Breaking News

Skandal Pemerasan di DWP 2024: Tiga Polisi Dipecat, Enam Lainnya Demosi Hingga Delapan Tahun


D'On, Jakarta –
Skandal yang mencoreng institusi kepolisian mencuat dari perhelatan akbar Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024. Sebanyak sembilan anggota polisi terbukti melakukan pemerasan terhadap penonton festival musik internasional tersebut. Sidang etik yang digelar Mabes Polri pun menjatuhkan sanksi tegas, termasuk pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap tiga anggota dan demosi untuk enam lainnya.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri, Kombes Erdi A. Chaniago, menyatakan bahwa sidang etik telah selesai dilaksanakan oleh Divisi Propam Polri. "Divpropam Polri telah melaksanakan sidang etik profesi terkait kasus DWP 2024. Penegakan hukum ini mencerminkan komitmen kami untuk menjaga nama baik institusi dan memberikan keadilan," ujarnya pada Selasa (7/1/2025).

Tiga Perwira Tinggi Dicopot dari Institusi

Dari sembilan anggota yang diadili, tiga di antaranya harus menerima konsekuensi paling berat berupa PTDH. Ketiganya adalah:

1. Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak, mantan Direktur Narkoba Polda Metro Jaya.

2. AKBP Malvino Edward Yusticia, perwira menengah yang memiliki peran penting dalam kasus ini.

3. AKP Yudhy Triananta Syaeful, seorang perwira pertama yang juga terlibat aktif dalam praktik pemerasan tersebut.

Keputusan PTDH bukan hanya berdampak pada karier mereka di kepolisian, tetapi juga menghapus hak-hak yang biasanya diterima pensiunan Polri. Sidang etik memutuskan bahwa tindakan ketiganya telah melanggar integritas serta mencoreng citra institusi di mata publik.

Enam Polisi Lainnya Didemosi

Enam anggota lain yang terlibat dalam kasus ini tidak luput dari hukuman berat. Mereka dijatuhi sanksi demosi, yang berarti penurunan pangkat dan jabatan selama periode tertentu:

Aiptu Armadi Juli Marasi Gultom: Demosi selama lima tahun.

Bripka Wahyu Tri Haryanto: Demosi lima tahun.

Iptu Sehatma Manik: Demosi lima tahun.

Kompol Dzul Fadlan: Demosi delapan tahun.

Iptu Syaharuddin: Demosi delapan tahun.

Brigadir Fahrudun Rizki Sucipto: Demosi delapan tahun.

Sanksi ini akan berdampak langsung pada perjalanan karier mereka, membatasi peluang promosi dan penugasan ke posisi strategis.

Kasus Pemerasan yang Menggemparkan

Skandal ini bermula ketika sejumlah penonton DWP 2024 melaporkan tindakan pemerasan oleh oknum polisi. Berdasarkan laporan tersebut, para tersangka menggunakan kekuasaan mereka untuk menekan korban, memanfaatkan situasi di tengah keramaian festival. Beberapa korban bahkan mengaku dipaksa membayar sejumlah uang dengan ancaman hukum jika tidak menuruti permintaan mereka.

Langkah tegas ini menunjukkan bahwa Polri tidak mentolerir pelanggaran berat, terutama yang merugikan masyarakat dan mencoreng nama institusi. "Ini adalah pesan bahwa tidak ada tempat bagi mereka yang menyalahgunakan wewenang," tegas Kombes Erdi.

Peringatan Keras bagi Institusi

Kasus ini menjadi pelajaran berharga sekaligus peringatan keras bagi seluruh anggota kepolisian. Polri, yang tengah berupaya membangun citra transparan dan profesional, menghadapi ujian berat untuk memulihkan kepercayaan masyarakat.

Sidang etik yang digelar oleh Divpropam Polri juga menegaskan komitmen institusi dalam membersihkan tubuh Polri dari oknum bermasalah. Publik berharap langkah ini tidak hanya berhenti di sanksi, tetapi juga diikuti perbaikan sistem pengawasan internal agar kasus serupa tidak terulang.

Dengan sanksi berat yang dijatuhkan, Polri mengirimkan pesan tegas: tanggung jawab melayani dan melindungi masyarakat harus dipegang teguh oleh setiap anggotanya.

(Mond)

#DWP #Pemerasan #Polri #Polisi #OknumPolisiPerasWNMalaysia