Mengapa Nikah Mut’ah Dilarang dalam Islam?
Dirgantaraonline - Nikah mut’ah atau pernikahan kontrak telah lama menjadi perdebatan di tengah masyarakat. Praktik ini dianggap sebagai pernikahan sementara yang berlangsung dalam waktu tertentu berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak. Namun, mengapa nikah mut’ah dilarang dalam Islam? Artikel ini akan mengupas tuntas dari sudut pandang hukum, sejarah, dan dampaknya.
Makna Nikah dalam Islam
Secara bahasa (lughawi), kata nikah bermakna adh-dhamm wa al-jam’ (penggabungan dan pengumpulan) atau al-wath’u (persetubuhan). Sedangkan secara istilah, nikah adalah ikatan perjanjian (‘aqd) yang telah ditetapkan oleh Allah SWT untuk mensahkan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya.
Tujuan utama nikah tidak hanya sebagai bentuk ibadah, tetapi juga sarana membangun keluarga yang harmonis, memperkokoh hubungan sosial, dan menjadi wadah bagi kelahiran generasi yang saleh. Allah SWT berfirman:
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21)
Namun, dalam praktiknya, Islam juga menetapkan batasan tertentu dalam hal pernikahan. Salah satu bentuk pernikahan yang dilarang adalah nikah mut’ah.
Apa Itu Nikah Mut’ah?
Nikah mut’ah adalah pernikahan yang dilakukan dengan batasan waktu tertentu yang disepakati sejak awal akad. Misalnya, seseorang berkata kepada perempuan: “Saya menikahimu selama satu bulan.” Setelah waktu tersebut selesai, pernikahan otomatis berakhir tanpa perlu perceraian formal.
Hukum Nikah Mut’ah dalam Islam
Mayoritas ulama dari mazhab empat (Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hanbali) sepakat bahwa nikah mut’ah adalah haram dan tidak sah. Imam Syafi’i menegaskan:
“Semua nikah yang ditentukan berlangsungnya sampai waktu yang diketahui ataupun yang tidak diketahui (temporer), maka nikah tersebut tidak sah, dan tidak ada hak waris ataupun talak antara kedua pasangan.” (Kitab Al-Umm, V/5)
Syaikh Husain Muhammad Mahluf dalam Fatawa Syar’iyyah menyebutkan:
“Jika seorang laki-laki menikahi perempuan dengan batas waktu tertentu, maka pernikahan itu tidak sah karena syarat tersebut bertentangan dengan tujuan pernikahan yang sebenarnya, yaitu kelanggengan hubungan.”
Selain itu, nikah mut’ah dinilai bertentangan dengan semangat syariat yang menempatkan pernikahan sebagai ikatan suci untuk membangun keluarga yang kokoh, bukan sekadar hubungan sementara untuk memuaskan hawa nafsu.
Dasar Larangan Nikah Mut’ah
Pada awal Islam, nikah mut’ah sempat diperbolehkan dalam kondisi tertentu, seperti saat peperangan ketika para sahabat terpisah dari istri-istri mereka. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud:
“Kami berperang bersama Rasulullah ﷺ dan tidak membawa istri-istri kami. Kami bertanya, ‘Bolehkah kami berkebiri?’ Rasulullah ﷺ melarangnya, tetapi memberikan keringanan untuk menikahi wanita dengan mahar pakaian sampai batas waktu tertentu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun, kebolehan ini kemudian dihapus (dimansukh) oleh Rasulullah ﷺ. Dalam hadis riwayat Ali bin Abi Thalib, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Rasulullah ﷺ melarang nikah mut’ah pada hari Khaibar.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut mayoritas ulama, larangan ini diperkuat pada saat penaklukan Makkah tahun 8 Hijriyah.
Dampak Negatif Nikah Mut’ah
1. Merendahkan Martabat Perempuan
Nikah mut’ah sering kali hanya menjadi alat pemuas nafsu belaka, tanpa memberikan perlindungan jangka panjang bagi perempuan. Dalam banyak kasus, perempuan ditinggalkan begitu saja setelah waktu akad selesai.
2. Menghancurkan Konsep Keluarga
Pernikahan dalam Islam bertujuan untuk membangun keluarga yang harmonis dan berkesinambungan. Nikah mut’ah, dengan sifatnya yang sementara, merusak tujuan ini.
3. Membuka Pintu Prostitusi Terselubung
Praktik nikah mut’ah yang disalahgunakan hanya akan menyerupai prostitusi dengan kemasan agama, sehingga mencoreng kesucian syariat Islam.
Nikah mut’ah telah dilarang dalam Islam karena bertentangan dengan tujuan pernikahan yang sesungguhnya, yaitu membangun keluarga yang abadi, sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dalam pandangan syariat, hubungan suami istri bukanlah sesuatu yang temporer, tetapi merupakan ikatan yang suci dan berkesinambungan.
Allah SWT berfirman:
وَأَنكِحُوا۟ ٱلْأَيَـٰمَىٰ مِنكُمْ وَٱلصَّـٰلِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ ۚ إِن يَكُونُوا۟ فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 32)
Oleh karena itu, praktik nikah mut’ah dilarang demi menjaga kesucian pernikahan dan kemuliaan umat manusia.
(***)
#NikahMut'ah #Islami #Religi