Breaking News

Putusan-Putusan Viral MK: Sorotan Publik pada UU Pilkada hingga UU Cipta Kerja

Ketua Hakim MK Suhartoyo 

D'On, Jakarta –
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menjadi sorotan nasional usai menyampaikan laporan tahunan dalam Sidang Pleno Khusus di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Kamis, 2 Januari 2025. Dalam sidang tersebut, Ketua MK Suhartoyo memaparkan sejumlah putusan penting sepanjang tahun 2024 yang tidak hanya berdampak pada tatanan hukum, tetapi juga menarik perhatian luas dari publik.

Dengan lantang, Suhartoyo mengungkapkan bahwa berbagai pasal yang diuji di MK tahun ini menyentuh sendi-sendi penting sistem demokrasi dan hak konstitusional warga negara. Beberapa di antaranya bahkan memicu perdebatan sengit di ranah publik. Berikut adalah deretan putusan viral tersebut:

1. Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah: Mengubah Wajah Demokrasi Lokal

Salah satu putusan yang menjadi sorotan adalah pengujian terhadap UU Pilkada, yang menghasilkan keputusan mengejutkan. MK menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah menjadi hanya 6,5% hingga 10% suara dari jumlah kursi atau suara sah.

Putusan ini, yang tertuang dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXI/2024, dianggap sebagai langkah progresif untuk membuka akses lebih luas bagi kandidat kepala daerah. “Putusan ini diambil untuk memastikan keadilan dan memperkuat prinsip demokrasi di tingkat daerah,” ujar Suhartoyo.

Namun, tak sedikit pihak yang memandang keputusan ini sebagai tantangan baru. Pengamat menilai, dengan ambang batas yang lebih rendah, persaingan politik di daerah akan semakin ketat, memunculkan tantangan baru dalam menjaga stabilitas politik lokal.

2. Ambang Batas Parlemen: Persiapan untuk Pemilu 2029

Dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023, MK memutuskan bahwa ambang batas parlemen akan diberlakukan bersyarat untuk Pemilu 2029 dan pemilu selanjutnya. Putusan ini mensyaratkan adanya revisi terhadap norma dan angka ambang batas, yang harus disesuaikan berdasarkan pertimbangan konstitusional.

Langkah ini dianggap sebagai sinyal bahwa MK ingin memberikan waktu transisi yang cukup bagi partai-partai politik untuk menyesuaikan diri dengan aturan baru.

3. Penyebaran Berita Bohong: Inkonsistensi di Tengah Kontroversi

MK juga membuat gebrakan melalui Putusan Nomor 78/PUU-XXI/2023 yang menyatakan pasal tentang penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran dalam KUHP sebagai inkonstitusional. Putusan ini dilihat sebagai upaya melindungi kebebasan berpendapat, meski di sisi lain menimbulkan perdebatan mengenai definisi dan batasan “berita bohong.”

Menurut Suhartoyo, “Putusan ini bertujuan untuk menghindari multitafsir yang dapat merugikan hak asasi warga negara.”

4. Klaster Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja: Pemisahan yang Dinanti

UU Cipta Kerja, yang selama ini menjadi pusat kritik masyarakat, kembali mendapat sorotan melalui Putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023. MK memutuskan bahwa klaster ketenagakerjaan harus dipisahkan dari UU Cipta Kerja.

Keputusan ini dianggap sebagai bentuk koreksi terhadap kebijakan omnibus law yang kerap dianggap terlalu luas dan membingungkan. “MK menilai pemisahan ini penting untuk memberikan kejelasan dan keadilan bagi pekerja,” tegas Suhartoyo.

Selain itu, MK juga memutuskan bahwa sistem unbundling dalam penyediaan listrik tetap inkonstitusional, sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor 39/PUU-XXI/2023.

5. Hak Cipta dan Era Digital: Larangan Pelanggaran di Platform Digital

Dalam era teknologi yang serba digital, MK turut menggarisbawahi pentingnya perlindungan hak cipta. Dalam Putusan Nomor 84/PUU-XXI/2023, MK menegaskan bahwa platform digital dilarang membiarkan penjualan, penayangan, atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta.

Keputusan ini menuai apresiasi dari berbagai kalangan, terutama pelaku industri kreatif, yang selama ini merasa dirugikan oleh maraknya pelanggaran hak cipta di dunia maya.

6. Penguatan Kewenangan KPK: Korupsi Koneksitas di Bawah Kendali KPK

Putusan Nomor 87/PUU-XXI/2023 menjadi tonggak penting dalam memperkuat kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). MK menyatakan bahwa KPK memiliki wewenang menangani perkara korupsi koneksitas, asalkan penyidikan dimulai oleh KPK.

7. Pilkada dengan Calon Tunggal: Pilihan Demokrasi yang Baru

Dalam Putusan Nomor 126/PUU-XXI/2024, MK memberikan solusi demokratis bagi daerah dengan calon tunggal. Surat suara dalam pilkada calon tunggal kini mencantumkan opsi “setuju” atau “tidak setuju,” yang memungkinkan masyarakat tetap memiliki hak suara tanpa kehilangan makna demokrasi.

Resonansi Putusan MK di Tengah Dinamika Bangsa

Deretan putusan MK ini mencerminkan dinamika demokrasi dan hukum yang terus berkembang di Indonesia. Meski kerap memicu kontroversi, keputusan-keputusan tersebut memperlihatkan peran penting MK sebagai penjaga konstitusi.

Dengan semakin intensnya sorotan publik terhadap MK, langkah-langkah yang diambil di tahun-tahun mendatang akan terus menjadi tolok ukur bagi perkembangan demokrasi dan keadilan di Indonesia.

(Mond)

#Viral #PutusanMK #Nasional #MahkamahKonstitusi