Breaking News

Misteri Pagar Laut di Tangerang: PIK 2 Membantah Keterlibatan, Publik Tetap Bertanya-tanya

Pagar laut terpasang di kawasan pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (9/1/2025).

D'On, Jakarta –
Polemik mengenai pagar bambu misterius sepanjang 30 kilometer yang membentang di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, terus bergulir. Isu ini semakin memanas setelah pengembang Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, melalui kuasa hukumnya, Muanas, menegaskan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam pembangunan struktur kontroversial tersebut. Pernyataan ini disampaikan Muanas pada Jumat (10/1/2025), menanggapi tudingan yang semakin ramai diperbincangkan publik.

Bantahan Tegas dari PIK 2

Dalam pernyataannya, Muanas menyatakan bahwa pagar bambu itu bukanlah bagian dari proyek PIK 2 maupun Program Strategis Nasional (PSN) yang sedang berlangsung di Banten. Ia menekankan bahwa pagar tersebut merupakan inisiatif masyarakat setempat yang dibuat secara swadaya.

"Berita terkait adanya pagar laut yang dipasang oleh PIK 2 itu tidak benar," tegasnya. "Pagar tersebut hanyalah tanggul sederhana dari bambu yang dibangun oleh masyarakat sebagai pemecah ombak, penghalang sampah, dan pembatas lahan warga yang terkena abrasi."

Lebih jauh, Muanas menyebutkan bahwa pagar itu juga dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mendukung aktivitas tambak ikan di sekitar lokasi. Ia memastikan bahwa tidak ada kaitan antara pembangunan pagar tersebut dengan pengembang maupun proyek besar di kawasan tersebut.

Tudingan Mencari Sensasi

Muanas juga tidak tinggal diam menghadapi tudingan yang menyudutkan pihaknya. Menurutnya, tuduhan bahwa PIK 2 berada di balik pembangunan pagar tersebut hanyalah upaya pihak-pihak tertentu untuk mencari perhatian. Ia mengungkapkan bahwa tiga tahun lalu, pihaknya justru pernah melaporkan temuan yang jauh lebih serius di perairan Banten, yakni keberadaan jutaan batang bambu yang digunakan untuk menangkap kerang hijau.

"Jutaan bambu itu mengandung merkuri dan senyawa kimia berbahaya lainnya yang berdampak buruk pada ekosistem laut. Kami sudah melaporkannya ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tetapi hingga kini tidak ada tindakan apa pun," kata Muanas dengan nada kecewa.

Desakan Pemerintah untuk Pembongkaran

Sementara itu, di sisi lain, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengambil langkah tegas. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, memberikan ultimatum kepada pemilik pagar bambu tersebut untuk segera membongkar struktur itu.

“Kami beri waktu, paling lama 10 sampai 20 hari. Kalau tidak dibongkar, maka KKP sendiri yang akan melakukan pembongkaran. Laut itu bukan untuk dipagari seperti itu,” ujar Pung dalam keterangan resminya di Tangerang pada Kamis (9/1/2025).

Menurut Pung, keberadaan pagar laut ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga berpotensi mengganggu ekosistem laut. Ia menegaskan bahwa laut adalah ruang publik yang tidak boleh diokupasi secara sepihak.

Spekulasi dan Pertanyaan Publik

Meski berbagai pihak telah memberikan penjelasan, misteri di balik pagar bambu ini masih menyisakan banyak pertanyaan. Jika benar pagar tersebut dibangun oleh masyarakat setempat, mengapa pembangunannya tidak diketahui sejak awal? Dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan serta aktivitas nelayan di kawasan tersebut?

Publik juga mempertanyakan efektivitas langkah pemerintah dalam menangani persoalan semacam ini. Pasalnya, kasus-kasus serupa, seperti laporan tentang kerang hijau yang disampaikan oleh PIK 2, tampaknya kurang mendapat perhatian serius dari pihak berwenang.

Ekosistem Laut di Ujung Tanduk

Persoalan pagar bambu ini menyoroti isu yang lebih besar: kelestarian ekosistem laut di Indonesia. Keberadaan pagar atau struktur lain yang tidak terkontrol dapat mengganggu aliran air, merusak habitat laut, dan memengaruhi mata pencaharian nelayan. Di sisi lain, lambannya respon pemerintah terhadap masalah lingkungan menjadi tantangan tersendiri dalam menjaga kekayaan laut Indonesia.

Arah Kebijakan dan Masa Depan Laut

Dengan tenggat waktu yang diberikan KKP, masyarakat kini menunggu langkah konkret dari pemilik pagar maupun pemerintah. Apakah struktur bambu sepanjang 30 kilometer itu akan segera dihapus, atau akankah polemik ini terus bergulir tanpa solusi jelas?

Di tengah ketidakpastian ini, satu hal yang pasti: perairan Banten kini menjadi sorotan. Bagaimana kisah ini berakhir? Hanya waktu yang akan menjawab. Namun, yang jelas, semua pihak harus bekerja sama demi menjaga laut sebagai warisan berharga yang tidak ternilai harganya.

(Mond)

#PagarLaut #PIK2 #Hukum