Breaking News

Singkong dan Belalang: Menu Alternatif Penuh Gizi untuk Indonesia yang Lebih Sehat

Foto: MBG SDN Susukan 08 Pagi, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. (Dok. SDN Susukan 08 Pagi)

D'On, Jakarta
Di tengah upaya menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan terpenuhi kebutuhan gizinya, Badan Gizi Nasional (BGN) memperkenalkan pendekatan inovatif dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Salah satu ide yang menarik perhatian adalah usulan pemanfaatan pangan lokal, seperti singkong dan belalang, sebagai bagian dari menu utama program ini.

Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengungkapkan bahwa potensi pangan lokal harus dimaksimalkan untuk memastikan kebutuhan gizi masyarakat terpenuhi. Dalam acara Rapimnas Pira Gerindra di Jakarta, Dadan menegaskan pentingnya menyesuaikan menu MBG dengan kebiasaan makan dan potensi pangan yang tersedia di tiap daerah.

“Di beberapa daerah, serangga seperti belalang atau ulat sagu bukanlah hal asing. Justru, ini bisa menjadi sumber protein yang murah, melimpah, dan bernutrisi tinggi,” ujar Dadan, Senin (27/1/2025).

Pendekatan Gizi Berbasis Lokal: Fleksibilitas yang Berdaya Guna

Berbeda dengan program makanan nasional lainnya, MBG tidak menetapkan standar menu yang seragam untuk seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah hanya menetapkan standar gizi yang harus dipenuhi. Dengan demikian, menu yang disajikan dapat disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya lokal dan kebiasaan masyarakat setempat.

“Keragaman sumber pangan di Indonesia sangat besar, dan ini adalah aset yang harus kita manfaatkan. Di satu wilayah, telur mungkin menjadi sumber protein utama, sementara di wilayah lain, ikan, belalang, atau bahan lokal lainnya lebih dominan,” jelas Dadan.

Sebagai contoh, masyarakat di Halmahera Barat lebih terbiasa mengonsumsi singkong dan pisang rebus sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi. Di daerah seperti Jawa Timur atau Yogyakarta, belalang goreng bahkan sudah menjadi camilan yang populer, sehingga bisa dimasukkan dalam menu MBG tanpa menimbulkan resistensi masyarakat.

Dadan menekankan bahwa fleksibilitas ini bukan sekadar strategi, melainkan kebutuhan. Dengan menyesuaikan menu dengan kebiasaan lokal, program MBG diharapkan mampu berjalan secara efektif tanpa mengubah pola makan masyarakat secara drastis.

Belalang dan Serangga: Sumber Protein Masa Depan

Serangga seperti belalang sebenarnya bukan hal baru dalam perbincangan tentang sumber protein alternatif. Di banyak negara, termasuk Thailand, Meksiko, dan beberapa wilayah Afrika, serangga telah lama dikonsumsi sebagai makanan sehari-hari. Bahkan, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) merekomendasikan serangga sebagai sumber protein yang berkelanjutan.

Belalang, misalnya, mengandung protein tinggi, asam lemak esensial, serta berbagai vitamin dan mineral. Selain itu, budidaya serangga juga ramah lingkungan karena membutuhkan lebih sedikit lahan, air, dan pakan dibandingkan dengan ternak konvensional seperti sapi atau ayam.

“Pangan lokal seperti belalang ini bukan hanya solusi bergizi tinggi, tetapi juga ramah lingkungan. Kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia untuk menciptakan sistem pangan yang lebih berkelanjutan,” kata Dadan.

Membangun Ketahanan Pangan Melalui Keanekaragaman

Dalam konteks ketahanan pangan, diversifikasi makanan adalah langkah penting untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis bahan pokok, seperti beras. Indonesia, dengan kekayaan hayatinya, memiliki peluang besar untuk membangun pola makan yang lebih bervariasi.

“Keragaman pangan lokal ini sangat penting untuk diakomodasi dalam program makan bergizi. BGN tidak bertujuan memaksakan satu jenis menu untuk seluruh Indonesia, melainkan memastikan standar gizi terpenuhi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada,” ujar Dadan.

Pendekatan ini, lanjutnya, tidak hanya akan meningkatkan asupan gizi masyarakat, tetapi juga memperkuat ekonomi lokal. Dengan memanfaatkan bahan pangan lokal, seperti singkong, belalang, ikan, dan sagu, program MBG berpotensi menciptakan peluang ekonomi baru bagi petani dan nelayan lokal.

Belalang di Meja Makan Kita: Siapkah Masyarakat?

Tantangan terbesar mungkin terletak pada penerimaan masyarakat. Meski di beberapa daerah serangga seperti belalang sudah menjadi makanan sehari-hari, tidak semua orang di Indonesia terbiasa mengonsumsinya. Oleh karena itu, BGN menggarisbawahi pentingnya edukasi dan sosialisasi agar masyarakat memahami manfaat kesehatan dan keberlanjutan dari pangan alternatif ini.

“Kita perlu membangun narasi positif tentang pangan lokal. Jika masyarakat memahami manfaatnya, penerimaan terhadap menu seperti belalang atau ulat sagu akan lebih mudah,” kata Dadan optimistis.

Dengan pendekatan yang fleksibel, inovatif, dan berbasis lokal, program Makan Bergizi Gratis diharapkan mampu menjadi langkah besar dalam meningkatkan kualitas gizi masyarakat Indonesia. Kini, pertanyaan yang tersisa adalah: siapkah kita menjadikan singkong dan belalang sebagai bagian dari meja makan kita?

(Mond)

#BadanGiziNasional #MakanBergiziGratis #Nasional