalah perampokan terhadap kekayaan negara. Dan jika negara tidak segera bertindak, kita harus mempertanyakan, siapa sebenarnya yang sedang dilindungi?" pungkas Mahfud.
Kini, publik menantikan langkah konkret dari aparat penegak hukum. Apakah kasus ini akan menjadi momen bagi pemerintah untuk menunjukkan ketegasannya dalam memberantas korupsi, atau justru akan berakhir sebagai sekadar riak kecil yang tenggelam dalam arus politik dan kepentingan tertentu?
(Mond)
#MahfudMD #PagarLaut #Korupsi #Nasional