Breaking News

Skandal Pagar Laut Tangerang: Potensi Reklamasi Mengancam Kerugian Negara Rp 300 Triliun

Ilustrasi 

D'On, Jakarta
Sebuah kontroversi besar mengguncang pesisir Tangerang, Banten, dengan keberadaan pagar laut sepanjang 30,16 km yang kini tengah menjadi sorotan nasional. Anggota Komisi IV DPR, Daniel Johan, mengungkapkan bahwa proyek pagar laut ini memiliki potensi menyebabkan kerugian negara yang luar biasa, mencapai Rp 300 triliun, jika lahan hasil reklamasi dijadikan daratan seluas 3.000 hektare dan diperjualbelikan.

"Jika reklamasi ini terwujud dan tanah tersebut dijual dengan harga minimal Rp 10 juta per meter persegi, maka kerugian negara akan mencapai Rp 300 triliun. Angka ini akan menjadi milik pihak ketiga, yang jelas-jelas merampas hak negara," ungkap Daniel dengan tegas pada Jumat (24/1/2025).

Indikasi Reklamasi dan Desakan Transparansi

Daniel mencium adanya indikasi bahwa proyek pagar laut tersebut bukan sekadar pelindung pesisir, melainkan upaya terselubung untuk reklamasi. Hal ini memancing kecurigaan publik akan adanya kepentingan tertentu di balik pembangunan pagar yang kini dianggap mencederai hukum dan kedaulatan negara.

“Ada indikasi kuat reklamasi yang terselubung dalam pembangunan pagar laut ini. Pemerintah harus segera bertindak mengungkap siapa dalang di balik proyek ini. Tanpa langkah hukum yang nyata, kepercayaan masyarakat terhadap Indonesia sebagai negara hukum akan hancur,” desaknya.

Lokasi Strategis dan Lemahnya Pengawasan

Lokasi pagar laut yang dekat dengan kawasan strategis Jakarta semakin memperkuat tudingan bahwa proyek ini melibatkan aktor-aktor besar dengan kepentingan ekonomi dan politik. Menurut Daniel, lemahnya pengawasan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadi salah satu alasan mengapa proyek ini dapat berjalan tanpa pengawasan memadai.

"Bagaimana KKP bisa meyakinkan rakyat bahwa mereka mampu menjaga laut Indonesia jika pelanggaran besar seperti ini terjadi begitu dekat dengan ibu kota? Ini menunjukkan lemahnya pengawasan serta ketidakmampuan melindungi kekayaan laut kita," ujar Daniel dengan nada kritik tajam.

Penegakan Hukum yang Dinilai Lamban

Daniel tak segan melontarkan kritik terhadap lambannya penegakan hukum dalam menangani kasus ini. Ia mempertanyakan peran penyidik KKP yang dinilai kurang optimal dalam mengusut siapa pihak utama di balik proyek ini.

“KKP memiliki penyidik. Tapi apa gunanya jika mereka tidak mampu menindak pelanggaran hukum yang nyata? Kasus ini seharusnya menjadi prioritas, bukan sekadar masalah yang dibiarkan mengambang,” sindirnya.

Daniel juga menggarisbawahi keterbatasan anggaran KKP sebagai kendala utama dalam membongkar pagar laut yang sudah berdiri. Menurutnya, kondisi ini memperlihatkan bagaimana ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi persoalan sebesar ini.

“Anggaran KKP sangat terbatas, bahkan untuk operasional seperti membeli solar pun sulit. Bagaimana mereka bisa memiliki dana untuk membongkar pagar laut ini? Jika pun ada dana, tentu prioritasnya untuk hal lain,” tambahnya.

Proses Pembongkaran yang Penuh Tantangan

Hingga kini, upaya pembongkaran pagar laut melibatkan berbagai pihak, termasuk KKP, DPR, TNI AL, Polri, Bakamla, KPLP, dan Pemerintah Provinsi Banten. Bahkan, sebanyak 1.210 nelayan dengan 223 kapal ikut serta membantu pembongkaran. Namun, dari total panjang pagar laut 30,16 km, baru sekitar 5 km yang berhasil dibongkar.

Proses ini bukan tanpa tantangan. Selain biaya yang sangat besar, pembongkaran juga menghadapi kendala teknis dan logistik. Keterlibatan banyak pihak menunjukkan kompleksitas persoalan ini, sekaligus menegaskan bahwa kasus ini bukan perkara sepele.

Dampak Ekonomi dan Lingkungan

Di balik kerugian finansial yang mencengangkan, proyek ini juga berpotensi membawa dampak lingkungan yang signifikan. Reklamasi 3.000 hektare lahan tidak hanya akan merugikan nelayan setempat yang kehilangan akses laut, tetapi juga dapat merusak ekosistem pesisir yang menjadi tempat berkembang biaknya berbagai biota laut.

“Kita tidak hanya berbicara tentang angka kerugian negara, tetapi juga dampak yang lebih luas terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat pesisir. Proyek ini, jika tidak ditangani dengan benar, akan meninggalkan luka yang sulit disembuhkan,” ujar Daniel.

Desakan Publik untuk Penegakan Keadilan

Kasus pagar laut di Tangerang menjadi pengingat keras tentang pentingnya transparansi dan penegakan hukum di sektor kelautan. Dengan nilai potensi kerugian yang begitu besar, masyarakat kini menuntut langkah nyata dari pemerintah dan penegak hukum untuk segera mengusut tuntas kasus ini.

“Indonesia adalah negara hukum. Jika pelanggaran sebesar ini dibiarkan, maka bukan hanya keadilan yang tercoreng, tetapi juga masa depan bangsa ini,” tutup Daniel.

Kasus ini kini menjadi ujian besar bagi pemerintah dan aparat penegak hukum. Akankah kasus pagar laut Tangerang ini menjadi titik balik bagi penegakan hukum di sektor kelautan, atau justru menjadi simbol lemahnya pengawasan dan ketidakberdayaan pemerintah? Hanya waktu yang akan menjawab.

(Mond)

#PagarLaut #Viral #DPR #KerugianNegara