Breaking News

Sampai Kapan Dunia Diam! Serangan Israel dalam Tiga Hari Tewaskan Lebih dari 200 Warga, Mayoritas Wanita dan Anak-Anak

Warga Palestina memeriksa kerusakan di sebuah kamp tenda yang menampung para pengungsi usai serangan Israel terhadap kamp pengungsian sementara di Mawasi Khan Yunis di Jalur Gaza selatan, Kamis (2/1/2025). Foto: Hatem Khaled/REUTERS

D'On, Gaza, Palestina –
Langit Gaza yang selama ini diselimuti ketegangan kembali menjadi saksi atas tragedi kemanusiaan yang memilukan. Lebih dari 200 nyawa melayang hanya dalam kurun waktu tiga hari terakhir akibat serangan udara Israel yang semakin intensif. Tragisnya, mayoritas korban adalah wanita dan anak-anak, menggambarkan dimensi kemanusiaan yang memprihatinkan di tengah konflik berkepanjangan ini.

Pada Jumat (3/1), tekanan Israel meningkat dengan serangan langsung yang memaksa evakuasi mendadak dua rumah sakit di Gaza utara. Ancaman serangan membuat para pasien dan staf medis di Rumah Sakit Kamal Adwan terpaksa meninggalkan fasilitas yang seharusnya menjadi tempat perlindungan terakhir. Pasukan Israel bahkan dilaporkan menahan direktur rumah sakit tersebut dalam operasi yang menambah luka batin masyarakat Gaza.

Tidak berhenti di situ, Sabtu pagi (4/1) menjadi mimpi buruk lain bagi warga Gaza. Sebuah serangan brutal menghantam kawasan Shujayea, menewaskan setidaknya 11 anggota keluarga al-Ghoula. Ahmad Ayyan, tetangga keluarga tersebut, menggambarkan horor yang tak terlupakan:

“Sekitar pukul 2 pagi, kami terbangun oleh ledakan besar. Saya berlari keluar dan mendapati rumah keluarga al-Ghoula hancur lebur. Kebanyakan korban adalah wanita dan anak-anak. Mereka hanya warga sipil yang tidak pernah terlibat dalam perlawanan,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca, seperti dikutip dari Al Jazeera.

Krisis Kemanusiaan yang Mengguncang

Hingga Januari 2025, angka korban tewas di Gaza sejak eskalasi pada Oktober 2023 telah mencapai 45.000 jiwa, dengan lebih dari 108.000 lainnya terluka. Angka ini mengukuhkan situasi Gaza sebagai salah satu tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah modern.

Rumah sakit yang seharusnya menjadi titik harapan kini berubah menjadi tempat penuh penderitaan. Di Rumah Sakit Al-Aqsa, pasien-pasien tergeletak di lantai, berjuang tanpa alat medis memadai. Banyak dari mereka meninggal akibat kehabisan darah sebelum sempat menerima pertolongan. Luka bakar parah tanpa obat penghilang rasa sakit menjadi hukuman yang tak terbayangkan bagi para korban, terutama anak-anak.

Seorang dokter di Gaza, yang meminta namanya dirahasiakan, menjelaskan realitas suram yang ia hadapi setiap hari:

“Kami tidak hanya melawan kematian akibat bom, tetapi juga kematian sunyi karena kurangnya obat-obatan dan blokade yang mencekik. Kami menyaksikan pasien perlahan kehilangan harapan karena dunia menutup mata.”

Harapan Tipis di Tengah Blokade

Di tengah kengerian ini, ada secercah kabar bahwa perwakilan Israel dan Hamas telah menuju Qatar untuk membahas kemungkinan gencatan senjata dan pertukaran tahanan. Namun, harapan ini masih terlalu rapuh untuk melawan kenyataan pahit di lapangan.

Gaza kini tidak hanya membutuhkan solusi politik tetapi juga perhatian global yang nyata. Ribuan keluarga kehilangan tempat tinggal, akses ke makanan, dan fasilitas medis. Jika dunia terus membiarkan tragedi ini berlangsung, duka Gaza hanya akan menjadi catatan panjang dalam sejarah tanpa resolusi yang memadai.

Ketika bom terus dijatuhkan dan nyawa terus melayang, pertanyaan besar yang menggantung adalah: Sampai kapan dunia akan diam?

(Mond)

#Internasional #Gaza #Palestina #AgresiIsrael