Breaking News

Pengusaha yang Tidak Bayar Upah Lembur di Hari Libur Terancam Penjara dan Denda Miliaran

Ilustrasi Buruh Pabrik. Foto: Wulandari Wulandari/Shutterstock

D'On, Jakarta
– Memasuki musim liburan, banyak orang bersiap untuk menikmati waktu bersama keluarga atau sekadar beristirahat. Namun, bagi sebagian pekerja, liburan sering kali tetap menjadi hari kerja. Yang mengejutkan, ada pengusaha yang masih lalai memenuhi kewajiban membayar upah lembur bagi pekerja yang masuk di hari libur. Hal ini ternyata dapat berujung pada sanksi berat berupa hukuman penjara hingga denda yang mencapai ratusan juta rupiah.

Ketentuan ini diatur secara tegas dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 85, yang menyatakan bahwa pekerja tidak diwajibkan bekerja pada hari libur resmi, kecuali dalam kondisi tertentu. Namun, jika pekerja diminta untuk tetap bekerja, pengusaha memiliki kewajiban membayar upah lembur.

“Pekerja atau buruh tidak wajib bekerja pada hari libur-libur resmi,” demikian penegasan dalam unggahan resmi akun Instagram Kementerian Ketenagakerjaan (@kemnaker).

Sanksi Berat bagi Pelanggar

Bagi pengusaha yang melanggar ketentuan ini, hukumannya tidak main-main. Berdasarkan aturan yang sama, pengusaha dapat dikenakan hukuman pidana minimal satu bulan hingga maksimal 12 bulan penjara. Selain itu, ada pula ancaman denda minimal Rp10 juta hingga maksimal Rp100 juta, tergantung pada tingkat pelanggaran.

Langkah tegas ini diambil untuk melindungi hak-hak pekerja, terutama mereka yang harus bekerja di saat orang lain menikmati waktu libur. Pengabaian terhadap pembayaran upah lembur bukan hanya bentuk pelanggaran hukum, tetapi juga menunjukkan ketidakadilan terhadap para pekerja yang telah mengorbankan waktu pribadi mereka.

Sektor dengan Pengecualian

Meskipun aturan ini berlaku secara umum, ada sejumlah sektor yang dikecualikan karena sifat pekerjaan yang harus terus berjalan. Sektor-sektor tersebut meliputi:

  1. Pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit dan klinik.
  2. Jasa perbaikan alat transportasi, termasuk bengkel darurat.
  3. Jasa pelayanan transportasi, baik darat, laut, maupun udara.
  4. Usaha pariwisata, seperti hotel dan tempat rekreasi.
  5. Penyedia tenaga listrik, untuk menjamin kebutuhan energi masyarakat.
  6. Jaringan pelayanan air bersih, agar suplai air tetap terjaga.
  7. Penyedia bahan bakar, seperti SPBU yang harus tetap beroperasi.

Selain itu, pekerjaan yang sifatnya berkesinambungan dan tidak boleh terhenti, seperti pemeliharaan alat produksi atau proses yang jika dihentikan dapat merusak bahan produksi, juga termasuk dalam pengecualian ini.

“Pekerjaan yang apabila dihentikan proses produksinya akan merusak bahan, termasuk pemeliharaan atau perbaikan alat produksi, tetap diperbolehkan bekerja,” tulis Kementerian Ketenagakerjaan dalam unggahannya.

Harapan bagi Para Pekerja

Melalui pengaturan ini, pemerintah berharap para pengusaha dapat lebih bijak dan adil dalam memenuhi kewajiban terhadap pekerja, termasuk membayar hak-hak mereka sesuai peraturan. Di sisi lain, para pekerja juga diimbau untuk memahami hak-hak mereka agar dapat menuntut keadilan jika terjadi pelanggaran.

Hak atas upah lembur adalah bagian dari penghargaan atas waktu dan tenaga yang diberikan pekerja, terlebih di hari libur yang semestinya menjadi momen istirahat. Dengan adanya ancaman sanksi yang berat, pemerintah menunjukkan komitmennya dalam melindungi hak-hak pekerja di seluruh sektor usaha.

Bagi para pekerja, penting untuk melaporkan pelanggaran semacam ini jika terjadi. Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan siap memberikan bantuan hukum dan menindak tegas pengusaha yang lalai terhadap kewajibannya.

Kini, bukan lagi zamannya pekerja diperlakukan semena-mena. Dengan aturan yang jelas, para pekerja berhak mendapatkan perlakuan adil dan penghargaan yang setimpal atas pengorbanan mereka, bahkan di hari libur sekalipun.

(Mond)

#Denda #Ketenagakerjaan #Nasional #Pengusaha