Breaking News

Perjuangan Mengungkap Kasus TPPO: Modus Licik Perekrut dan Jerat Mimpi Lima Warga Sumut

Ilustrasi 

D'On, Jakarta
Dalam perjuangan melawan kejahatan perdagangan manusia yang terus menghantui para pekerja migran Indonesia, sebuah kasus baru berhasil diungkap. Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Abdul Kadir Karding, mengungkapkan kisah kelam di balik upaya penempatan lima calon pekerja migran ilegal asal Sumatera Utara ke Malaysia. Peristiwa ini menjadi pengingat akan ancaman nyata yang mengintai mereka yang berada di bawah bayang-bayang kemiskinan.

Kasus ini terungkap berkat upaya gigih Unit Penegakan Hukum (Gakkum) Satuan Polisi Air dan Udara (Satpolairud) Polres Dumai. Kelima korban, berinisial MMS, MAP, S, AW, dan AL, adalah masyarakat dengan latar belakang ekonomi kelas bawah yang mencoba mencari penghidupan lebih baik di negeri seberang. Namun, harapan mereka ternyata dijadikan komoditas oleh pihak tak bertanggung jawab.

Di balik operasi ini, pihak kepolisian juga mengamankan tiga sopir berinisial BS, MR, dan WSM yang diduga berperan dalam proses pengantaran korban. Tak hanya itu, seorang calo berinisial R yang menjadi otak di balik perekrutan ilegal ini kini berada di bawah pengawasan aparat hukum.

“Saat ini, kelima korban beserta tiga sopir dan satu terduga calo telah diamankan di Markas Komando Satpolairud Polres Dumai. Proses penyelidikan masih terus berlangsung guna mengungkap jaringan yang lebih besar,” ungkap Abdul dalam pernyataan resmi yang diterima pada Senin (27/1/2025).

Janji Palsu Sang Calo: ‘Gratis’ dan Gaji Menggiurkan

Berdasarkan keterangan korban, modus yang digunakan oleh tersangka R begitu licik. Dengan berkedok sebagai agen pekerja migran, R menjanjikan proses keberangkatan ke Malaysia tanpa memungut biaya sepeser pun. Para korban diiming-imingi fasilitas seperti pembuatan paspor, perjalanan darat, hingga tiket kapal rute Dumai/Bengkalis menuju Muar, Malaysia, semuanya secara gratis.

Tak cukup sampai di situ, janji manis berupa penghasilan fantastis juga menjadi senjata ampuh R. Korban dijanjikan gaji bulanan sebesar 1.500 hingga 1.700 Ringgit Malaysia, setara dengan Rp5,5 juta hingga Rp6,2 juta. Angka ini tentu saja menjadi magnet bagi masyarakat dengan kondisi ekonomi sulit yang menganggap peluang ini sebagai pintu keluar dari kemiskinan.

Namun, janji tersebut hanyalah ilusi. Tersangka R meminta dokumen asli milik korban, seperti KTP, kartu keluarga, akta kelahiran, dan ijazah sebagai syarat pembuatan paspor. Dengan dalih membantu, R menguasai akses identitas para korban, yang kemudian dijadikan alat untuk memuluskan praktik ilegal ini.

Jeratan Utang dan Eksploitasi

Modus ini tidak berhenti pada penawaran gaji tinggi. Korban dipaksa menerima skema potongan gaji sebesar 50 persen selama enam bulan pertama sebagai pengganti “biaya bantuan” yang diklaim telah dikeluarkan oleh calo. Praktik ini membuat para korban masuk dalam lingkaran utang yang sulit mereka lepaskan.

“Tindakan ini tak hanya melanggar hukum, tetapi juga memanfaatkan impian korban untuk hidup lebih baik. Sayangnya, mereka justru terjebak dalam eksploitasi,” ujar Abdul.

Jerat Hukum untuk Sang Calo

Perbuatan tersangka R tidak bisa dianggap enteng. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, R dapat dikenai Pasal 81 yang mengatur hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp15 miliar bagi pelaku penempatan ilegal pekerja migran.

Selain itu, Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juga menjerat R. Jika tindakannya mengakibatkan eksploitasi pada korban, ia terancam hukuman berat yang sama dengan pelaku perdagangan manusia.

Mimpi yang Terenggut

Kasus ini adalah potret nyata bagaimana mimpi untuk hidup lebih baik bisa berubah menjadi mimpi buruk. Para korban yang hanya ingin memperbaiki nasib harus menghadapi kenyataan pahit menjadi korban perdagangan manusia.

Pengungkapan ini tidak hanya memberikan harapan baru bagi para korban, tetapi juga menjadi peringatan keras bagi masyarakat agar lebih waspada terhadap tawaran-tawaran kerja di luar negeri yang terdengar terlalu indah untuk menjadi kenyataan.

Abdul Kadir Karding menegaskan, pemerintah akan terus memperkuat upaya perlindungan terhadap pekerja migran. Ia juga meminta masyarakat melaporkan segala bentuk dugaan praktik ilegal yang mencurigakan.

“Tidak ada yang lebih penting dari melindungi nyawa dan martabat pekerja migran kita. Mereka adalah pahlawan devisa yang harus kita jaga dan lindungi dengan sepenuh hati,” tutup Abdul.

(Mond)

#TPPO #Kriminal #BP2MI