Breaking News

Tragedi Darso: Diduga Dianiaya Oknum Polisi, Meninggal dengan Luka Lebam

Ilustrasi Pengeroyokan 

D'On, Semarang –
Sebuah tragedi memilukan menimpa Darso (43), warga Kota Semarang, Jawa Tengah, yang meninggal dunia setelah diduga dianiaya oleh oknum polisi. Kasus yang menyayat hati ini telah dilaporkan oleh keluarga korban ke Polda Jawa Tengah, memicu sorotan tajam terhadap profesionalisme aparat penegak hukum.

Kuasa hukum keluarga korban, Antoni Yudha Timor, menjelaskan bahwa laporan tersebut diajukan atas dugaan tindak pidana penganiayaan berencana yang menyebabkan kematian, sebagaimana diatur dalam Pasal 355 ayat 2 KUHP juncto Pasal 170 ayat 2 angka ke-3. Kasus ini diduga melibatkan anggota Polresta Yogyakarta.

"Kami melaporkan dugaan penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian. Peristiwa ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga melukai rasa keadilan masyarakat," ujar Antoni pada Sabtu (11/1).

Awal Mula Kasus: Kecelakaan yang Berujung Tragedi

Kisah pilu ini bermula pada Juli 2024 ketika Darso, yang bekerja sebagai sopir, mengalami kecelakaan di Yogyakarta. Mobil yang dikendarainya menabrak seorang pejalan kaki. Meski korban kecelakaan hanya mengalami luka ringan, Darso bertanggung jawab dengan segera membawa korban ke klinik untuk mendapatkan perawatan.

Sebagai jaminan, Darso meninggalkan KTP-nya di klinik sebelum melanjutkan perjalanan. Ia kemudian pergi ke Jakarta untuk mencari nafkah selama dua bulan sebelum kembali ke Semarang. Tak ada yang menduga, kecelakaan itu akan menjadi awal dari tragedi yang merenggut nyawanya.

Penangkapan Tanpa Surat, Penyiksaan yang Fatal

Pada 21 September 2024, sekitar pukul 06.00 pagi, tiga orang yang mengaku sebagai anggota kepolisian mendatangi rumah Darso di Semarang. Mereka bertanya kepada Poniyem, istri Darso, apakah rumah tersebut benar milik suaminya.

"Setelah itu, suami saya keluar menemui mereka. Tapi tiba-tiba dia langsung dibawa pergi begitu saja. Tidak ada surat tugas, surat penangkapan, atau dokumen apapun," tutur Poniyem dengan nada penuh kepiluan.

Dua jam kemudian, keluarga menerima kabar bahwa Darso sudah berada di RS Permata Medika, Ngaliyan, Semarang. Saat ditemui, Darso mengaku telah dipukuli oleh sejumlah oknum polisi. Luka lebam terlihat jelas di wajah dan tubuhnya, menjadi saksi bisu kekerasan yang ia alami.

"Setelah dirawat di rumah selama dua hari, suami saya akhirnya meninggal dunia pada 29 September 2024," lanjut Poniyem sambil menahan tangis.

Upaya Damai dan Keinginan Keadilan

Antoni Yudha mengungkapkan bahwa beberapa pihak, termasuk oknum polisi, mencoba mendamaikan keluarga dengan memberikan uang sebesar Rp 25 juta. Namun, uang tersebut tidak diterima oleh keluarga sebagai penyelesaian kasus.

"Itu bukan uang damai. Korban menganggapnya sebagai uang duka karena memang dia meninggal dunia. Kami berniat mengembalikan uang itu. Hingga saat ini uangnya masih utuh," tegas Antoni.

Poniyem, yang kini harus menghidupi dua anaknya seorang diri, meminta agar para pelaku dihukum seadil-adilnya. "Saya hanya ingin keadilan untuk suami saya. Para pelaku harus dihukum setimpal," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Tanggapan Polisi

Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto membenarkan bahwa laporan keluarga Darso telah diterima dan sedang ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum. "Kami sudah menerima laporan tersebut dan sedang melakukan penyelidikan mendalam," ujar Artanto.

Sementara itu, Kasi Humas Polresta Yogyakarta AKP Sujarwo menyampaikan bahwa pihaknya akan bekerja sama penuh dengan Polda Jawa Tengah dalam menangani kasus ini. "Kami mendukung sepenuhnya langkah-langkah yang diambil Polda Jateng, mulai dari penyelidikan hingga penyidikan," katanya.

Sujarwo juga menyampaikan belasungkawa mendalam kepada keluarga korban. "Kami turut berduka cita atas meninggalnya Bapak Darso. Semoga arwah beliau diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa," tuturnya.

Menanti Keadilan

Kematian Darso membuka luka dalam bagi keluarganya dan menjadi simbol kekecewaan masyarakat terhadap perilaku oknum aparat yang seharusnya melindungi, bukan melukai. Kini, harapan untuk mendapatkan keadilan ada di tangan pihak berwenang.

Kasus ini menjadi ujian besar bagi institusi kepolisian dalam membuktikan komitmen mereka terhadap hukum dan keadilan. Masyarakat akan terus mengawasi, menuntut transparansi, dan memastikan bahwa kebenaran tidak dikubur oleh kekuasaan.

(*)

#Pengeroyokan #Polri #Polisi #OknumPolisiKeroyokWarga