Trump Kembali Kirim 900Kg Bom MK-84 ke Israel: Meningkatkan Dukungan, Memicu Kontroversi
Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif di Ruang Oval Gedung Putih di Washington DC, Amerika Serikat, Selasa (21/1/2025). Foto: Jim Watson/AFP
D'On, Amerika Serikat - Keputusan Presiden Donald Trump untuk mencabut penangguhan pengiriman bom seberat 2.000 pon (907 kg) ke Israel telah menyalakan kembali perdebatan panas di panggung global. Kebijakan yang sebelumnya dihentikan oleh Presiden Joe Biden ini kini dihidupkan kembali, meski menuai kritik tajam dari berbagai kelompok hak asasi manusia dan masyarakat internasional.
Dalam wawancara singkat di atas Air Force One pada Sabtu (24/1), Trump mengonfirmasi langkah tersebut. “Kami melepaskannya hari ini. Mereka membayarnya dan sudah menunggu lama,” ujarnya tanpa basa-basi. Kebijakan ini akan memastikan 1.800 unit bom MK-84 segera dimuat ke kapal untuk dikirimkan ke Israel dalam waktu dekat.
Biden, Trump, dan Bom MK-84
Pada Mei 2024, Joe Biden memutuskan untuk menunda pengiriman bom ini, terutama karena kekhawatiran akan dampaknya terhadap warga sipil di Gaza. Langkah tersebut dianggap sebagai upaya meredam kritik internasional yang semakin keras terhadap serangan udara Israel di daerah tersebut. Namun, Trump tidak mengindahkan kekhawatiran tersebut. Ketika ditanya alasannya mencabut penangguhan, ia hanya menjawab singkat, “Karena mereka membelinya.”
Keputusan ini menegaskan kembali dukungan tak tergoyahkan AS terhadap Israel, meski Washington menghadapi tekanan global yang semakin intensif akibat krisis kemanusiaan di Gaza.
Gencatan Senjata yang Runtuh
Keputusan Trump datang di tengah gencatan senjata yang baru berjalan sepekan. Perjanjian ini sempat memberikan secercah harapan setelah beberapa sandera Israel yang ditahan oleh Hamas dibebaskan dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina. Namun, situasi kembali memanas setelah Trump memperingatkan bahwa akan ada “neraka yang harus dibayar” jika seluruh sandera tidak segera dilepaskan.
Langkah Trump dinilai sebagai upaya untuk menekan Hamas sekaligus memperkuat posisi Israel di wilayah yang semakin bergejolak. Namun, kebijakan ini juga dikhawatirkan akan semakin memperparah situasi di Gaza, di mana serangan udara sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 47.000 orang.
Krisis Kemanusiaan di Gaza
Kondisi di Gaza semakin memburuk. Hampir seluruh warga di wilayah tersebut telah mengungsi, menghadapi kelaparan, dan hidup di tengah reruntuhan bangunan. Serangan Israel yang masif telah memicu tuduhan genosida dan kejahatan perang, meski Israel terus membantah tuduhan tersebut.
AS, di sisi lain, tetap berdalih bahwa bantuan militernya ke Israel bertujuan untuk melawan kelompok-kelompok militan yang didukung Iran, termasuk Hamas di Gaza, Hizbullah di Lebanon, dan Houthi di Yaman.
Seruan Hak Asasi Manusia yang Terabaikan
Kelompok-kelompok hak asasi manusia kembali menyerukan embargo senjata terhadap Israel, menyoroti dampak mematikan dari bom-bom seperti MK-84 terhadap warga sipil. Namun, seruan tersebut tampaknya tak berpengaruh pada kebijakan Trump, yang justru semakin mempererat hubungan militer AS-Israel.
Keputusan ini menunjukkan bagaimana Trump, sejak sebelum pelantikannya pada 20 Januari, telah bersiap untuk mengambil langkah tegas dalam mendukung sekutunya. Namun, di balik kebijakan ini, pertanyaan besar muncul: sejauh mana dukungan militer AS dapat dibenarkan ketika dampaknya terhadap warga sipil begitu menghancurkan?
Masa Depan yang Suram
Keputusan ini bukan hanya mencerminkan sikap tegas Trump, tetapi juga menyoroti dilema moral yang dihadapi Washington di tengah tekanan global. Ketika korban sipil terus bertambah dan seruan internasional untuk perdamaian semakin menguat, langkah Trump dapat menjadi titik balik yang menentukan dalam konflik Israel-Palestina yang sudah berlangsung puluhan tahun.
Apakah kebijakan ini akan memperkuat sekutu strategis AS atau justru memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza? Dunia hanya bisa menunggu dan menyaksikan bagaimana babak baru konflik ini akan terbuka.
(Mond)
#AmerikaSerikat #DonaldTrump #Internasional