Breaking News

Menteri KP Akan Hubungi KSAL, Minta Pagar Laut Tetap Dipertahankan sebagai Barang Bukti

Sejumlah nelayan membongkar pagar laut yang terpasang di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025). Foto: ANTARA

D'On, Bali
 – Polemik seputar pagar bambu yang terpasang di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, terus bergulir. Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono menegaskan bahwa pencabutan pagar laut tersebut harus dihentikan sementara. Alasannya, pagar tersebut merupakan barang bukti yang tengah dalam penyelidikan, sehingga tidak boleh sembarangan dibongkar.

Wahyu mengungkapkan akan segera berkoordinasi dengan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali yang sebelumnya menginisiasi pembongkaran pagar tersebut. “KSAL sudah menghubungi saya, tetapi karena sedang rapat, saya belum sempat mengangkat telepon. Setelah ini, saya akan koordinasi langsung dengan beliau. Menurut kami, barang bukti yang sedang dalam penyelidikan tidak boleh dibongkar, karena ada potensi dampak lingkungan dari sisa-sisanya,” ujar Wahyu saat ditemui di Bali, Minggu (19/1).

Barang Bukti atau Ancaman Lingkungan?

Wahyu menjelaskan, pagar-pagar bambu itu dipasang tanpa izin, menjadikannya sebagai konstruksi ilegal. Sesuai dengan aturan dalam Undang-Undang Cipta Kerja, setiap aktivitas pembangunan di kawasan laut harus memiliki izin kesesuaian ruang laut.

“Kami akan mengkaji lebih lanjut apakah lokasi pemasangan pagar tersebut masuk dalam kawasan konservasi atau tidak, serta bagaimana dampak lingkungannya. Namun, sampai sekarang, kami belum mengetahui siapa yang memasang pagar ini dan apa tujuannya,” imbuhnya.

Ia menekankan, keberadaan pagar tanpa izin ini berpotensi menciptakan masalah baru. Selain berdampak pada arus laut, sisa-sisa pagar yang tidak terangkat sepenuhnya dapat menjadi ancaman bagi lingkungan pesisir.

Suara Nelayan: Pagar Laut Rugikan Komunitas Lokal

Bagi para nelayan lokal, keberadaan pagar ini bukan hanya soal legalitas, tetapi juga mengganggu mata pencaharian mereka. Manajer Kampanye Infrastruktur dan Tata Ruang Walhi Eksekutif Nasional, Dwi Sawung, menyoroti dampak nyata yang dirasakan nelayan sejak pagar tersebut dipasang.

“Nelayan terpaksa memutar jauh untuk menuju tengah laut. Ini jelas merugikan mereka dari segi waktu, tenaga, dan biaya bahan bakar. Pemerintah harus segera mengambil langkah konkret, bukan saling lempar tanggung jawab,” ujar Dwi.

Dwi juga mengkritik lambannya respons pemerintah dalam menangani masalah ini. “Pagar ini sudah lama dipasang dan sudah sering dilaporkan, tetapi tidak ada tindakan tegas. Pemerintah perlu transparan terkait siapa pemilik pagar ini dan dasar hukumnya,” tambahnya.

Pembongkaran Masif Tanpa Keterlibatan KKP

Pembongkaran pagar bambu ini sudah berlangsung dengan melibatkan ratusan personel dari Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) III Jakarta. Tak kurang dari 600 orang, termasuk warga lokal, dikerahkan untuk membantu proses pembongkaran. Namun, ironisnya, tidak ada perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang hadir di lapangan.

Sejumlah pihak menilai, ketidakhadiran KKP dalam proses pembongkaran menunjukkan adanya celah dalam koordinasi antarinstansi pemerintah. Di sisi lain, sisa-sisa pagar yang sulit dicabut menambah tantangan dalam memastikan kawasan pesisir kembali seperti semula.

Misteri Pemilik Pagar: Pertanyaan yang Belum Terjawab

Hingga kini, identitas pihak yang memasang pagar laut tersebut masih menjadi misteri. Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan akan terus menyelidiki pihak yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar ini, termasuk motif di baliknya.

Sementara itu, masyarakat dan nelayan setempat berharap pemerintah bertindak tegas dan cepat menyelesaikan persoalan ini. “Kami hanya ingin akses kami kembali seperti dulu, tanpa ada pagar yang membatasi,” ujar seorang nelayan setempat.

Kasus pagar laut di Tanjung Pasir menjadi cerminan rumitnya pengelolaan tata ruang laut di Indonesia. Di satu sisi, aturan perizinan harus ditegakkan, tetapi di sisi lain, dampak sosial dan lingkungan tidak boleh diabaikan. Kini, bola ada di tangan pemerintah untuk memberikan solusi yang tidak hanya adil, tetapi juga berdampak positif bagi semua pihak.

(Mond)

#PagarLaut #Viral #MenteriKKP #KSAL